Mohon tunggu...
Cindy Wulan Dari
Cindy Wulan Dari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Educational Technology Student in UNJ

Hi!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kartini Masa Kini: Menjunjung Tinggi Pendidikan dan Emansipasi Perempuan

9 April 2024   18:42 Diperbarui: 11 April 2024   00:19 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan RA Kartini. Sumber : Kompas.com

Raden Adjeng Kartini, atau dikenal sebagai RA Kartini, adalah sosok inspiratif yang telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah perjuangan perempuan Indonesia. Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Kartini tumbuh dalam keluarga bangsawan Jawa yang taat pada adat istiadat.

Meskipun memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan perempuan kebanyakan pada masanya, Kartini tetap menyaksikan langsung perlakuan tidak adil yang dialami perempuan. Tradisi patriarki dan norma sosial yang kaku pada masa itu membatasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Tergerak oleh kondisi tersebut, Kartini mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan pendidikan bagi perempuan melalui pemikirannya.

Perempuan dan pendidikan, dua elemen yang berbeda namun tak dapat dipisahkan. Hakikat pendidikan adalah menciptakan keadilan yang berpihak pada semua orang, termasuk perempuan, karena pendidikan adalah bagaimana menciptakan keadilan yang humanis. Pendidikan memerlukan keseimbangan antara kekuatan dan kelembutan, logika dan intuisi, rasionalitas dan emosi, yang hanya dapat dicapai dengan melibatkan perempuan dan laki-laki secara setara.

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam memperjuangkan kesetaraan gender, perjuangan Kartini melawan patriarki masih jauh dari selesai. Realitas yang dihadapi perempuan di masa kini masih menunjukkan adanya kesenjangan dan diskriminasi yang berakar pada stigma dan stereotip gender. Stigma-stigma ini terus dilestarikan oleh budaya patriarki yang membatasi peran perempuan dan menghambat potensi mereka.

Anggapan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan tinggi masih marak terdengar. Baik dari laki-laki maupun sesama perempuan, pemikiran ini berakar pada stereotip kuno bahwa peran perempuan hanya terbatas pada mengurus anak, rumah, dan dapur. Seolah-olah pengetahuan luas yang dimiliki oleh perempuan adalah hal yang sia-sia.

Sumber : databoks.katadata.co.id
Sumber : databoks.katadata.co.id

Selain ranah pendidikan, ketimpangan gender dalam bidang ketenagakerjaan juga masih menjadi isu dan permasalahan yang sering terjadi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ketimpangan gender dalam partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Indonesia. Pada tahun 2018, TPAK laki-laki jauh lebih tinggi, yaitu 83,01%, dibandingkan dengan TPAK perempuan yang hanya 55,44%. Ketimpangan ini terus berlanjut pada tahun 2019, dengan TPAK laki-laki mencapai 83,18% dan TPAK perempuan 55,5%. Kenaikan TPAK dari tahun ke tahun pun lebih tinggi pada laki-laki (0,17%) dibandingkan perempuan (0,06%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa female labor force participation atau partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia hanya 54 persen. Angka tersebut masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki sebanyak 83 persen.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di Indonesia adalah faktor budaya dan norma yang masih berlaku di sebagian besar masyarakat. Norma tradisional yang menempatkan peran domestik perempuan lebih penting daripada peran transisinya masih kuat. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki kecenderungan untuk tetap di rumah dan merasa bertanggung jawab penuh atas urusan keluarga, sehingga menolak untuk memasuki pasar kerja.

Padahal, perempuan mampu memainkan dua peran, yaitu peran tradisional sebagai istri, ibu, dan pengelola rumah tangga maupun peran transisi sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat, dan partisipan pembangunan.

Melalui pendidikan, perempuan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk membuka gerbang pemberdayaan perempuan. Kemampuannya untuk berpikir kritis dan berkomunikasi secara efektif menjadi senjata ampuh untuk menyuarakan aspirasinya. Tak lagi terkungkung dalam bisikan keraguan, perempuan yang terdidik mampu lantang menyuarakan gagasan dan memperjuangkan hak-haknya.

Peran perempuan juga sangat besar dalam pembentukan generasi di masa datang. Mengingat besarnya peluang dan kesempatan wanita sebagai seorang ibu berperan mengawali proses pendidikan anak-anaknya sejak dini. Ada sebuah pepatah yang mengatakan jika perempuan cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas pula. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan akan berpengaruh dalam pola pikir dalam berkeluarga, cara mendidik anak dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan di keluarga.

Sumber : aceHTrend.com
Sumber : aceHTrend.com

Pendidikan tidak hanya membekali perempuan dengan pengetahuan, tetapi juga membuka peluang untuk berkontribusi secara signifikan dalam masyarakat. Perempuan yang terdidik mampu menjadi pemimpin yang berintegritas, memimpin organisasi dengan kebijaksanaan dan keadilan. Mereka juga dapat mengembangkan karir di berbagai bidang, berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa.

Lebih dari itu, perempuan yang terdidik memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial. Mereka mampu menjadi motor penggerak perubahan, aktif dalam berbagai kegiatan sosial, dan memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi semua.

Pada akhirnya, penting bagi kita semua untuk terus melanjutkan semangat perjuangan Kartini dalam melawan stigma dan stereotip gender serta mendukung penuh akses pendidikan yang setara bagi perempuan. Dengan semangat Kartini, mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang maju, di mana perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan, berkarya, dan membangun bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun