Mohon tunggu...
Cindy Prescillia
Cindy Prescillia Mohon Tunggu... -

Saya seorang pelajar. Saya menulis cerita karena saya ini termasuk hobby saya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Love will Kill You Softly : Part 1

25 November 2011   13:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:12 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunting

Love will Kill You Softly part 1

oleh Cindy Prescillia pada 13 November 2011 jam 3:37

Hmmmm... Kl namanya agak terlalu asing, malumin ya, readers coz author jg nyari nama dari internet. Buat para readers ditunggu kritik dan sarannya ya.

BAB I

New York, 8 Juni 1990

Suara mengerikan itu berteriak-teriak di pikirannya, menyuruhnya untuk berhenti berlari. Ia memandang pria yang berlari bersamanya sambil menggenggam tangannya, hangat pikirnya. Ia tidak pernah menyangka sahabat yang sangat dia percaya justru malah menikamnya.

“Oekkk…Oekkk….” tangis derita keluar dari  mulut bayinya. Ia memandang nanar bayinya. Ya Tuhan, dia bahkan belum genap 6 bulan tapi sekarang dia harus menderita kelaparan, kelelahan. Pemburu brengsek! Sahabat brengsek! Tega-teganya dia memberitahu tempat persembunyian kami kepada pemburu itu.

“Aku sudah tidak kuat berlari lagi, mereka ada dimana-mana, kita takkan pernah bisa kabur!” isaknya lelah.

“Jangan menyerah, kita harus bertahan untuk anak kita” napas pria itu terputus-putus, sepertinya ia juga kelelahan. “Lihat, di sana ada gubuk! Ayo kita ke sana.” Ia menunjuk arah jam 12.

Tiba-tiba si wanita merasakan ada seseorang di belakang mereka. “Dor…” peluru itu bersarang di keningnya, membuat si wanita terjatuh bersama bayinya. Bayi itu pun langsung diambil oleh si pria yang langsung berlari secepat mungkin. Si penembak itu tersenyum puas, “Ah, Cintaku. Andai saja dulu kau memilih aku, maka kau takkan berakhir seperti ini.” ia mengelus rambut si wanita itu. “Dan sekarang tugasku hanya tinggal dua, membunuh pria itu dan anak kalian.”

Chigago, 9 Juni 1990

Di dalam taxi yang sedang menuju bandara, duduk seorang pria bersama bayinya. Kini, wanita yang paling ia cintai telah pergi menemui Tuhan, bagaimana mungkin sekarang dia bisa bertahan hidup? Ia memandang bayinya yang tertidur pulas, Ah cantiknya dia seperti Marissa. Tak terasa sebutir air mata mengalir ke wajahnya dan keluarlah semua air mata yang sejak tadi dia coba tahan. Ia harus kuat, demi bayinya, bayi mereka. Ia sudah merencanakan akan kemana. Ia akan pergi dari negara ini dan menjadi warga di negara itu, jadi pemburu itu takkan pernah bisa mengejar mereka lagi.           Ia memandang keluar jendela, mengenang Marissa dan lambat laun matanya pun terpejam.

Bogor, 18 Januari 2005

“Tapi ayah, kenapa kita harus pindah?” air mata mulai mengalir ke pipinya. Melihat putrinya menangis si ayah langsung memeluknya.

“Por favor, mi querido entender, el padre no quería, pero debemos” sayangku tolong mengertilah, ayah juga tidak mau tapi kita harus. Sejujurnya, ia juga lelah harus berpindah-pindah tapi pekerjaannya mengharuskan demikian, ia tidak bisa menolak kemauan atasannya. Lagi pula kalau sampai dia dipecat bagaimana dia bisa menghidupi anaknya ? Ia sudah kehilangan seorang penopang hidunya, ia takkan sanggup jika harus kehilagan lagi. Ia sudah berhenti menjadi programmer sejak 15 tahun yang lalu, saat Marissa meninggal karena aku. Sekarang ia hanya manager di sebuah bank, hanya orang biasa dan dia berharap tidak ada orang yang akan memburu mereka lagi.

“Querida….” ia mencoba membujuk putrinya. Akhirnya, doanya terkabul. Ia menarik napas lega, saat melihat putrinya mengangguk. “Ayah janji akan memasukkanmu ke sekolah yang bagus, setuju ?”

Putrinya mengangguk seraya menggumamkan persetujuannya. Perlahan, senyumnya pun mulai terukir di bibirnya. Mereka pun bersiap-siap ke kota tujuan yang tanpa mereka sadari akan membawa mereka semua ke masa lampau yang kelam.

Jakarta, di waktu yang sama

“Brakk” seketika kelas yang tadinya ramai langsung senyap. Semua murid langsung berputar ke arah pintu. Sesosok tubuh melenggang dengan santai ke dalam kelas, ia tak peduli meski diperhatikan oleh seluruh murid. Bu Erika langsung menatap tajam murid yang kurang ajar itu, sayangnya tatapan itu takkan berarti banyak untuk orang seperti Alex. Mengingat Alex adalah anak kepala sekolah tak ada anak yang berani menegurnya kecuali satu orang, ialah si anak pemilik sekolah.

“Maaf tapi sekolah ini adalah sekolah internasional yang memiliki tata krama, jika anda tidak bisa berkelakuan sopan, silakan anda keluar dari sekolah ini.” Anthony berkata tenang tapi itu cukup untuk membuat kelas diliputi aura yang mengerikan. Tapi mengingat yang dilawannya adalah seorang berandal, aura seperti itu takkan cukup baginya. Apalagi Alex mempunyai tubuh yang besar dan menjulang walaupun tubuh Anthony tidak kalah besar. Tapi mungkinkah seorang anak cerdas di sekolah bisa melawan seorang anak berandal ?

“Ah, ternyata si anak pemilik sekolah ngamuk! Trus lu mau, gue takut dan mohon belas kasihan sama lu ? Sorry nggak ngaruh! Kalau lu nggak suka gue disini, angkat kaki sana!” ia berteriak keras dan mungkin saja suaranya sampai ke ruang kepala sekolah, karena beberapa menit kemudian, kepala sekolah sampai di kelas mereka.

“Ada apa ini ?” suara yang menggelegar itu bagaikan petir di siang bolong. “Alex, apa kamu mecari masalah lagi ? Ah, sudahlah! Alex dan Anthony ikut saya ke kantor sekarang!” tanpa berbalik untuk melihat muridnya mengikuti dia atau tidak, ia langsung berbalik ke kantornya seakan ia sangat yakin bahwa muridnya akan mengikutiya walau kenyataannya memang mereka mengikuti dia tapi mereka mengikuti sambil menggerutu.

Di kantor kepala sekolah

“Bisakah kalian tidak saling bertengkar ? Kalian adalah idola bagi siswa lain. Bagaimana caranya sekolah kita bisa berkembang, jika kalian sebagai idola saja tidak bertingkah laku dengan baik?” saat sampai ke ruangannya, ia langsung mulai mengoceh tanpa mempersilahkan muridnya duduk! “Besok kita kedatangan murid baru, Bapak harap kalian tidak mengecewakan Bapak dan Bapak harap kalian mau membantu murid baru ini untuk beradaptasi.”

“Hoammm” Alex menguap keras seakan menantang kepala sekolah. “Jadi anda menyuruh saya datang ke sini untuk membantu seorang murid baru yang tidak saya kenal untuk beradaptasai ? Maap tapi saya tidak ada waktu untuk hal yang tidak penting.” Tanpa permisi ia langsung bangkit dari duduknya dan  keluar begitu saja membuat sang kepala sekolah geram. Ia berpaling ke muridnya yang satu lagi dengan penuh harap.

Anthony hanya memandang si kepala sekolah, sehingga si kepala sekolah langsung mendesah lesu. Tiba-tiba Anthony mengejutkannya dengan berkata, “Saya yang akan membantunya beradaptasi dan sekarang saya permisi dulu,Pak.” Ia bangkit dan berjalan dengan tenang ke kelasnya.

Jakarta, saat pulang sekolah

Dia berjalan sambil bersungut-sungut. 'Apa sih yang ada di pikirannya sampai ia setuju saja membantu si murid baru beradaptasi? Bagaimana kalau murid itu menyebalkan sama seperti Alex? Masa dia harus tahan emosi setiap hari?', pikirnya. “Bodohnya aku! Kenapa harus membantu si Kepsek? Anthony, Anthony kau bodoh sekali!” dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil trus berjalan sampai ahirnya ia menginjak kaleng kosong, “Auwww! Sial!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun