Apakah kalian pernah mendengar istilah SPT? Hal apa yang terlintas pertama kali di benak kalian jika mendengar kata SPT? SPT kerap kali dikaitkan dengan kasus perpajakan. Sebenarnya, apa itu SPT?
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Angka 11 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT sangat penting sehingga harus dilaporkan secara teliti dan tepat waktu. Apa yang akan terjadi jika telat lapor SPT atau bahkan tidak melaporkan SPT sama sekali?
Banyak kasus terkait ketidakdisiplinan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun Wajib Pajak Badan (WP Badan) dalam menjalankan kewajibannya untuk lapor SPT. Apabila Wajib Pajak tidak melaporkan SPT miliknya, maka akan menimbulkan kerugian bagi negara. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah kasus tidak melaporkan SPT Tahunan PPh Badan selama tiga tahun pajak berturut-turut sejak tahun 2013 hingga 2015.
Pada kasus tersebut, Pengadilan Negeri Tanjung Pinang memvonis hukuman pidana berupa kurungan penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp5,19 miliar kepada Direktur Pt Extel Communication. Terdakwa yang berinisial A dinyatakan telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan karena tidak melaksanakan kewajibannya mengenai tindak pelaporan SPT. Menurut Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kepulauan Riau, tindakan yang dilakukan terdakwa telah menimbulkan kerugian pendapatan negara dan belum ada pengembalian yang dilakukan oleh terdakwa sehingga secara tidak langsung juga mampu menjadi penghambat jalannya pembangunan.
Setelah melihat kutipan kasus tersebut, ternyata tindakan tidak melaporkan SPT sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup bangsa dan negara karena dapat menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Hal yang menjadi dasar dalam menangani kasus perpajakan adalah wajib mengetahui dasar hukum terkait dengan permasalahan yang terjadi. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menjadi salah satu acuan yang sering digunakan menjadi dasar dalam menganalisis suatu kasus perpajakan yang terjadi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 merupakan Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan terdiri atas pasal-pasal yang mengatur banyak hal mengenai topik perpajakan di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis, tindakan seseorang untuk tidak melaporkan SPT seperti pada kasus di atas tentu bertentangan dengan isi dari Undang-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tepatnya pada pasal 39 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuann sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam tahun) dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Tidak hanya itu, merujuk pada pasal 7 ayat (1) dengan dasar hukum yang masih sama, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana mestinya, maka akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya, dan Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Secara umum, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah 4 (empat) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak. Sedangkan, pada kasus disebutkan bahwa Wajib Pajak tidak melaporkan SPT miliknya selama 3 (tiga) tahun pajak berturut-turut sejak 2013 hingga 2015, sehingga denda yang dikenakan sampai dengan Rp5,19 miliar. Apabila denda yang dikenakan tak kunjung disetor alias telat setor, maka akan dikenakan denda kembali dan pada akhirnya denda dapat bertambah besar. Sangat masuk akal apabila denda yang dikenakan sampai sebesar Rp5,19 miliar mengingat sanksi administrasi apabila tidak menyampaikan SPT PPh Badan mencapai nominal Rp1.000.000,00.
Sebenarnya, Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dengan beberapa syarat. Syarat pertama, SPT disampaikan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Syarat kedua, menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan dalam bentuk hardcopy atau dalam bentuk elektronik. Kemudian syarat ketiga adalah pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan harus disampaikan sebelum batas penyampaian SPT tahunan dengan melampirkan penghitungan sementara, laporan keuangan sementara, dan SSP atau bukti penerimaan negara (dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pajak).
Andaikata terdakwa A disiplin dalam melaporkan SPT miliknya sesuai dengan ketentuan, maka denda Rp5,19 miliar tidak akan terjadi. Pun apabila ia pada awalnya lupa melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, ia masih bisa mendapat keringanan karena terdapat perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh asalkan ia masih memenuhi syarat yang ditentukan. Namun, apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur. Kenyataannya, pada kasus tersebut, terdakwa dikenakan denda sebesar Rp5,19 miliar karena ia tidak melaporkan SPT.