Mohon tunggu...
Cindy Komala
Cindy Komala Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Udayana

Seorang mahasiswa semester 6 dari Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Udayana. Saya memiliki kemampuan untuk menulis berbagai jenis tulisan, seperti artikel berita, essay, dan lain sebagainya. Saya tergabung dalam organisasi @writeyuk.id Batch 1 tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tragedi Kanjuruhan, Cermin Krisis Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

29 Juni 2024   14:28 Diperbarui: 29 Juni 2024   15:28 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KRONOLOGI

Pada 1 Oktober 2022, Tragedi Kanjuruhan mengguncang Indonesia dan dunia. Sebuah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, berakhir dengan kekacauan yang menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya. Insiden ini tidak hanya menyoroti masalah keamanan di stadion, tetapi juga mengungkapkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM) dan tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya dimulai dengan tensi tinggi, mengingat rivalitas yang sudah lama antara kedua klub. Ribuan suporter memadati Stadion Kanjuruhan dengan harapan melihat tim kesayangan mereka meraih kemenangan. Atmosfer pertandingan sangat intens, dengan dukungan fanatik dari kedua kubu suporter yang memenuhi stadion.

Namun, pertandingan berakhir dengan kekalahan mengecewakan bagi Arema FC, kalah dengan skor 3-2 dari Persebaya Surabaya. Kekecewaan mendalam melanda para suporter Arema FC. Beberapa suporter yang kecewa mulai merangsek ke lapangan, memicu kekacauan. Pihak keamanan yang bertugas, dalam upaya mengendalikan situasi, mulai menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Penggunaan gas air mata ini, yang menurut regulasi FIFA dilarang di dalam stadion, justru memperburuk situasi. Ketika gas air mata ditembakkan ke arah kerumunan suporter di tribun, kepanikan pun terjadi. Ribuan suporter berdesakan untuk keluar dari stadion melalui pintu-pintu yang ternyata tidak memadai untuk menampung jumlah orang yang begitu besar dalam waktu singkat. Pintu keluar yang sempit dan terbatas menyebabkan banyak suporter terjebak, tidak dapat keluar dengan cepat. Dalam situasi panik, banyak orang jatuh dan terinjak-injak oleh yang lainnya yang mencoba menyelamatkan diri. 

TINJAUAN KRITIS MENURUT PERSPEKTIF DEMOKRASI DAN HAM

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM menggariskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dapat dilakukan oleh individu maupun aparat negara melalui tindakan atau kelalaian yang merugikan hak asasi individu atau kelompok. Dalam konteks Tragedi Kanjuruhan, negara dinilai gagal menjalankan tiga kewajiban utama dalam HAM: menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) (Wibowo, 2024).

TO RESPECT 

Kewajiban menghormati (to respect) berarti negara seharusnya tidak melakukan tindakan yang melanggar integritas dan kebebasan individu. Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, penggunaan gas air mata di dalam stadion merupakan contoh nyata pelanggaran ini. Gas air mata, yang dilarang dalam stadion menurut regulasi FIFA, memiliki efek yang mematikan dalam situasi keramaian seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.

TO PROTECT 

Kewajiban melindungi (to protect) menuntut negara dan aparatnya untuk mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap pelanggaran hak. Dalam Tragedi Kanjuruhan, kegagalan memastikan keselamatan suporter di stadion merupakan bentuk kelalaian yang fatal. Pihak keamanan yang tidak dapat mengendalikan situasi tanpa menyebabkan kepanikan dan desakan massa menunjukkan kurangnya persiapan dan pelatihan yang memadai.

TO FULFILL

Terakhir, kewajiban memenuhi (to fulfill) mengharuskan negara untuk memastikan hak-hak dasar, seperti keamanan dalam acara publik. Ketidakmampuan menyediakan sistem keamanan yang memadai di Stadion Kanjuruhan menunjukkan kegagalan dalam memenuhi hak asasi para suporter. Namun, pada hari itu, akses keluar yang tidak memadai, kurangnya jalur evakuasi darurat, dan penggunaan gas air mata membuktikan bahwa negara tidak mampu menyediakan lingkungan yang aman bagi warganya.

Tragedi Kanjuruhan adalah cermin bagi bangsa Indonesia untuk melihat kembali nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia yang dijunjung. Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya reformasi dalam sistem keamanan, penegakan hukum yang adil, dan perlindungan hak asasi manusia. Tragedi Kanjuruhan bukan hanya tentang sepak bola, tetapi juga tentang kemanusiaan dan demokrasi. Insiden ini mengingatkan kita bahwa dalam negara demokrasi, setiap nyawa berharga, dan setiap hak harus dilindungi. Ini adalah panggilan bagi semua pihak, dari pemerintah hingga masyarakat sipil, untuk bekerja sama dalam memperbaiki sistem yang ada, demi Indonesia yang lebih adil dan menghargai hak asasi manusia.

REFERENSI 

Delyarahmi, S., & Walid, A. (2023). Perlindungan terhadap supporter sepakbola ditinjau dari perspektif hak asasi manusia: Studi kasus Tragedi Kanjuruhan. Journal of Swara Justisia, 7(1).

FIFA, FIFA Stadium Safety and Security Regulation, Switzerland: FIFA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun