Mohon tunggu...
Cindy Maulidina Safera
Cindy Maulidina Safera Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahsiswa 23107030067 UIN Sunan Kalijaga

happy mind, happy life

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengalaman Unik Libur Lebaran: Menjemur Padi di Pedesaan

18 April 2024   14:26 Diperbarui: 18 April 2024   14:39 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selfie saat kerja/dok. pri

Libur sama dengan menjadi penganggur. Meski libur yang dimaksud di sini adalah libur lebaran. Tapi kali ini libur lebaran saya agak sedikit berbeda dengan tahun tahun kemarin. Karena hari raya tahun ini bertepatan dengan panen padi. Setelah bersilaturahmi dengan tetangga dan kerabat, di lebaran hari ke dua masyarakat Desa Pelem, Blora, Jawa Tengah sudah disibukkan dengan padi yang baru saja dipanen, rata rata seminggu sebelum hari raya.

Setelah panen yang dilakukan saat siang hari bulan Ramadhan, padi padi mulai dimasukkan ke dalam karung untuk besoknya langsung dijemur di bawah terik matahari. Tujuan utama menjemur padi adalah menghilangkan kadar air agar padi menjadi awet dan tidak tumbuh kecambah. Biasanya proses menjemur butuh waktu kurang lebih dua sampai tiga hari tergantung cuaca. Periode setiap kloter padi juga bekejaran dengan karung yang belum dijemur untuk menghindari padi lembab, ini terjadi jika panen banyak dan lahan yang digunakan untuk menjemur terbatas. Untuk sawah 7.000 km persegi milik Bapak Kusno dan Ibu Sri Untari dapat menghasilkan 5 ton padi. Sawah beliau dipanen tepat tiga hari sebelum lebaran idul fitri, sampai saat ini proses penjemuran sudah sampai pada kloter terakhir.

Sebenarnya ada opsi mengoven padi untuk menghilnagkan kadar air pada padi, tetapi menurut Ibu Sri Untari yang dulu pernah mengoven hasil panennya, beras hasil oven rasanya tidak pulen dan cenderung gagal; berbentuk seperti popcorn karena memang sulit mengatur panas oven yang sesuai. Proses mengoven juga dinilai petani kurang merakyat karena penginstalasian peralatan menelan biaya besar. Karena itu, proses menjemur turun temurun ini tetap dipertahankan oleh petani desa karena disamping biayanya yang murah, juga minim kegagalan. Menjemur padi hanya butuh kecekatan saat langit mulai kegelapan untuk segera menggulung terpal padi, dan menghalau hama (ayam dan burung).

Sebagai anak petani yang dua minggu lalu panen padi, saya menjadi sasaran empuk 'pekerja dadakan' bapak ibu saya. Setiap pagi sejak mudik dari Jogja, saya sudah harus mandi, memakai sunscreen atau tabir surya dan outfit bekerja; celana training, kaus panjang, dan topi koboi kesukaan saya. Jobdesk saya adalah membuka layar (alas menjemur padi), membolak balik padi dua sampai tiga kali dan mengusir jika ada hama (ayam dan burung) yang mendekat ke tempat kerja saya. Meskipun bapak Kusno dan ibu Sri Untari sudah merekrut pekerja asli, peran saya menurut beliau cukup menghibur sebagai teman.

Menjemur Padi/dok. pri
Menjemur Padi/dok. pri
Tempat menjemur ini cukup dekat saja, di pelataran samping rumah Bapak Kusno dan sepanjang jalan lorong depan rumah bapak Kusno. Tetangga kanan kiri bapak Kusno juga menjemur dengan cara yang sama di tempat bersebelahan.

Menjemur Padi di Sepanjang Jalan/dok. pri
Menjemur Padi di Sepanjang Jalan/dok. pri
Ada banyak pelajaran baru yang saya dapatkan dari membantu menjemur 'gabah' atau padi:

1.Libur bukan untuk tidur
Selama ini setiap libur saya selalu menerapkan konsep 'bed rotting' kecil kecilan. Istilah 'bed rotting' atau mengakar di kasur memang ditemukan dan populer di platform tiktok baru baru ini, tetapi sejak zaman dahulu sudah ada manusia yang bermalas malasan di kasur dan tidak melakukan kegiatan aktif. 'Bed rotting' adalah aktivitas tidur-tiduran di tempat tidur, tetapi bukan tidur. Dilansir dari detikEdu yang mengutip dari Psychology Today, aktivitas 'bed rotting' dapat diisi dengan menghabiskan waktu berjam-jam dengan bermain ponsel, makan makanan ringan, atau menonton TV seharian di atas kasur.Tentu saja tidak ada yang senang dengan perilaku saya saat 'bed rotting', efek kurang menguntungkan pada kesehatan juga menjadi isu beberapa teman saya yang juga melakukan 'bed rotting'. Dengan adanya tanggung jawab menjemur padi, fokus saya teralih. Keuntungan lain yang saya dapatkan adalah otot otot kaku yang menjadi keluhan setiap liburan tidak muncul. Dahulu saya selalu sakit saat hari raya, karena menjemur padi membuat saya aktif bergerak, sistem kekebalan tubuh juga ikut menguat, jadi saya tidak sakit saat hari raya.

2.Menghargai makanan
Saya merasakan dan melihat secara langsung proses cukup panjang perjalanan sebutir nasi, proses tersebut adalah; mulai dari menanam benih sampai menjadi 'wineh' atau benih selama 25 hari. Membajak sawah dengan traktor agar sawah menjadi gembur, lalu menanam benih yang dilakukan oleh kurang lebih 25 orang pekerja. Menunggu waktu 15 hari sejak penanaman wineh untuk pemberian pupuk pertama. Dan 25 hari kemudian pemberian memberi pupuk ke dua. Selama proses kurang lebih 80 hari ini, petani harus selalu membersihkan rumput yang tidak diperlukan atau dalam istilah jawa disebut 'matun'. Sampai proses terakhir di sawah yaitu panen. Dahulu panen dilakukan oleh banyak orang, sekarang karena perkembangan teknologi, ada kombi (alat panen padi) yang cukup dioperasikan dua orang dan petani cukup menyewa kombi sekaligus tenaga sebesar 1.200.000 per 1 hektar. Tidak sampai di sini, karena setelah proses di atas masih ada penjemuran, lalu menggiling padi. Setelah sampai dapur rumah pun beras masih diolah dari mulai mencuci, memasak dalam penanak nasi (ricecooker) atau dikukus. Barulah dari sebulir biji padi menjadi sesuap nasi yang bisa dinikmati melalui proses panjang tersebut.

Di dalam Al Quran surat  Al-Baqarah, 2: 168  juga disebutkan "Hai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal dan baik dan janganlah kamu mengikuti jejak setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.".
Jadi tidak ada alasan sama sekali untuk menyianyiakan dan mencela makanan. Cara untuk menghargai makanan lainnya adalah dengan berdoa sebelum makan dan mengira berapa porsi yang cukup untuk dihabiskan sebelum mengaambil mekanan. Menilik proses panjang tersebut saya selalu menghabiskan dan mensyukuri makanan yang ada di piring.

3.Menghargai pekerjaan
Tidak ada pekerjaan yang menghinakan selama itu halal.  Menurut Ibu Sri Untari semua pekerjaan adalah mulia. Termasuk bekerja sebagai petani. Bayangkan jika tidak ada petani yang mau menggarap sawahnya, tidak ada pekerja yang mau menjemur padi, krisis beras akan semakin menjadi jadi. Mengingat setahun terakhir saja negara sudah jorjoran mengimpor beras dari negeri seberang. Bahkan untuk keperluan ramadhan dan lebaran kemarin, Perum bulog mengtakan negara mengimpor 450 ribu ton beras.

4.Gotong royong
Hidup bertetangga menurut Ibu Sri Untari sangat mengasyikkaan. Bayangkan saja saat hujan tiba tiba turun, orang orang di dalam rumah berhamburan tua muda keluar membantu meneduhkan padi atau sekadar menyemangati jika tidak kebagian jobdesk, meski bukan padi sendiri yang dikhawatirkan. Atau saat ada ayam atau burung mendekat, tetangga akan semangat mengusir sekali lagi meski bukan padi mereka sendiri.

Pengalaman libur lebaran kali ini tak ternilai harganya menurut kami sekeluarga. Kebersamaan saat menjemur gabah dan bersantai bersama setelahnya sembari meminum air es menjadi pengganti libur lebaran yang tahun tahun lalu selalu dihabiskan menjelajah pantai pantai di daerah pantura; Jepara, Rembang, dan Tuban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun