Gaung peringatan Hari Kartini, hampir tak terasa bagi kami yang bekerja di OT (Operation Theater)/ Kamar Operasi/ OK. Kalau bukan dari hasil mengintip status, upload foto teman-teman dengan kebaya cantiknya dan postingan artikel singkat di socmed (yang dengan susah payah karena di OT tidak ada sinyal), rasanya hari ini tidak ada bedanya dengan hari lain. Tapi memang, rasanya tidak sah kalau hari ini lewat tanpa membuat sedikit catatan.
Selama bekerja di OT, rasanya belum pernah saya merasakan perayaan dua hari besar wanita ini, Hari Kartini dan Hari Ibu. Barangkali karena daftar antrian pasien yang panjang tidak memungkinkan untuk sempat memikirkan perayaan ini. Segala macam lomba sulit dilaksanakan karena kamar operasi harus steril dan ruang lain sangat terbatas apalagi.... yang pasti mustahil bisa dilaksanakan adalah bekerja dengan dress code : 'kebaya' (bagaimana mau resusitasi dan mengangkat pasien? :) )
Dibanding dengan peringatan yang sifatnya seremonial dengan segala macam perayaan (bukan karena ngiri tidak bisa pakai kebaya :)), tetapi saya rasanya lebih nyaman melihat peringatan hari Kartini ini sebagai kesempatan yang baik untuk perempuan sejenak berpikir dan introspeksi.
Catatan #1#
Ada banyak tulisan di media mengenai peringatan hari Kartini, yang disebut sebagai pejuang emansipasi wanita. Isu emansipasi, persamaan hak di tempat kerja, hak suara, keadilan dan kesempatan kerja, angka pendapatan dan lain sebagainya seputar itu masih  menjadi ulasan utama, yang rasanya hampir tak berubah dari tahun ke tahun.
Padahal, selain Ibu Kartini, sebenarnya kita punya banyak pejuang wanita lain di bidangnya masing-masing, sebut saja Cut Nyak Dien, Christina Martha T, Cut Mutia, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rohana Kudus .... pahlawan wanita yang lain ini seakan tenggelam di setiap gaung perayaan Hari Kartini. Jika Ibu Kartini yang bercita-cita mulia menyampaikan aspirasinya lewat surat-suratnya pada sahabatnya, maka mereka inilah yang berkiprah nyata melalui perjuangan ' angkat senjata', pendidikan dan sekolah perempuan.
Seakan luput, apa yang telah dirintis oleh para pahlawan wanita ini tidak pernah sempat dikenang. Minim sekali liputan mengenai wanita yang tidak terlalu peduli pada kesetaraan gender dan emansipasi, tetapi bekerja nyata memajukan pendidikan  dan kesehatan wanita. Sepi liputan tentang wanita-wanita tangguh yang tanpa lelah mengajak kaumnya untuk membantu ekonomi rumah tangga tanpa meninggalkan rumah, yang mendirikan sekolah perempuan dan menggiatkan komunitas yang peduli pada masalah sosial dan lain sebagainya.  Berharap semoga tahun depan, topik Hari Kartini berubah menjadi salah satunya, liputan khusus mengenai wanita-wanita hebat ini.
Catatan #2#
Tertarik membaca Bonus Femina no. 16/XLII,19-25 April-2014, tentang hasil survei yang dilaksanakan oleh Accenture, secara online terhadap 4100 eksekutif di perusahaan berskala menengah  dan besar di 32 negara. Survei ini dilaksanakan untuk membaca 'peta' dunia karier wanita. Hasil survei ini dirilis pada International Women's Day 2014. Hasil survei ini menunjukkan bahwa 42% wanita Indonesia dan 42% wanita global, memilih bekerja daripada di rumah. Tingkat kepuasan wanita Indonesia- yang merasa sudah sukses, menduduki urutan kedua (70%) setelah India (86%) di urutan pertama,  Malaysia (76%), Cina(63%) dan Singapura(52%) diurutan ke 3, 4 dan 5
Menariknya, dari hasil survei ini, meskipun banyak wanita berkeluarga yang berada dalam kondisi finansial tidak harus bekerja, namun tetap memilih berkarier. Sekilas terlihat ada yang bergeser, yang tadinya istri sebagai sumber pendapatan tambahan sekarang bukan semata persoalan pendapatan, tetapi lebih pada aktualisasi diri.
Mengutip pendapat yang disampaikan Neneng Gunadi, Country Managing Director Accenture Indonesia " Dengan makin tingginya pendidikan wanita, sense of achievement nya pun bertambah. Pencapaian dan kepuasan diri dapat terwujud ketika seseorang merasa ingin memiliki lebih dari sekedar hal-hal material tapi juga memberikan kembali atau berkontribusi untuk ekonomi dan masyarakat."
Mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah dan bekerja serta memiliki karier, tidak selalu mudah dilakukan oleh wanita. Memiliki tingkat pendidikan tinggi dan keinginan untuk berkontribusi pada masyarakat dan ekonomi keluarga tidak serta merta melancarkan izin bekerja. Dalam mengambil keputusan, selain faktor-faktor internal diri, beberapa hal ini menurut saya termasuk yang paling banyak mempengaruhi keputusan dan keberhasilan wanita untuk memiliki karier di luar rumah.
1..Dukungan penuh dari keluarga, utamanya  dari suami dan dari keluarga besar. Adanya asisten rumah tangga atau babysitter sangat pentinguntuk membantu menyelesaikan tugas domestik.  Tampanya ini yang paling mempengaruhi keputusan. Mustahil rasanya wanita bekerja tanpa dukungan dari suami dan keluarganya.
2. Fleksibilitas, walaupun wanita sangat bisa beradaptasi. Sejauh mana fleksibilitas timbal balik dengan tim/ kolega juga mempengaruhi pengambilan keputusan dan kinerjanya. Fleksibilitas ini lebih berkaitan dengan manajemen waktu yang harus dimiliki seorang wanita agar dapat bekerja dengan baik.
3. Kesehatan, kemampuan wanita menjaga kesehatan dan mengukur kekuatan adalah penting. Keputusan untuk tetap mengatur keluarga dan memiliki karier di luar rumah menuntut stamina yang tinggi. Wanita dengan mobilitas tinggi harus pandai dan disiplin mengatur pola makan dan istirahatnya sehingga semuanya berada pada level seimbang.
4. Passion dan Komitmen, dua hal ini seringkali menjadi pendorong terkuat bagi wanita menjalani karier sekaligus menjaga rumah tangganya tetap baik. Banyak bukti, wanita yang berhasil dan menonjol di bidangnya, adalah karena mereka mengerjakan  sesuatu yang menjadi passion -nya. Sama seperti kaum profesional, mereka mengerjakan sesuatu yang mereka cintai, yang mereka kuasai dan meletakkan komitmennya untuk itu, walaupun harus menguras waktu dan tenaga, mereka selalu sanggup untuk melaksanakannya.
5. Manajemen waktu, wanita bijaksana yang memutuskan untuk bekerja harus mempunyai manajemen waktu yang baik. Ketergesaan dan ketidak sabaran disikapi sebagai bagian dari energi untuk menuntaskan semua tepat waktu. Disiplin dan manajemen waktu yang baik adalah hal mutlak di zaman yang menuntut orang untuk bisa mengerjakan banyak hal.
Kini, ketika semua hal sudah dipertimbangkan dan keputusan sudah diambil, (tanpa rasa bersalah telah meninggalkan keluarga untuk bekerja), wanita seharusnya sudah lebih yakin dan siap memberikan kontribusi besarnya terhadap dunia kerja dan ekonomi keluarga, berani mengambil posisi dan berperan lebih bagi kemanfaatan di masyarakat.
# Wanita Bijaksana : "Selamat Bekerja dan Bermanfaat"#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H