Mohon tunggu...
Cindy Carneta
Cindy Carneta Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Psikologi

Saya merupakan seorang Sarjana Psikologi dari Universitas Bina Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pasangan Asyik dengan Gawai Saat Berduaan? Waspadai Dia Kebablasan

16 Juli 2020   19:35 Diperbarui: 30 Maret 2022   00:08 1872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan romantis (dok: freedesignfile.com)

"Sayang, kenapa sih kamu main hp terus?"

Melihat pasangan yang asik sendiri dengan gawai di saat waktu untuk quality time bersama memang seringkali menyulut emosi negatif dan menjadi semakin menyebalkan pastinya.

Di saat kita sudah panjang-panjang bercerita atau curhat mulai dari A hingga Z, tetapi ia (pasangan) hanya memasang raut wajah kebingungan dan berkata, "Ha? Iya kenapa kenapa??"

Tak bisa dipungkiri bahwa kesibukan dan keasikannya dengan gawai seringkali menjadi pemicu timbulnya sebuah perselisihan di dalam sebuah hubungan romantis. 

Apakah kalian pernah mengalaminya juga? 

Tunggu dulu! Harap tenang! Mungkin untuk sebagian pembaca yang suka dan betah berlama-lama dengan gawainya akan memberikan pembelaan dan saya tahu apa pembelaan yang dimaksudkan.

Sebelum melangkan lebih jauh, saya hanya ingin mengingatkan bahwa kemunculan hal-hal negatif yang "dikarenakan" gawai (hasil dari perkembangan teknologi) sesungguhnya tak sesederhana apa yang kita lihat oleh mata telanjang.


Memiliki kesempatan untuk dapat melakukan wawancara terkait dengan tugas perkuliahan di semester lalu dengan salah satu pegawai SAP (perusahaan besar TI yang bergerak di bidang software, khususnya penjualan software ERP untuk pengotomatisasian proses bisnis), yakni Citra Giofany.

Wawancara dengan Mbak Citra membuat saya menjadi mengerti dan paham betul bahwa sesungguhnya kita tak bisa semata-mata menyalahkan teknologi sebagai faktor tunggal dari dalang berbagai permasalahan sosial yang tercipta saat ini.

"Menurut saya, teknologi didesain untuk membantu tugas manusia menjadi lebih mudah. Seperti, untuk bisa berkomunikasi yang tadinya dengan orang jarak jauh sulit, sekarang menjadi lebih mudah. Tetapi masalah sosial yang timbul saat ini menurut saya, kita tidak bisa menyalahkan teknologinya karena balik lagi teknologi didesain untuk memudahkan manusia. Tetapi penyalahgunaan teknologi tersebut, istilahnya kebablasan yang menyebabkan masalah sosial tersebut dapat muncul", tuturnya dengan lantang dan tegas saat diwawancarai pada bulan Januari lalu.

Jadi, buat kalian yang belum kebablasan menggunakan gawai, maka permasalahan-permasalahan sosial seperti yang terjadi di dalam sebuah hubungan romantis , salah satunya pasti akan dapat terhindarkan ataupun terselesaikan dengan baik.

Kalian mungkin tidak kebablasan, namun apa jadinya jika kalian merasa bahwa pasangan kalian yang kebablasan dalam menggunakan gawai canggihnya? Apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?

Ilustrasi seseorang yang ketahuan saat selingkuh online (dok: helpwithmen.com)
Ilustrasi seseorang yang ketahuan saat selingkuh online (dok: helpwithmen.com)
Walaupun sudah tak lagi benar-benar 100% melakukan karantina mandiri di rumah, pastinya masih banyak di antara kita yang tetap melangsungkan segala tugas perkuliahan ataupun pekerjaan kantor melalui layar gawai ataupun laptop dengan ditemani secangkir kopi hangat. Karena kita menyadari bahwa Covid-19 ini belum benar-benar musnah dan bahayanya masih terus mengintai.

Dengan beralasankan banyaknya tugas, mungkin dapat menjadi sebuah alasan cemerlang yang dapat digunakan "mereka" untuk mengelabui pasangan romantisnya. 

Nama kontak Santi ditulis Santo, Rini ditulis Rian, mereka tersenyum karena meme kocak ataupun sebuah pesan teks yang menggodanya, kita mungkin tak pernah tahu itu secara pasti.

Namun, jika ia sudah menunjukkan ciri-ciri yang mencurigakan serta benar-benar begitu asiknya dengan gawai sampai-sampai tak menghargai kalian yang berada di hadapannya saat itu, bisa jadi ia kebablasan seperti apa yang telah diungkapan oleh Mbak Citra sebelumnya. Jika kalian sudah betul-betul merasakan itu, "selingkuh online" dapat diwaspadai.

Cuplikan sebuah artikel ilmiah yang mengangkan isu selingkuh online (dok: semanticscholar.org)
Cuplikan sebuah artikel ilmiah yang mengangkan isu selingkuh online (dok: semanticscholar.org)
Kira-kira "selingkuh online" itu apa sih sesungguhnya? 

Dalam artikel ilmiahnya yang berjudul "Tolerance for Emotional Internet Infidelity and Its Correlate with Relationship Flourishing", Octaviana dan Abraham menjelaskan bahwa definisi "selingkuh online" yang dimaksudkannya dalam artikel ialah sebuah bentuk perselingkuhan yang terjadi di dunia maya. 

Di mana individu (yang berselingkuh) memiliki hubungan non-seksual dengan orang lain yang bukan pasangannya dan ada kedekatan emosional antara pihak yang terlibat serta adanya unsur kerahasiaan atau ada yang disembunyi-sembunyikan dari pasangan romantisnya.

Bagi mereka yang berselingkuh, mungkin mereka beranggapan bahwa perselingkuhan sangat mengasyikkan dan menggoda, memberikan sensasi pembaruan, peremajaan, kepuasan serta kesenangan baik secara fisik maupun mental. Namun apakah mereka telah berpikir beberapa langkah ke depan bahwa "selingkuh online" ini dapat menimbulkan beberapa akibat, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, kehilangan kepercayaan dalam hubungan yang berpasangan, perasaan dikhianati, dan traumatic episodes ketika dia terlibat dalam aktivitas online (terutama jika pasangannya menyangkal atau berbohong ketika perselingkuhannya diketahui).

Kedua, individu dapat merasa tertekan dan kehilangan, disertai dengan munculnya emosi yang saling bertentangan.

Ketiga, munculnya perasaan terluka, terkejut dan marah, dan kesulitan untuk memutuskan apakah akan mengakhiri hubungan romantis atau tida.

Keempat, hubungan cybersex terkait dapat menyebabkan perceraian dalam sebuah hubungan suami dan istri.

Setelah mengetahui dampak yang akan timbul dari "selingkuh online", apakah kalian masih tergiur untuk melakukan itu? Saya harap tidak. Namun apa yang terjadi jika pasangan kita sudah melakukan itu sebelumnya? Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?

Mungkin kalian akan berpikir bahwa individu dengan tingkat relationship flourishing yang tinggi, maka secara otomatis ditandai dengan ketahanan dalam menghadapi berbagai tantangan dan menerima dengan sabar perilaku tercela yang pernah dilakukan oleh pasangan romantisnya, namun pada kenyataannya tidaklah seperti itu.

Sebelum melanjutkan tulisan ini, saya ingin sedikit memberikan penjelasan mengenai apa itu relationship flourishing. Relationship flourishing sendiri memiliki arti hubungan yang berkembang, ditandai dengan proses yang tak pernah berhenti.

Bapak Juneman pernah memberikan sebuah analogi yang menyebutkan bahwa relationship flourishing itu lebih menekankan proses, sama hal nya seperti saat kita hendak berkunjung ke sebuah restoran, maka letak flourishing itu ialah di saat kita hendak menikmati makanannya, sehingga menit tiap menitnya akan terasa begitu berarti.

Relationship flourishing inilah pada kenyataannya justru memiliki hubungan atau korelasi yang negatif dengan toleransi (menerima dengan sabar yang mengandung forgiving). Artinya, semakin tinggi relationship flourishing, maka semakin rendah toleransi individu untuk perselingkuhan.

Temuan mengejutkan lainnya adalah relationship flourishing ternyata memiliki kekuatan prediksi yang berbeda terhadap toleransi perselingkuhan, yaitu tergantung pada jenis kelamin dan pria cenderung lebih tidak toleran dibandingkan dengan wanita.

Dari artikel ilmiah tersebut saya berhipotesis bahwa "perasaan cemburu" memiliki andil di antara relationship flourishing dan toleransi akan perselingkuhan online karena berdasarkan sumber yang saya dapatkan dari laman newswise.com menjelaskan bahwa laki-laki cenderung lebih cemburu dibandingkan wanita ketika terdapat emotikon khususnya yang mengedipkan mata dikirimkan oleh seseorang kepada pasangannya.

Dari situ saya menduga bahwa tingkat relationship flourishing yang tinggi dimiliki seorang individu diikuti juga dengan tingkat kecemburuan yang tinggi pula sehingga jika seorang individu sudah merasakan perasaan cemburu yang teramat sangat, invididu tersebut tidak akan pernah rela kasih sayang yang pasangannya berikan dibagi-bagi dan membuatnya menjadi tidak toleran akan perselingkuhan.

Kembali lagi untuk mengingatkan bahwa penjelasan saya terkait ketiga variabel tersebut masih berupa sebuah hipotesis yang merupakan sebuah teori lemah sehingga dibutuhkan penelitian lanjutkan untuk memastikan keberannya.

Ilustrasi pasangan romantis (dok: freedesignfile.com)
Ilustrasi pasangan romantis (dok: freedesignfile.com)
Saya sadar betul bahwa segala bentuk perselingkungan begitu menyakitkan bagi satu sama lain. Tak ada satu pun manusia yang sempurna di dunia ini, namun kita sebagai seorang manusia juga sebetulnya dapat meredam ketidaksempurnaan tersebut dan bukan justru mengambil peluang negatif dari ketidaksempurnaan itu.

Orang baru memang terlihat begitu baik dan mempesona ketimbang pasangan kita saat ini, tetapi ingat bahwa tak ada jaminan untuk kedepannya akan tetap sama.

Perlakukan pasangan Anda sebagaimana Anda ingin diperlakukan!

REFERENSI

  1. Bell, J. (2020, February 19). The psychology of infidelity: Why do we cheat? Retrieved from bigthink.com
  2. Carneta, C. (2020, May 21). Perilaku Tae-oh dan Je-hyuk "The World of The Married" dalam Perspektif Psikologi. Retrieved from kompasiana.com
  3. Dick Jones Communications. (2015, March 19). Study: Emoticons Make Men More Jealous Than Women. Retrieved from newswise.com
  4. Octaviana, B.N., & Abraham, J. (2018). Tolerance for Emotional Internet Infidelity and Its Correlate with Relationship Flourishing. International Journal of Electrical and Computer Engineering, 8, 3158-3168.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun