Identitas BukuÂ
Judul               : Sengsara Membawa Nikmat
Pengarang         : Tulis Sutan Sati
Penerbit           : PT Balai Pustaka
Tahun Terbit       : 1929
Jumlah Halaman   : vi + 206 halaman
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-979-407-360-5Â
Sinopsis
   Novel Sengsara Membawa Nikmat menceritakan kehidupan Midun, pemuda yang berasal dari salah satu kampung di Minangkabau. Midun sangat disukai dan dikasihi oleh orang-orang di kampungnya karena sifatnya yang sopan santun, gagah berani, penyayang, sabar, jago silat, serta tulus dan ikhlas dalam segala hal. Berbeda halnya dengan Kacak yang merupakan keponakan pimpinan kampung di sana. Ia tinggi hati, sombong, perkataannya kasar, dan tidak ada sopan santun. Oleh karena itu, Kacak sangat dibenci orang di kampung itu. Orang-orang memperlakukan Midun dan Kacak sangat berbeda. Kacak pun iri dengan Midun karena ia berpikir bahwa dirinya, yang merupakan keponakan pimpinan kampung, lebih pantas dikasihi daripada Midun yang hanya anak seorang petani biasa.
   Awal mula perselisihan Midun dan Kacak adalah ketika sedang bermain sepak raga.  Kacak yang tidak mau kalah dengan kepandaian Midun, malah membuatnya celaka. Kacak terjatuh ketika ingin menyepak. Orang-orang yang berada di sana menahan tawanya, tidak berani menertawakan Kacak. Saat itu juga, Kadirun, teman masa kecil Midun, berkata,"Cempedak hutan!" Teman-teman Kadirun langsung mengenang perbuatan masa kecilnya dan mereka pun tertawa dengan kencang. Mendengar orang tertawa, Kacak malu dan salah paham. Ia pikir mereka menertawakan dirinya, padahal mereka sedang mengingat kejadian masa lalu. Kacak pun menyerang Midun karena kesal, namun Midun selalu dapat menghindarinya. Kejadian hari itu membuat Kacak semakin membenci Midun. Perselisihan Midun dan Kacak tidak berhenti di situ saja. Ada saat Midun dituduh melukai Pak Inuh, yang memiliki gangguan jiwa dan merupakan keluarga dari Kacak. Lalu, ada juga saat Midun dituduh ingin melakukan sesuatu tidak baik pada istri Kacak.
   Tidak sampai situ saja, beberapa kali Kacak merencanakan untuk membunuh Midun. Ia bahkan membayar Lenggang, orang jahat yang dulunya merupakan pencuri. Percobaan Lenggang untuk membunuh Midun di pacuan kuda gagal. Saat itu terjadi perkelahian yang sangat besar, darah terlihat di mana-mana. Perkelahian itu diberhentikan oleh polisi yang sedang berjaga. Lenggang, Midun, dan Maun, teman dekat Midun, ditangkap. Midun pun dihukum ke penjara di Padang selama enam bulan, Lenggang dihukum setahun penjara dan dibuang ke Bangkahulu, sedangkan Maun bebas dari hukuman.Â
   Suatu hari, ketika Midun sedang menjalankan tugasnya sebagai tahanan, yaitu menyapu, ia menemukan sebuah kalung berlian. Sebelumnya, di sana ada seorang gadis cantik yang tinggal di gedung tidak jauh dari tempat ia menemukan kalung tersebut. Ternyata betul bahwa kalung tersebut dimiliki oleh gadis tersebut, yang bernama Halimah. Tidak lama setelah itu, Midun mendapatkan surat dari Halimah, ia meminta tolong Midun untuk membantunya melarikan diri karena ia dalam bahaya. Setelah Midun keluar dari penjara, ia segera membantu dan pergi mencari ayahnya Halimah di Bogor.Â
   Sudah 2 bulan ia menetap di rumah ayahnya Halimah, Midun merasa tidak enak karena ia pun tidak bekerja di sana. Oleh karena itu, ia memutuskan pergi ke Betawi untuk bekerja. Di Betawi, Midun mendapatkan sebuah rintangan lagi. Ia ditipu oleh Syekh Abdullah, orang berdarah Arab yang ia temui di kereta saat menuju ke Betawi. Midun akhirnya di penjara lagi karena tidak mau memenuhi keinginan Syekh Abdullah. Mendengar kabar itu, Halimah dan ayahnya membantu Midun untuk keluar dari penjara.Â
   Setelah keluar dari penjara, Midun tidak sengaja membantu seorang sinyo Belanda di pasar baru ketika ia sedang makan. Tak disangka, ternyata sinyo Belanda itu merupakan anak dari seorang pejabat terkenal. Midun diberi pekerjaan sebagai bentuk terima kasihnya. Setelah beberapa bulan bekerja, Midun memutuskan untuk menikahi Halimah. Semakin berjalannya waktu, semakin meningkat pula karir Midun. Ia pun meminta bekerja di kampung halamannya dan dikabulkan. Di Minangkabau, ia bertemu dengan keluarga, teman, dan juga Kacak. Midun sangat senang karena bisa bertemu kembali dengan keluarganya, serta Maun. Tidak lama setelah itu, Kacak ditangkap karena menggelapkan uang.Â
Ulasan
   Tulis Sutan Sati merupakan salah satu pengarang angkatan 1920-an atau pengarang Balai Pustaka. Sengsara Membawa Nikmat merupakan karyanya yang terbit pertama kali pada tahun 1929. Sebagai sastrawan, ia telah menulis berbagai jenis karya sastra, baik karya asli maupun saduran dari cerita daerah maupun terjemahan dari bahasa asing. Ia menulis roman dan syair. Beberapa karyanya adalah Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak Disangka (1932), Syair Rosina (saduran tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau), dan masih banyak lagi.
   Pada novel Sengsara Membawa Nikmat, Tulis Sutan Sati dapat menyajikan alur cerita yang seru, tidak membosankan, dan jelas. Ia juga mampu menggambarkan keadaan dan penokohan dari setiap tokohnya dengan sangat jelas. Pembaca dapat ikut serta merasakan emosi dan kejadian-kejadiannya. Ukuran tulisan yang digunakan juga pas, tidak terlalu kecil atau besar, sehingga enak untuk dibaca. Selain itu, banyak amanat yang bisa diambil dari kisah Midun ini.Â
   Akan tetapi, bahasa dan diksi yang digunakan pada novel ini cukup sulit karena banyak menggunakan bahasa lampau, bahasa Melayu, bahasa asing, dan banyak mengandung peribahasa. Contohnya seperti Hoofdcommissaris, lepau nasi, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, pembaca sulit memahami beberapa ceritanya. Lalu, beberapa pencetakannya tidak sama, ada yang tulisannya lebih tebal dan marginnya tidak sama. Selain itu, terdapat salah penulisan di novel ini, yaitu pada halaman 175: karen asenangnya tidur. Sampul novel ini juga dapat dikatakan kurang menarik, sehingga kurang menarik perhatian masyarakat yang ingin membeli buku.Â
   Buku ini cocok dibaca untuk para remaja hingga dewasa, tidak dianjurkan untuk anak-anak karena bahasanya yang lumayan sulit. Selain itu, buku ini tidak cocok untuk anak-anak karena mengandung unsur kekerasan dan kata-kata yang cukup kasar, seperti aksi penikaman dan perkelahian. Buku ini lebih cocok dibaca para laki-laki karena menceritakan kisah seorang pemuda. Amanat yang terkandung di novel ini juga merupakan salah satu alasan mengapa buku ini sangat bagus. Kisah kehidupan Midun mengajarkan bahwa kita harus selalu sabar dan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H