Mohon tunggu...
Cindy Aurelia
Cindy Aurelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penderitaan Berujung Kebahagiaan

1 Oktober 2021   14:02 Diperbarui: 1 Oktober 2021   14:26 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Suatu hari, ketika Midun sedang menjalankan tugasnya sebagai tahanan, yaitu menyapu, ia menemukan sebuah kalung berlian. Sebelumnya, di sana ada seorang gadis cantik yang tinggal di gedung tidak jauh dari tempat ia menemukan kalung tersebut. Ternyata betul bahwa kalung tersebut dimiliki oleh gadis tersebut, yang bernama Halimah. Tidak lama setelah itu, Midun mendapatkan surat dari Halimah, ia meminta tolong Midun untuk membantunya melarikan diri karena ia dalam bahaya. Setelah Midun keluar dari penjara, ia segera membantu dan pergi mencari ayahnya Halimah di Bogor. 

      Sudah 2 bulan ia menetap di rumah ayahnya Halimah, Midun merasa tidak enak karena ia pun tidak bekerja di sana. Oleh karena itu, ia memutuskan pergi ke Betawi untuk bekerja. Di Betawi, Midun mendapatkan sebuah rintangan lagi. Ia ditipu oleh Syekh Abdullah, orang berdarah Arab yang ia temui di kereta saat menuju ke Betawi. Midun akhirnya di penjara lagi karena tidak mau memenuhi keinginan Syekh Abdullah. Mendengar kabar itu, Halimah dan ayahnya membantu Midun untuk keluar dari penjara. 

      Setelah keluar dari penjara, Midun tidak sengaja membantu seorang sinyo Belanda di pasar baru ketika ia sedang makan. Tak disangka, ternyata sinyo Belanda itu merupakan anak dari seorang pejabat terkenal. Midun diberi pekerjaan sebagai bentuk terima kasihnya. Setelah beberapa bulan bekerja, Midun memutuskan untuk menikahi Halimah. Semakin berjalannya waktu, semakin meningkat pula karir Midun. Ia pun meminta bekerja di kampung halamannya dan dikabulkan. Di Minangkabau, ia bertemu dengan keluarga, teman, dan juga Kacak. Midun sangat senang karena bisa bertemu kembali dengan keluarganya, serta Maun. Tidak lama setelah itu, Kacak ditangkap karena menggelapkan uang. 

Ulasan

      Tulis Sutan Sati merupakan salah satu pengarang angkatan 1920-an atau pengarang Balai Pustaka. Sengsara Membawa Nikmat merupakan karyanya yang terbit pertama kali pada tahun 1929. Sebagai sastrawan, ia telah menulis berbagai jenis karya sastra, baik karya asli maupun saduran dari cerita daerah maupun terjemahan dari bahasa asing. Ia menulis roman dan syair. Beberapa karyanya adalah Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak Disangka (1932), Syair Rosina (saduran tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau), dan masih banyak lagi.

      Pada novel Sengsara Membawa Nikmat, Tulis Sutan Sati dapat menyajikan alur cerita yang seru, tidak membosankan, dan jelas. Ia juga mampu menggambarkan keadaan dan penokohan dari setiap tokohnya dengan sangat jelas. Pembaca dapat ikut serta merasakan emosi dan kejadian-kejadiannya. Ukuran tulisan yang digunakan juga pas, tidak terlalu kecil atau besar, sehingga enak untuk dibaca. Selain itu, banyak amanat yang bisa diambil dari kisah Midun ini. 

      Akan tetapi, bahasa dan diksi yang digunakan pada novel ini cukup sulit karena banyak menggunakan bahasa lampau, bahasa Melayu, bahasa asing, dan banyak mengandung peribahasa. Contohnya seperti Hoofdcommissaris, lepau nasi, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, pembaca sulit memahami beberapa ceritanya. Lalu, beberapa pencetakannya tidak sama, ada yang tulisannya lebih tebal dan marginnya tidak sama. Selain itu, terdapat salah penulisan di novel ini, yaitu pada halaman 175: karen asenangnya tidur. Sampul novel ini juga dapat dikatakan kurang menarik, sehingga kurang menarik perhatian masyarakat yang ingin membeli buku. 

      Buku ini cocok dibaca untuk para remaja hingga dewasa, tidak dianjurkan untuk anak-anak karena bahasanya yang lumayan sulit. Selain itu, buku ini tidak cocok untuk anak-anak karena mengandung unsur kekerasan dan kata-kata yang cukup kasar, seperti aksi penikaman dan perkelahian. Buku ini lebih cocok dibaca para laki-laki karena menceritakan kisah seorang pemuda. Amanat yang terkandung di novel ini juga merupakan salah satu alasan mengapa buku ini sangat bagus. Kisah kehidupan Midun mengajarkan bahwa kita harus selalu sabar dan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun