Mohon tunggu...
Cindy KiaraSumantri
Cindy KiaraSumantri Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Membaca berita untuk edukasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bagaimana Strategi BI mendorong Peningkatan Intermediasi di Tengah Ketidakpastian Global

3 Juni 2024   22:41 Diperbarui: 5 Juni 2024   11:38 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stabilitas makro tidak akan bisa dicapai apabila kita tidak bisa menjaga stabilitas sistem sektor keuangan. Perubahan dari VUCA ke TUNA. Era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity telah berubah menjadi TUNA (Turbulence, Uncertainty, Novelty Ambiguity. Kondisi turbulence kian terjadi karena ada perubahan akan produk baru, pasar baru, persaingan disertai dengan ketidakpastian kondisi, serta munculnya teknologi baru yang sangat cepat. Kondisi tersebut membuat tantangan di dunia industri semakin kompetitif. Kuncinya disini adalah kita harus bertahan kuat dan maju naik kelas.

Mau tidak mau secara alamiah kita menghadapi perkembangan Lingstra (Lingkungan Strategis) sehingga negara dan masyarakat butuh kolaborasi. Tujuan kebijakan harus memperhatikan siklikal dan struktural.  Mandat BI sekarang semakin jelas. Sebelum UU P2SK 2023 isinya yakni mencapai & memelihara stabilitas nilai Rupiah seperti inflasi dan nilai tukar, turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) melalui pengaturan & pengawasan makroprudensial. Namun, sekarang kita harus share responsibility, yakni turut menjaga stabilitas sistem keuangan (tugas bersama), karena tidak semua instrumen keuangan negara itu dimiliki oleh BI.

Tantangan kebijakan semakin kompleks sehingga instrumen yang dibutuhkan juga sangat berharga. Multiple challenges harus di-adressed dengan multiple instrument. Tidak saling eliminasi atau overkill. Oleh sebab itu, ada digunakanlah kebijakan makroprudensial yang lebih fleksibel, dan bersifat countercyclical dengan menggunakan instrumen-instrumen yang mendorong terciptanya stabilitas, tidak perlu menaikan suku bunga secara keseluruhan.

Bauran kebijakan BI adalah untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan (sustainability). Kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran adalah fonesik untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan. Perlu kita ingat lagi bahwa 3 dimensi dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah stabilitas, pertumbuhan, dan inklusi.

Framework dan instrumen kebijakan makroprudensial diwujudkan dalam 3 hal :

  • Ketahanan sistem keuangan

  • Kredit / pembiayaan optimal

  • Ekonomi keuangan inklusi

Terdapat instrumen untuk mendorong kredit/pembayaran, instrumen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dan instrumen untuk memperdalam ekonomi keuangan inklusi dan hijau. Mencapai goals ini harus dengan kredibilitas. Practice ahead of the theory. Pemikiran boleh kritis dan improving, praktek itu evolving.

Perkembangan SSK dan Kebijakan Makroprudensial Terkini

Ada istilah Macro Financial linkages : prospek pertumbuhan kredit terjaga ditengah ketidakpastian yang tinggi. Lingkungan strategik yang global maupun domestik ujung-ujungnya ada bicara tentang transmisi, trade channel atau spillover-nya. Dari sisi keuangan ada perbankan, ada IKNB. Dari sisi sektor rill ada rumah tangga, ada korporasi & UMKM. Yang menjadi highlight di tengah ketidakpastian ini adalah kita harus bersyukur bahwa sistem keuangan kita terjaga dengan baik khususnya dalam pembiayaan. Di sisi demand peluangnya terdapat kinerja yang tetap tumbuh positif, konsumsi rumah tangga terjaga. Di sisi supply peluangnya yakni lending appetite bank terjaga, kapasitas bank memadai dipotong sebagai realokasi aset bank, ketahanan likuiditas dan permodalan, serta risiko kredit bank terjaga. 

Tantangannya disini adalah spillover ketidakpastian global terhadap ketahanan SK dan belum kuatnya pertumbuhan DPK. Kalau BI menaikkan suku bunga ada takarannya, ada alasannya khususnya yakni 25 basis poin. Bersyukur kredit kita tumbuh cukup kuat yakni 15% dibutuhkan untuk menopang pembiayaan dan pembangunan. Kreditnya dilihat dari sisi supply dan demandnya dilihat sustainable atau tidak. Indeks lending requirement masih longgar mengalami penurunan.

Kenaikan suku bunga yg kemarin diperhitungkan masih wajar sehingga dampaknya masih minimal. Secara historis pelemahan nilai tukar yang disertai inflasi berdampak terbatas pada penurunan konsumsi RT seiring pendapatan yang terjaga, tetapi kenaikan pengeluaran rumah tangga pada beberapa kelompok barang dan import content yang berdampak pada kenaikan nilai tukar masih bisa ditoleransi.

Ketahanan korporasi dan RT bisa terlihat dari ICR yg masih tinggi dan LAR yg menurun. Forum gubernur yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali, melihat bagaimana logic kedepan. Pertumbuhan kredit diperkirakan bisa sampai 10-12% pada 2024 dan meningkat 11-13% pada 2025. Stabilitas sistem keuangan juga untungnya terjaga. Hasil stress-test menunjukkan ketahanan sistem keuangan dari dampak gejolak global. Esensi dari kebijakan countercyclical disini yaitu pada saat di bawah didorong, pada saat diatas direm.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun