Mohon tunggu...
Cindy Claudia
Cindy Claudia Mohon Tunggu... Lainnya - Nama saya Cindy Claudia, biasa dipanggil Cindy

Saya Cindy Claudia, saya merupakan anak psikologi semester 3 di salah satu universitas Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Agama dan Politik di Indonesia

31 Oktober 2021   12:24 Diperbarui: 31 Oktober 2021   12:40 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu agama di Indonesia tidak pernah lepas dari politik. Perwujudan politik identitas yang memanfaatkan agama sebagai alasan utamanya sudah meliputi iklim politik sejak dari masa kemerdekaan. Apa itu politik identitas? Politik identitas menurut Muhtar Haboddin pada tahun 2012, merupakan alat digunakan untuk manipulasi dan menggalang politik yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan politik. Jadi, yang digunakan untuk kepentingan politik ini adalah penggunaan agama sebagai alat untuk mendapatkan tujuan-tujuan politik dan kepentingan politik tertentu, yang biasa disebut dengan politisasi agama. 

Penyalahgunaan agama tersebut dapat mengakibatkan pengabaian terhadap nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama tersebut melainkan larangan-larangan mengenai korupsi, suap menyuap, atau hal-hal yang berdampak pada masyarakat dan pemerintah, yang mana hal-hal seperti ini cukup banyak dilakukan oleh orang-orang yang ingin meraih keuntungan dan kekuasaan. Jika dilihat kembali untuk saat ini pemerintah masih belum melaksanakan nilai-nilai agama dengan baik dalam berpolitik.

Menurut jurnal artikel yang dibuat oleh Budi Kurniawan pada tahun 2018 yang berjudul "Politisasi Agama di Tahun Politik", menguatnya politisi agama berada pada tahun 2017 pada saat Pilkada DKI Jakarta. Ketika Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta dengan lawannya yaitu Anies Baswedan, kemudian hal ini memunculkan berbagai sentimen agama yang dimanfaatkan oleh beberapa pihak tertentu untuk kepentingan politik. 

Politisasi agama ini merupakan hal yang tidak luput dari suku, agama, ras dan antar golongan. Sentimen agama muncul karena masing-masing calon gubernur tersebut memiliki agama, suku dan ras yang berbeda. Di samping itu, kasus terjeratnya Ahok dalam penistaan agama menjadikan aset politik bagi lawan politik dalam memanfaatkan sentimen agama dalam kompetisi pemilihan nantinya.

Menurut BBC News pada tahun 2017, Ahok juga mengatakan bahwa ia tidak menghina suatu golongan apa pun, kemudian ia juga mengatakan bahwa perbuatan fitnah berkelanjutan yang dapat membawakan stigma yang tidak baik, tuduhan terus menerus diulang dan diarahkan kepadanya seperti propaganda Nazi Jerman yang berkata bahwa dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran, yang mana dugaan tersebut sering dijumpai di masjid-masjid, media sosial, obrolan sehari-hari sehingga hal itu seakan-akan sudah menjadi kepastian. 

Indonesia memiliki kaum mayoritas yang beragama muslim, hal ini dapat membuat oknum-oknum tersebut merasa mempunyai privilese, yang mana memudahkan mereka untuk menyalahgunakan agama sebagai kepentingan politiknya untuk mendapatkan kekuasaan. Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas beragama muslim, hal ini akan mempengaruhi pemilih calon pemimpin yang beragama muslim menjadi suatu strategi yang paling efektif ketika mendapatkan suara dalam pemilihan pemimpin.

Kemudian mobilisasi massa dalam aksi demo 411 dan 212 menunjukkan solidaritas kaum agama Islam yang kuat di Jakarta dan berbagai daerah lainnya yang ikut merespons mengenai penistaan agama yang dilakukan Ahok. Menurut Kresna tahun 2017, mobilisasi massa tersebut merupakan salah satu dari politisasi agama sehingga peristiwa tersebut dijadikan tempat politik praktis untuk menyampaikan dan mengajak massa mengenai apa yang mereka tahu tentang kepemimpinan non muslim yang bersifat haram dalam Islam atau dengan kata lain mereka harus memilih pemimpin yang satu agama dan adanya ancaman apabila seorang muslim memilih pemimpin non muslim tidak akan disalatkan jenazahnya ketika meninggal. 

Masyarakat yang diancam seperti ini mungkin akan menjadi takut akan dosa. Hal ini merupakan tindakan atau cara-cara yang tidak sehat yang dapat menyebabkan ketidakadilan, menurut saya siapa pun pelakunya yang menjadi pelopor hal tersebut perlu ditindak agar tidak memicu kericuhan antar sesama. Politik praktis ini berbahaya karena oknum dapat menghalalkan berbagai cara untuk menjatuhkan lawannya dengan hal tersebut. Selain itu, masyarakat yang kurang memahami terhadap agama itu sendiri, membuat oknum-oknum dengan mudah memanfaatkan keadaan tersebut demi kepentingan pribadi. 

Masyarakat tersebut dapat mudah terbakar emosinya sehingga menjadikan mereka berpikiran irasional yang dapat menimbulkan sikap diskriminatif pada calon pemimpinnya. Sikap diskriminatif ini ketika masyarakat muslim di Indonesia tidak menerima kehadiran pemimpin yang beragama non muslim. Bahaya dari politisasi agama ini dapat menyebabkan konflik perpecahan dan ujaran kebencian.

Solusi yang mungkin dapat ditawarkan dalam isu agama dan politik adalah perlunya toleransi terhadap perbedaan agama, suku, ras dan antar golongan karena tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia memiliki keberagaman agama. Agama tersebut terdiri dari 6 yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Yang mana dari keenam agama tersebut perlu adanya toleransi sehingga hal ini dapat memunculkan sikap menghargai dan menghormati perbedaan yang dimiliki oleh pemimpin yang berbeda keyakinan dan juga menghargai setiap pilihan politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun