Mohon tunggu...
Cindy Lai
Cindy Lai Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang perempuan yang senang membaca, menulis, mendengarkan musik, memasak, dan travelling. sedang ingin belajar membatik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibuku bukan yang paling sempurna di dunia

22 Desember 2010   05:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:30 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada manusia yang sempurna, itu kata pepatah. Begitu juga ibuku yang aku percaya melahirkan aku dengan susah payah. Ibuku sudah punya anak di umur yang sangat muda, bahkan untuk ukuran wanita seangkatannya, waktu itu usianya baru 20 tahun ketika menikah dan 21 tahun saat melahirkanku. Di antara teman-temannya, dia yang paling pertama menikah dan punya anak. Kalau sekarang teman-temannya baru punya anak usia 20-an, Ibuku sudah mau mengawinkan anaknya yang hampir kepala "3" sebentar lagi dan menimang cucu. Memangnya dia punya pengalaman yang cukup sebagai Ibu? Atau bahkan adakah temannya yang bisa diajak curhat pada jaman itu? Aku rasa, minim sekali. Teman-temannya saat itu sedang asyik menjadi mahasiswi atau pegawai kantoran, sedangkan dia harus di rumah mengurus anak. Terlebih lagi ketika 4 tahun kemudian adikku semata wayang hadir dan mulai mengacaukan hidupnya sebagai wanita, karena adikku sakit-sakitan. Tidak berbekal pengalaman yang cukup, tak punya kepintaran dalam mengurus anak, tapi dia hanya berusaha yang terbaik, aku tahu itu.

Hubunganku dengan ibu juga tidak bisa dibilang selalu baik dan mulus. Sejak kecil, kalau aku nakal, tak terhitung berapa kali aku dicubit, dijewer, dan dihukum berdiri di pojok ruangan. Memangnya aku kapok? Tidak. Karena sejak kecil jiwa bebas dan pemberontakku sudah tampak. Lalu, ketika memasuki usia remaja yang membangkang, aku sering bersitegang dengannya. Berapa kali aku membohonginya? Sudah tak terhitung jari, baik jari tangan maupun kaki. Sampai menuju dewasa pun sering kali kami berseteru karena kekerasan kepalanya yang tidak mau melunak juga walau sekian tahun sudah menjadi Ibu. Tetapi aku juga tahu, dia keras kepala tidak mau menyerah sebagai Ibu. Beberapa kali jatuh bangun bertengkar denganku, akhirnya kami saling mengerti satu sama lain.

Aku tahu, dia bukan Ibu yang paling sempurna di dunia, karena tidak ada manusia yang sempurna di dunia. Sampai hari ini pun aku sering beradu argumen dengannya, tetapi itu lah Ibuku. Darinya aku justru belajar bagaimana menjadi seorang Ibu. Usia yang muda bukanlah penghalang baginya untuk menjadi Ibu. Mungkin Ibuku juga kurang mengerti bagaimana bersabar terhadap anak-anaknya karena pelajaran pendidikan terhadap anak ataupun buku-buku tentang mendidik anak pada masanya tidak selengkap jaman sekarang, tetapi dia belajar dengan caranya sendiri untuk menjadi Ibu. Dia tidak pernah minta dihargai sebagai Ibu, dia hanya ingin supaya apa yang dimintanya dari kami sebagai anak-anaknya bisa terwujud. Permintaannya juga tidak pernah aneh-aneh. Dia tidak minta supaya kami jadi orang kaya, punya banyak uang, dan membelikannya barang-barang bermerek. Permintaannya kadang sederhana, seperti mematikan air setelah mandi, mencuci piring setelah makan, dan membereskan kamar. Kalau hal kecil itu saja kami tidak melakukannya, wahh... marahnya bukan main. Tapi, kemudian dia akan mereda dan mengerjakannya sendiri, walau kadang aku tahu sambil mendongkol.

Makanya aku katakan bahwa Ibuku bukanlah Ibu yang paling sempurna di dunia. Tapi, bagaimanapun dia dengan segala keterbatasannya sebagai Ibu, dia tetaplah Ibuku yang sudah mengandung aku dan adikku selama 9 bulan penuh dan melahirkan kami dengan peluh. Semenjengkelkan apapun Ibuku, aku tetaplah anaknya. Aku tahu, bukan intan permata yang Ibu minta dariku, tetapi cukup perhatian terhadap Ibu, itu sudah cukup. Kalau sebagai anak aku selalu membangkang, dan sebagai Ibu kau selalu cerewet, itu masih wajar lah, dan aku tahu hubungan Ibu-Anak yang kita miliki bukanlah yang paling sempurna juga di dunia, tetapi kita saling mencintai, itu cukup bagi kita untuk terus hidup bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun