Â
Dalam buku  Y.B Mangunwijaya yang berjudul Gereja diaspora, mengatakan bahwa gereja diaspora merupakan gereja metropolitan yang terbuka pada perkembangan zaman yang ada. Dalam proses pelayanan pada gereja diaspora, gereja dimaknai sebagai wadah yang relevan namun hal ini terlepas dari hubungan pastoral dimana orang bebas memilih siapa yang mendampigi mereka.Â
Isi dalam situasi pelayanan Diaspora secara tegas dinyatakan oleh Mangunwijaya sebagai yang terbuka dengan segala macam perubahan yang ada. Namun memang dalam keterbukaan patut diingat bahwa Gereja tetaplah perlu mengimbangi perihal keyakinan yang tetap merupakan jantung serta identitas diri yang mutlak tidak akan berubah. Siap terbuka dan menyesuaikan diri namun senantiasa aktif menjadi penyumbang serta perantara rahmat Tuhan bagi dunia.Â
 Gereja diaspora merupakan Gereja kaum awam yang dimana umatnya itu ialah oleh sembarang orang tapi yang memiliki iman terhadap Yesus Kristus. Dalam gereja ini memiliki ciri-ciri yang menonjol, yaitu saling tolong-menolong, berdoa bersama yang memang itu dilakukan atas dasar keinginan hati nurani bukan kerena atas suruhan ataupun perintah berdasarkan hukum Gereja.
Dalam penataan gereja ini, adapun yang menjadi fungsi dari para Rasul ialah sebagai pelayan doa dan firman Allah yang berfungsi sebagai imam. Ada juga sebagai pelayan diakonia dengan melakukan pelayanan kasih kepada sesama umat miskin terkhusus kepada janda. Pelayan-pelayan diakon pun dipilih karena memiliki kepribadian yang terkenal baik dan yang dipenuhi dengan roh dan hikmat.
Gereja diaspora pada masa kini dapat dibilang benda penunjuk ialah alat telepon genggam (handphone) dimana suatu fitur sekaligus undangan bahkan desakan agar dapat terus menerus saling sambung untuk berkomunikasi. Serba ingin omong dan mengobrol yang melebih-lebihkan (over-acting) seperti inilah sistem gereja modern yang berperinsip diaspora yang memiliki situasi yang efektif. Seolah-olah setiap warga atau paling sedikit aktivitas warga umat punya handphone (dalam arti mental dan rohani) agar dapat saling berkomunikasi dengan jarak jauh dengan siapa pun di seluruh dunia yang situasional dan kontekstual, yang ia perlukan sebagai rekan dialog.Â
Jadi inilah yang menajadi corak dari cara berkomunikasi dalam suatu kesatuan terotorial agraris ibarat cara-cara titik simpul dalam suatu jaringan luas yang bekerja melalui jaringan internet. Struktur gereja diaspora dibuat menjadi struktur gereja jaringan saraf yang amat fleksibel dengan jangkuan bagaikan internet, dengan titik simpul yang saling komunikatif bagaikan pemegang handphone.
 Selain itu juga melihat dari konteks gereja diaspora yang menyesuaikan dengan keadaan, maka hal yang sama juga terjadi pada GKI Soka Salatiga yaitu melalui pemanfaata media yang ada seperti situs web yang bisa diakses secara online, yaitu melalui link tree yang ada pada situs GKI  Soka, jemaat bisa dengan muda melihat seluruh jadwal pelayanan, liturgi, dan warta jemaaatnya.Â
GKI Soka Salatiga yang berdiri ditengah masyarakat non Kristen, tetap mempertahankan entitas keutuhan gereja melalui pelayanannya. Gereja memiliki  kesempatan untuk memperbaiki relasi yang agar kembali utuh dengan kaum mayoritas  Hal inilah yang menunjukan bahwa adanya transformasi pelayanan GKI Soka Salatiga yang disesuaikan dengan gereja diaspora menurut Y.B Mangunwijaya
 Â
KesimpulanÂ