Mohon tunggu...
cindelaras 29
cindelaras 29 Mohon Tunggu... -

Makhluk kurus kecil yang lahir pada 29 Mei 1983 itu menangis kedinginan. Oleh kedua Orang Tuanya, jabang bayi yang masih merah itu diberi nama Cindelaras. **Salam kenal untuk: Pilot, Co Pilot & Crew serta seluruh penumpang pesawat luar angkasa KOMPASIANA. Assalamualaikum WW**

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rakyat Butuh Air, Negara Tak Hadir?

26 Juli 2015   15:52 Diperbarui: 26 Juli 2015   15:52 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang petani duduk termenung, murung memandangi hamparan sawah yang kering kerontang. Sedepa kegagalan tampak jelas menghadang di depan mata. Jika sawah dan ladang adalah jantung yang senantiasa memompa denyut nadi dari segenap kehidupannya, maka kemarau panjang yang tengah menerjang merupakan kenyataan yang harus mereka telan, betapapun pahitnya.

Ini baru sebagian dari kepahitan. Yang sebagian lagi, mereka harus bergelut dengan kepahitan yang lain, alangkah sulit mendapatkan air bersih demi memenuhi hajat hidupnya. Tak jarang mereka terpaksa harus menggunakan air tak layak kunsumsi.

Mana dia, para pejabat pemangku kekuasaan? Mana dia, peran nyata negara?

Teriakan rakyat parau sudah. Ketiadaan air bersih telah membuatnya gundah. Akankah mereka kita biarkan mati nelangsa?

Jokowi, melalui kebijakan pemerintahannya memang sedang membangun sejumlah Waduk ataupun Embung di berbagai wilayah. Akan tetapi ini merupakan rintisan demi kebutuhan masa  depan. Sementara, rakyat butuh air sekarang, saat ini, ketika Elnino effect konon bakal menimbulkan kemarau maha panjang.

Jawaban untuk mengatasi kelangkaan air bersih pada saat kemarau seperti sekarang ini memang tak dapat dilakukan dengan cara instan.

Suka atau tidak, para pejabat pemangku kekuasaan di negeri ini terkesan tak memiliki idialisme untuk melakukan antisipasi terhadap segala sesuatu yang akan terjadi. Yang ada, mereka cepat bereaksi dengan cara mereka sendiri ketika terjadi sesuatu. Bereaksi sesaat, dan yang sesaat lagi, biasanya tak terdengar lagi gaungnya. Toh rakyat pun sudah melupakannya. Layakkah demikian?

Padahal, persada bumi pertiwi, negeri nan subur loh jinawi ini hampir seluruh wilayahnya dikelilingi laut. Matahari bersinar sepanjang tahun. Tiupan angin tak pernah berhenti berhembus.

Jika sudi, kebutuhan air bersih  bisa didapatkan dengan cara membuat kiincir-kincir angin atau dengan menggunakan mesin pengubah air laut menjadi air tawar. Wujudnya ada, bahkan negara-negara yang tak memiliki sumber air bersih sudah menggunakan tehnologi ini. Tak mampukah negeri ini mengadakannya?

Mengelola negara atau wilayah mustinya seperti cara bermain catur. Harus selalu ada pemikiran untuk melakukan langkah berikut guna  mengantisipasi situasi yang akan terjadi, bakal dialami. Tanpa ini semua, kita hanya akan menjadi negara gagap, negara yang selalu tertinggal. Akan selalu mendapat sebutan sebagai negara berkembang melulu, sulit menggapai predikat sebagai negara maju.

Wahai para pejabat negara pemangku kekuasaan! Teriakan rakyat parau sudah. Kelangkaan air bersih telah membuat mereka gundah. Akankah mereka kita biarkan mati nelangsa? Subhanallah!

- Materi pendukung tulisan ini dikutip dari berbagai sumber.

- Selamat sore Indonesia!

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun