"Kadang dikejar-kejar sama polisi, mbak.. Bahkan diuntit sampe hampir setahunan gitu karena dikira pengedar narkoba.." Ucap Pak De kepada penulis di Rabu malam itu.
Hari Rabu yang lalu, tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024, hari valentine, hari pesta demokrasi Indonesia digalangkan. "Temenin ke Jabung, yok!" Ujar teman penulis. "Okay.." .Â
Perjalanan selama kurang lebih 30-an menit mengantarkan penulis ke Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Bertamu ke salah satu rumah masyarakat desa setempat, lebih tepatnya 'nyambang' ke rumah coach  KKM teman penulis. Awalnya, penulis merasa sangat canggung ketika bertemu seorang mbak berambut pendek nan ikal disana. Diam seribu bahasa. Namun ketika bapak-bapak berparas sedikit ke-'korea'-an (kulit putih, hidung kecil, dan mata kecil) nimbrung, barulah penulis mendengarkan berbagai cerita unik, lucu, dan penuh perjuangan disana.
Pak De sebutannya, salah satu anggota Republik Gubuk di Kecamatan Jabung yang bercerita dengan penuh semangat. Secara singkatnya, Republik Gubuk merupakan merupakan sebuah wadah gerakan literasi dalam pembentukan karakter untuk masyarakat di Malang, khususnya di Dusun Gandon Barat, Sukolilo, Jabung, Kabupaten Malang. Â "Jadi mbak, kami ini memperkenalkan Topeng Jabung yang sudah punah di daerah sini. Mbak tau Topeng Jabung?" Tanya Pak De. "Ndak, Pakk.." Respon Penulis. "Topeng Jabung itu hampir sama kayak Topeng Malangan, mbak. Nah, anak-anak sekarang itu gaada yang tau budaya kampungnya sendiri. Prihatin saya, mbak. Jadi saya bareng rekan-rekan saya yang lain memperjuangkan itu. Saya ini kan dulu pengedar (narkoba) yo mbak, cuman saya tu ditarik sama Pak Irul (pendiri Republik Gubuk) buat ikut kegiatan yang berfaedah gitu lah bahasanya ya, mbak. Jadi saya tu mantan preman, belajar nari, mbak.." Pak De cerita sambil tertawa terbahak-bahak sampai eye smile-nya tidak memperlihatkan bola mata sama sekali.
"Tangan sama badan yang kaku gini belajar nari, hampir setengah tahun. Setelah itu, saya sama rekan-rekan pergi keliling wilayah Desa Slamparejo ini, pakai mobil pick-up, mbak. Mbak bayangkan saja, ada yang bawa sound besar, ada yang bawa alat musik seperti gendang besar, sembari kami semua nari Topeng Jabung. Kami setahunan seperti itu terus, mbak. Dan sedihnya, dulu tu ndak ada yang mau nonton. Orang-orang sekarang pedulinya sama hp, pargoy. Tapi yaudah kami tetap keliling aja gitu, mbak. Lama-kelamaan syukur ada juga yang nonton.." Kata Pak De. "Iya ada yang nonton, tapi gegara kasihan itu mbak.." Sambung teman Pak De sambil ngakak. Kami semua pun ikut tertawa terpingkal-pingkal.
"Ngerinya lagi ya, kadang kami dikejar-kejar sama polisi, mbak.. Bahkan diuntit sampe hampir setahunan gitu karena dikira pengedar narkoba. Diikutin sampe malam gitu, ada yang berlagak jadi tukang bakso, jualan sayur, pokoknya macam-macam lah. Karena yaa.. kami ini memang mantan preman semuanya, mbak. Padahal itu kan dulu, sekarang dah tobat."
"Tapi Alhamdulillah sekarang sudah pada kenal masyarakatnya sama Topeng Jabung, mbak. Oiya, kami disini ga cuma memperkenalkan budaya yang punah mbak, ada juga kegiatan bagi-bagi makan gratis untuk kaum tidak mampu dan penyandang disabilitas.."
"Masya Allah.. Itu berarti memang langsung survey lapangan ya pak untuk nge-list siapa aja yang dapat makan gratis. Trus dananya dari mana pak?" Tanya penulis.
"Iya, mbak. Jadi tim dibagi untuk ngecek keadaan masyarakat. Kalau terkait dana, kami ada kerja sama perangkat desa juga. Kurang lebih begitu. Eh, mbak tau bambu panjang buat irigasi, ndak?" Lanjut Pak De bertanya kepada penulis. "Ndak, pak.." Respon penulis. "Nah ini, saya juga ada rencana mau bangun Museum Kampung, mbak. Jadi nanti museumnya diisi dengan semisal alat memasak zaman dulu yang tidak lagi digunakan atau peralatan klasik seperti penyalur air dari bambu, dan lain-lain. Kalau mbak ada waktu, ntar main kesini lagi." Kata Pak De.
Sebenarnya masih banyak cerita unik berikutnya dari Pak De, namun karena keterbatasan waktu dari penulis, cukup ini saja yang dibagikan terlebih dahulu kepada para pembaca yang penulis hormati.
Kita bisa mengambil hikmah bersama, bahwasa yang namanya 'berjuang' pasti sulit, namun kalau bukan kita yang akan berjuang, siapa lagi?
Ucapan salam dan semangat penulis haturkan kepada para pejuang pendidikan, budaya, dan kemanusiaan di Indonesia. Semoga Allah selalu memberkati saya, anda, dan kita semua..
Wallahu a'lam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H