"Get the habit of analysis-analysis will in time enable synthesis to become your habit of mind."Â
- Frank Lloyd Wright
Kepekaan sosial merupakan harga mati seorang akademisi. Kepekaan bisa didapatkan melalui analisa sosial yang terus-menerus dilakukan. Bisa dimulai dengan memperhatikan lingkungan, observasi ke berbagai tempat, kemudian refleksikan dengan situasi kondisi yang seharusnya terjadi, serta bagian terakhir yakni hasil analisa sosial ditulis agar menjadi jejak rekaman sebagai bentuk evaluasi kita bersama.Â
Masih di Istanbul, penulis yang kedinginan dengan suhu 3 derajat di pagi hari waktu setempat masih sempat-sempatnya merasa kepanasan sebab melihat kondisi Istanbul yang sangat bertolak belakang dengan Samsun. Di Istanbul, parkir kendaraan banyak yang berantakan, bahkan ada yang parkir di tengah jalan. Beberapa orang juga berkendara dengan sembarangan, serobot sana-sini. Walaupun hotel yang ditempati penulis berada di pusat kota, namun jalanan sempit yang mana lajur kanan atau kiri dari kendaraan sangat tidak jelas. Suara klakson terdengar sangat nyaring di telinga. Pagi yang sangat mengganggu mood.Â
Pengembaraan hari ini dibuka oleh tour guide asal Istanbul yang menjelaskan bahwa Istanbul merupakan kota lama dengan masyarakat yang berdomisili mayoritas merupakan imigran asal Iran, Irak, Afghanistan, Palestina, Syiria, bahkan Israel. Karena itu, Istanbul sangat rentan dengan pencurian di jalan maupun pusat perbelanjaan. Masyarakat lokal tinggal di daerah lain dikarenakan macet serta tingkat kriminalitas yang cukup tinggi di kota asal mereka ini.Â
Setelah beberapa menit perjalanan, penulis singgah di toko Levinson yang ternyata turut mengekspor kulit ke Indonesia. Setelah itu, beralih ke Haghia Sophia dan Masjid Biru menggunakan kapal dengan durasi perjalanan kurang lebih 1 jam. Mendirikan shalat jamak Zuhur-Ashar berjamaah begitu syahdu di dalam masjid. Nuansa gelap ruangan tidak termotif mencekam, malah rasa kedekatan antara kita sebagai hamba dengan Sang Maha Kuasa begitu mesra. Haghia Sophia memang penuh misteri. Sebagai masjid yang merupakan bekas gereja, masih terdapat beberapa lukisan-lukisan wajah juga salib berada di sana. Bunda Maria yang lukisannya berada di antara kalighrafi Allah dan Muhammad turut mengalihkan perhatian penulis. Namun, sebagian ditutupi dengan kain dan ditimpa dengan hiasan bunga, sedangkan sebagian lainnya masih dibiarkan seadanya. Ntah apa maksud dan tujuan masjid tidak direnovasi secara sempurna agar aura islamic kental terasa. Apakah mungkin beberapa bagian antik dari gereja dibiarkan agar aspek historis dibangunnya Haghia Sophia tetap terjaga?
Wallahu a'lam