Mohon tunggu...
CikRin
CikRin Mohon Tunggu... -

segala sesuatu akan indah pada waktunya, bila kita menabur pada waktunya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Am I Nerd?

1 Desember 2012   08:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:22 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapar. Itulah yang terbersit dalam pikiran saya setelah mendatangi sebuah expo pendidikan di salah satu hotel berbintang. Tidak mungkin saya makan di hotel, jelas dan pasti. Harganya sudah tidak masuk di kantong meskipun mampu di bayar. Teringatlah saya pada salah seorang teman yang kostnya dekat dengan hotel tersebut. Saya kemudian menghubungi dan mengajak makan, tapi ternyata dia baru saja selesai makan tapi dia bersedia menemani makan. Maka saya pun segera mengambil motor untuk meluncur ke kostnya. Jalanan begitu berliku di tambah lagi saya hanya baru sekali melewatinya. Suasana malam cukup membuat perjalanan ini menjadi lebih menantang. Seperti permainan labirin, saya harus beberapa kali melakukan putar balik karena salah arah. Sempat terlintas pikiran untuk menyerah dan memberi kabar, “Gak jadi makan ya”. Tapi “permainan” ini terlalu tanggung untuk disudahi.

Sesampainya saya di sana, kami langsung menuju salah satu warung yang tidak terlalu jauh. Masih saja saya merasakan jet lang, melihat jalan yang hampir mirip dan berliku-liku. Saya memang baru saja kenal dengan teman saya yang satu ini. Tidak banyak yang saya ketahui darinya. Hanya mengetahui jurusan dan dimana dia bekerja serta track record pekerjaan yang sebelumnya.

Untunglah kami satu jurusan sehingga bisa melanjutkan pembicaraan tentang suka duka di dunia akuntansi. Sejauh ini, saya kerap bertemu dengan teman-teman yang tidak menyukai akuntasi. Selalu mencari pekerjaan yang tidak berhubungan dengan akuntansi. Mungkin bisa dikatakan bahwa mata kuliah yang tidak di sukai adalah Akuntansi. Lantas kenapa mengambil akuntansi. Bahkan ada seorang teman yang bahkan sudah sampai mengambil profesi. Hidup mungkin tidak bisa sejalan dengan apa yang diinginkan. Ada banyak faktor eksternal yang akhirnya mengarahkan hidup ini pada pilihan yang tidak sesuai dengan kata hati.

Mungkin akan lebih menyenangkan bila saya menceritakan apa yang dikatakan oleh teman saya tersebut.

Dia bercerita tentang asal muasal dia memilih kuliah di akuntansi. Orang tuanya meminta untuk mengambil jurusan Sastra Inggris karena di universitas tempat dia kuliah, jurusan tersebut adalah yang terbaik. Tapi dia memberikan penjelasan kepada orang tuanya bahwa dia menyukai akuntansi dan daripada mengambil jurusan favorit tapi tidak maksimal, lebih baik mengambil akuntasi dimana bidang tersebut disukai dan bisa memberikan serta melakukan yang terbaik. Maka resmilah teman saya tersebut kuliah di akuntansi. Hasilnya? Lulus cepat dan cumlaude. Saya sempat terdiam sesaat mendengar ceritanya. Bagaimana dia mengambil keputusan yang bertentangan dengan apa yang diinginkan orang tuanya. Namun, dia berani mengutarakan hal tesebut dan memberikan penjelasan atas dasar keputusannya. Saya? Lebih memilih untuk mengikuti apa yang dianjurkan. Teman saya berpesan bahwa kitalah yang menjalani dan merasakan hidup ini. Orang tua pasti berharap anaknya mendapatkan yang terbaik tapi kadangkala terjadi gap informasi antara orang tua dan anak. Hal tersebutlah yang kadang menyebabkan terjadi perbedaan pendapat. Pesan yang sama pun saya dengar dari salah seorang teman yang menasehati temannya perihal perbedaan pendapat memilih lokasi rumah (antara anak dan orang tua). Kita yang menjalani hidup dan pastikan terlebih dahulu apa dasar pengambilan keputusan tersebut setelah itu utarakan. Bila keputusan yang dihasilkan tidak memiliki dasar, maka keputusan tersebut dapat dengan mudah tergoyahkan. So, tanyakan pada hati, mau di bawa kemana hidup ini?

Lanjut kepada cerita selanjutnya. Dulu saya sempat berpikir, kenapa saya dapat merasakan betapa nikmatnya bila bisa menghasilkan laporan neraca, rekonsiliasi, dll dapat balance. Tapi teman-teman saya tidak. Jadi apakah saya yang aneh? Belum tentu. Ternyata aneh itu belum tentu aneh. Maksudnya? Bisa jadi kita hanya belum menemukan “partner” yang sama. Partner yang sama-sama merasakan indahnya hidup bila berhasil membuat neraca yang balance. Melakukan koreksi jurnal tanpa re-class. Saya jadi teringat dengan salah seorang anak les yang mengatakan, “Paling males tu kalo ngerjain jurnal koreksi bikin pusing”. Tapi apa yang saya katakan padanya, “Di antara materi yang lain, saya paling seneng yang bagian jurnal koreksi lho. Seru...”. Malam itu di warung makan yang menjual kembang tahu, untuk pertama kalinya saya mendapati ada orang yang sama “aneh”nya dengan saya. Teman saya pun merasakan kenikmatan tersendiri dengan neraca balance dan jurnal koreksi serta permainan angka dalam akuntansi. So, am I nerd? Not. Bila mendapati suatu hal yang aneh pada diri sendiri, percayalah lambat laun kita akan menemukan teman aneh tersebut. Keenan dan Kugy dalam Perahu Kertas pun telah membuktikannya.

The last story. Skripsi merupakan salah satu momok bagi mahasiswa. Semua harus melewati fase tersebut kecuali bila kebijakkan kampus berkata bahwa tak perlu ada skripsi seperti salah satu kampus yang berada di daerah Selokan Mataram. Bagaimana agar cepat lulus? Pilihlah topik yang simpel dan dosen yang “enak”. Dosen yang tidak berlama-lama menahan mahasiswanya, tidak galak, dan membantu ketika pendadaran. Tapi tidak banyak orang yang bisa beruntung mendapatkan dosen seperti itu. Mengenai topik pada dasarnya itu tergantu minat dan apakah mau menulis yang pasaran atau tidak. Saya teringat ketika semester 2, salah seorang dosen manajemen pernah berkata, “Jangan pernah menjudge seorang dosen enak atau tidak sebelum membuktikannya sendiri”. Hal tersebut saya buktikan 4 semester kemudian. Saat dimana saya harus memilih dosen pembimbing. Terlintas beberapa nama dosen pembimbing yang enak, tapi saya sadar diri. Nomer induk mahasiswa saya di belakang, itu berarti hanya sedikit kemungkinan untuk mendapatkan dosen yang enak. Oleh karena itu saya sudah mempersiapkan nama seorang dosen yang termasuk dalam list yang dihindari. Dosen tersebut adalah dosen ketika seminar. Tak banyak yang mengambil kelasnya. Tapi entah mengapa saya jatuh hati padanya (atau mungkin karena saya hanya segelintir orang yang mendapat nilai A di kelasnya) tapi malu untuk mengungkapkannya. Malu mengakui bahwa sebenarnya saya hampir yakin ketika akan memilihnya sebagai dosen pembimbing. Alih-alih ingin menemani seorang teman yang ternyata juga memilih dosen tersebut karena terpaksa, saya pun menginput namanya dalam sistem KRS kampus. Meski pada saat itu masih ada seorang dosen yang sebenarnya jauh lebih ‘mudah’. Resmilah dia dosen pembimbing saya.

Berapa juta orang yang memilihnya sebagai dosen pembimbing? Cukup 2 orang saja. Saya dan orang yang saya temani. Pagi itu kami janjian untuk bertemu dengan dosen pembimbing. Sembari menunggunya datang, saya berbincang-bincang dengan salah seorang teman.

“Mau ngapain?”
“Mau ketemu Pak S. Mau tanya-tanya tentang gimana waktu bimbingan”
“Hah... Kamu yakin ambil dia? Temenku ada lho yang proposal sampai satu tahun”

Tiba-tiba keringat dingin

“Ow... gitu ya. Ya semoga ini bisa cepat”.

Mulailah pikiran yang aneh-aneh melayang-layang. Benarkah keputusan ini? Delapan bulan kemudian, saya resmi mengurus yudisium dan terdaftar untuk mengikuti wisuda pada bulan Juni. Terbukti sudah apa yang dikatakan oleh dosen manajemen di semester ke-2 tersebut. Saya merasa cocok dengan dosen tersebut. Meski ketika orang lain cukup 1 bulan untuk membuat prosposal dan saya harus 2 bulan. Meski teman-teman sudah pendadaran. Dan meski-meski yang lain, saya bisa membuktikan bahwa pernyataan yang telah membuat saya keringat dingin tersebut tidak terbukti. Jadi, ketika ada yang bertanya, “Kira-kira ambil siapa ya buat dosen pembimbing?” atau “Dosen Xxx enak gak?”. Saya selalu menjawab, “Ya kamu mantepnya sama siapa? Soalnya dosen pembimbing tu cocok-cocokan”.

Apakah hanya saya yang mengalami kejadian tersebut? Tentu tidak. Orang yang menemani saya makan pun mengalami kejadian yang sama. Cocok dengan dosen pembimbing yang termasuk dalam kategori dihindari. Ketika dia merekomendasikan pada orang lain, orang tersebut berkata bahwa beliau tidak enak. Begitulah hal yang kadang kerap terjadi, cocok dengan orang yang belum tentu cocok dengan orang lain. Sama halnya dengan masalah hati, bisa jadi dia bukan yang terbaik tapi dia yang paling cocok dengan kita. Eh... kenapa jadi melenceng gini :p.

Waktu sudah menunjukkan jam yang tidak sopan untuk pulang malam. Kami pun memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan malam itu. Membayar makanan yang di pesan dan kembali ke kost. Kita tidak akan pernah tau kapan kita akan bertemu dengan teman yang ‘sama aneh’nya. Tapi hal itu akan menjadi cerita yang akan membuat diri tersenyum simpul ketika mengingatnya.

*akhirnya kelar juga tulisan yang sudah tertunda beberapa minggu ini. Tau kah apa yang menyebabkan saya bisa menyelesaikan tulisan ini? Sebelum menulis, saya chatting dengan salah seorang teman yang suaminya seorang jurnalis yang bulan depan akan menerbitkan buku. Setelah sedikit mendapat siraman rohani, saya pamit kepadanya dan berkata, “Mbak saya ngelanjutin tulisan yang dari kemarin gak kelar-kelar dulu ya”. Sempat membuka dan ingin melanjutkan tulisan yang sebelumnya tapi kata hati berkata untuk lebih baik mulai menulis dari lembaran baru. Lembaran baru yang tidak terkontaminasi dengan kisah sebelumnya. Menutup kisah lama, demi kisah baru yang berharap kisah tersebut dapat diselesaikan dan tidak berhenti di tengah jalan. Ih... mulai ngawur lagi deh nulisnya. Sebelum saya bertambah ngawur, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada 2 orang teman yang membuat saya dapat menyelesaikan tulisan ini (latian nulis ucapan terima kasih). Haha*

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun