Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjadi Janji yang Belum Dijalani

4 Mei 2024   00:35 Diperbarui: 4 Mei 2024   00:44 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Seharusnya malam ini biasa saja. Dru sudah terbiasa melihat Lorong gelap tanpa pencahayaan sedikitpun.
entah kenapa Dru merasa akhir-akhir ini langkahnya terasa sangat berat, bahkan satu orangpun tak lagi Dru percaya untuk sekadar mendengarkan sedikit ceritanya.

Dru mengambil selendang abu milik Bapa. Selendang yang selalu menemani Dru saat Dru begitu rindu dengan Bapa.

Mimpi-mimpi yang ditemani oleh senyumm Bapa tidak juga menyurutkan tangis yang semakin hari semakin membuat Dru ingin menyerah.

Dililitkannya selendang ke leher dan dibiarkan menjuntai menutupi dada Dru. Dru pergi tergopoh-gopoh melawan kencangnya angin di Lembang saat ini.

Jika berita di TV mengharuskan semua orang berhati-hati dengan segala bencana yang sedang mengintai Bandung, tidak dengan Dru. Dru melawan semua arus semesta.

Dru marah, Dru kecewa...

Kenapa harus saya.

Tepat di depan Dru, sejoli sedang asik menghirup uap secangkir kopi tubruk. Mereka gosok-gosokkan tanganya. Sesekali sang lelaki tempelkan ke pipi sang perempuan.

Tawa kecil terdengar syahdu.

Kemudian mereka bercerita. Mulutnya begitu ramai beradu. Tangan sang perempuan tidak berhenti mencubit kecil pinggang lelakinya.

Dru menatapnya dengan dalam.

Iri nya Dru.

Otaknya berpikir kuat mencari jawaban atas pertanyaan pada TuhanNya tentang kenapa hingga saat ini lagi-lagi Dru harus merasa sendirian.

Tuhan, jika memang pasanganku adalah cerminanku.
Apakah aku yang salah jika hingga saat ini belum juga ada satu sosok lelaki yang bisa membuat Dru tenang?
Apakah aku salah memilih cermin?
Atau terlalu besarkah dosaku hingga mala mini Engkau masih memberiku kemampuan untuk berimajinasi tentang segala cita-cita seorang pasangan.

Dru meneruput secangkir kopi yang sama.

Dru gosok-gosokkan tangannya. Sesekali Dru mencubit kecil pipi tembemnya lalu Dru bercerita dengan ramainya pada bayangan di dalam cangkirnya.

Dru sudah tidak ingat lagi, kapan terakhir kali Dru minta pada Tuhan tentang seseorang yang Dru begitu rindukan.

"Tuhan, apakah Engkau masih menganggap bahwa janjiku palsu?"

Tidak Tuhan, aku benar-benar berjanji jika Engkau izinkan, akan aku jaga dengan baik lelakiku ini.
Atau apakah aku tidak pantas untuk mendapatkan yang aku inginkan? Apa aku akan berakhir menjadi sebuah benda loak tak bernilai?
Apakah aku serendah itu Tuhan?

Lelah

Kamu paham tidak dengan lelah?
Kamu pikir kamu saja yang lelah, yang setiap hari hanya ditiupm diteguk lalu dibuang ampasnya?

Ah tidak, tentu saja tidak. Setidaknya kamu masih bernilai. Coba kamu lihat ke depan sana.
Hitung olehmu berapa sejoli yang sedang antri untuk menunggu kamu hadir di depan mereka?

Ampasmu bernilai.
Tapi tidak denganku.

Kau tahu, kali ini aku merasa sedang ada di dalam sebuah kotak using. Kotak yang sudah berbau, kotor dan sudah penyok bukan kepalang.
Sampai-sampai kau bingung bagaimana aku betulkan kotak ini dan aku yang ada di dalamnya. Rasanya mustahil jika kemudian aku kemudian dapat berdiri tegak sambil menenteng kotak yang menjadi tempatku berdiam diri selama ini.

Dru menyeka air mata yang tiba-tiba saja muncul.

"Ah Tuhan, apakah tidak ada yang sudi untuk setidaknya menyeka air mataku? Lalu mengecup kecil keningku dan katakana bahwa aku akan baik-baik saja?"

Katakan apa salahku Tuhan. Aku tidak mau berpasanagn dengan segelas kopi di setiap malamku. Aku tidak mau menyusuri jalan yang sama yang tidak pernah ada ujungnya.
Aku pun tidak mau harus berteriak setiap hari dan bergelut denga nisi pikiranku sendiri.

Aku hidup Tuhan. Aku mau terus bertahan dengan segala kekuranganku.

Lampu taman sudah mulai mati satupersatu. Beberapa sejoli sudah mulai menggandeng pasangannya, meramaikan kembali dinginnnya malam dengan celotehan-celotehan perempuannya.

"Ambil saja kembaliannya!"

Dru meninggalkan gelas kopi begitu saja.

Tidak ada senyum malam itu untuk siapapun yang Dru temui.

Bulan begitu cantik malam itu. Menyembul di balik langit yang sedikit gelap seolah paham betul dengan apa yang Dru rasakan

Disentuhnya setiap rumput liar yang Dru temui sepanjang perjalannnya menuju losmen tempat Dru menyepi malam ini.

"Hei, kamu apa kabar? Makin tinggi aja kamu. Belum ada yang mau tebang kamu ya?"

Dru kemudian duduk bersila.

Dibenahinya selendang abunya.  Dia tatap bulan yang sedari tadi menemaninya.

Lantas Dru menoleh ke arah Rumput liar di belakangnya.

"Terima kasih ya. Dari kamu aku begitu paham, setiap mahlukNya memiliki jalannya sendiri. Jika belum saatnya mati ya tidak akan mati"

Aku masih mau hidup, Aku mau bertahan hidup.

Dru mengulang terus mantera itu. Hingga di atas Kasur sebelum dia terlelap, dipeluknya dirinya dengan sangat kuat.

Alunan lagu milik Acha yang sepanjang hari ini terus mengisi ruang kecil di losmen itu menemani lelahnya Dru hari ini.


"...Oh Tuhan, kucinta dia
Berikanlah aku hidup
Takkan kusakiti dia
Hukum aku bila terjadi..."

#Bandung, 4 May

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun