Namun aku kesal melihat Bram.
Sekian lama aku berjuang, menunggu dan mengikuti apa maunya. Jawabannya selalu tidak sesuai dengan harapan.
Dengan alasan masih banyak yang harus dipikirkan, lagi-lagi Bram tidak berani mengambil keputusan untuk menikah denganku.
"Dru, Dru...tunggu. Aku masih mau bicara sama kamu!"
"Sudahlah Bram, mau mengeluarkan busa yang seperti apalagi?"
"Sinis banget kamu Dru, aku mau kamu mengerti saja. Itu saja Dru."
"Iya aku mengerti, bagian mana lagi yang belum aku mengerti?"
"Dengan kamu pergi artinya kamu tidak mau mengerti Dru."
"Eh, Mas Bram, Mbak Dru ini sebentar lagi Kedai ramai, bisa nda ributnya pindah ke ruangan Mas Haryo aja?"
Ya ampun tidak kami sadari kami ribut di depan Tarjo dan Mei. Pasangan macam apa yang ribut tidak tahu tempat.
Sudah terlalu kesal aku dengan Bram, aku saja tidak terlalu yakin mengenai alasan Bram untuk belum menikah denganku.
"Tolong tutup pintunya Dru, aku sudah izin Mas Haryo pakai ruangannya!"
"Mau bicara mengenai apa lagi Bram?"
"Dru, aku sayang sama kamu. Aku masih berdoa yang sama. Aku sedang meminta Tuhan untuk mengetuk hati Ibu agar aku punya kekuatan untuk memperkenalkan kamu ke Ibu."