"Dru, jika keputusanmu adalah baik untukmu, lakukan!. Jangan lupa istikharah Dru, biar Tuhan yang menuntunmu."
"Apa perjuanganku masih kurang ya?"
"Engga Dru. Cukup. Cukup harga dirimu diinjak. Cukup kau telah mendengar kata tolol dan bodoh di telingamu. Cukup untuk tidak diperhatikan. Cukup untuk tidak dianggap selama ini."
"Aku kuat kan ya?"
"Kamu kuat Dru. Kamu sangat kuat. Tiga belas tahun bukan waktu yang sebentar untuk kamu berjuang. Tapi Dru apa sudah tidak ada lagi alasan untuk kamu bertahan?"
"Met, tolong beri aku alasan, jika aku tak merasa istimewa untuknya, aku terlalu bodoh untuknya, lantas jika aku yang menggugat karena tunjuk jarinya, bahasa kotornya, perlakuannya selama ini, dan ini yang paling utama untuk aku adalah ibadahnya. Apakah aku salah jika aku mendamba pasangan yang bisa bersujud bersama, bermunajat bersama, mengaji bersama, berdoa bersama dan mengagungkan Tuhan yang sama?"
"Tapi Dru, kamu tidak bisa gegabah. Ini keputusan berat. Kamu yakin?"
Kuperlihatkan beberapa potongan video dan foto yang telah kucopy dari handphone Rei. Tidak mencelakaiku secara fisik, tapi menusuk hati dengan dalam.
"Met, aku tidak tahu sudah berapa kali Rei nikah siri. Sudah berapa perempuan yang tidur dengannya, sudah berapa pelacur yang dia tawar dan sudah berapa kali aku dibodohi?"
"Dugaan kita benar ya Dru?"
"Aku belum melihat dengan kepalaku sendiri, dia tidak mengakui saat kuperlihatkan video ini. Menurutnya hanya iseng."
"Dan kamu percaya?. Kamu Tidak marah Dru?"
Biarkan Rei jajakan dirinya dan mengaku sudah sendiri. Semoga Tuhan segera mengabulkan doanya. Aku sudah berusaha, aku sudah tak bisa dan aku tak punya kuasa.
Aku lega atas jawaban Tuhan. Aku percaya akan tiba waktunya bersyukur atas hari terburukku, di hari ini dan hari-hari sebelumnya. Hanya kita tidak pernah tahu, kapan jawaban itu akan kita terima.