Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saat Nafsu, Hasrat dan Malu Berjalan Bersamaan

11 September 2018   21:43 Diperbarui: 11 September 2018   21:54 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di satu pagi yang tak terlalu cerah aku dikagetkan dengan kehadiran Nyai, menangis tersedu tanpa diketahui pangkalnya. Aku yang saat itu sedang siap-siap untuk tidak melakukan aktivitas apapun jadi harus punya aktivitas lagi sepertinya.

Yaaa, mau nyantay juga harus siap-siap kan ya?

Mata sembab disertai kantung mata yang tak enak dilihat menandakan ada yang tidak beres dengan Nyai. Kejadian 20 tahun lalu ini tak lekang oleh waktu, tak mudah hilang dari ingatan. Kejadian luar biasa yang dialami Nyai tidak lantas membuat Nyai bungkam, Nyai bangkit bahkan pada titik tak terduga, Nyai mampu menjadi manusia baru. Saat itu Nyai berkata, kelak saat aku mendapatkan durja, semata-mata hutangku pada Tuhan belum lunas.

Aku minta Nyai menghela nafas yang panjang, tahan hembuskan dengan segenap ragamu!

Nyai lakukan berulang kali, ia seka sisa air matanya, ia rapikan rambutnya dan meminta  ijin untuk bersihkan badannya. 

"Silahkan Nyai!"

Dengan langkah setengah tegap Nyai melangkah, aku perhatikan baik-baik. Sebetulnya aku iri dengan Nyai, Ia adalah wanita baik- baik yang takut akan Tuhan, punya teman banyak, bahkan setiap orang yang pertama kali bertemu dengan Nyai pasti suka pada pandangan pertama, padahal fisik Nyai biasa saja, hanya memang orang selalu betah berlama-lama kali ngobrol dengan Nyai.

Tapi hari ini aku melihat Nyai berbeda. Langkah yang gontai sangat tidak sesuai dengan Nyai yang kukenal. Senyum yang selalu menghias wajah manis dan lesung pipi nya hilang dalam sekejap berganti dengan wajah sendu yang terpuruk.

"Aku lupa caranya takut terhadap Tuhan"

Tiba-tiba Nyai datang dengan rambut yang masih tergerai basah, masih terlihat wajah manisnya dibalik sisiran jari pada poni depannya.

"Kenapa kau bisa lupa, bukankah kau sangat memahami arti kebesaran Tuhan, kenapa kau tak sempat memohon padaNya untuk melindungimu?"

"Sulit"

Suara Nyai tercekat, aku makin penasaran, "kau lepas masa perawanmu?"

"Hampir saja..."

Aku masih ingat betapa darah segar itu adalah kekayaan ku yang dapat aku berikan kelak,tak mungkin aku lepas begitu saja,  Nyai menambahkan.

"Lalu hal apa yang biasa buatmu menjadi lain begini?"

"Tadi malam...."

"Kenapa tadi malam?" Kepenasaranku makin tak kuasa untuk tak aku tanyakan.

"Sehabis pesta di ulangtahun Nada, aku ga langsung pulang, kepalaku pusing, badanku bau rokok dan aku sedikit minum, aku malu untuk pulang"

Aku mencoba menebak, pasti Nyai dibawa ke tempat lain, aku yakin itu.

Nyai melanjutkan ceritanya "kepalaku berat banget, mungkin aku kurang tidur atau karena aku hanya menggunakan rok pendek dan kemben, sepertinya aku masuk angin. Pelukan semalam dari Ry benar-benar menghangatkanku, kami mabuk, saat Ry menyentuh bagian sensitifku, aku semakin hangat, desahan nafas Ry menantangku, aku lepas kemben ku, aku biarkan Ry menyusuri bra hitamku dan sedikit aku rasakan, tangan Ry menyentuh bagian dalan rok pendekku, hampir saja."

Aku terdiam, aku bingung melihat Nyai. Matanya tajam mengingat kejadian semalam, bibirnya bergetar, aku tak mau memotong ceritanya.

"Lantas yang membuatmu terpuruk sampai seperti ini apa lagi? Aku yakin bukan hal semalam saja"

"Yaaa, bukan hanya semalam, itu klimaksnya, itu yang paling terburuk, itu hasil rentetan hari hari sebelumnya"

Aku pandang lekat-lekat wajah Nyai, "Kau tak ingat Tuhan,kau tidak malu, kau tidak takut?

Nyai menghela nafas.

"Aku tahu aku berdosa, saat nafsu, hasrat dan malu jalan bersamaan, aku hilang akal"

"Apa ini juga yang membuat mu menjadi pribadi yang lain?" Aku bertanya lagi.

"Apa menurutmu aku berbeda?"

Nyai tak kenal lagi dengan dirinya, aku rasa.

"Kau berbeda Nyai, kau jadi pemarah, ulas senyummu seolah sirna. Kau senang menjadi sendu, matamu selalu bengkak dengan mata panda selalu menghiasi setiap hari"

Nyai beranjak mencari cermin, berkacalah dia beberapa detik, dia ulas lingkaran matanya.

Nyai tertunduk, Astagfirullah... ampun Gusti Allah...

"Ampuni aku..."

Aku peluk erat Nyai, aku biarkan dia tersedu lalu aku bisikkan, bersyukur apa yang harus kau pertahankan kau berhasil pertahankan.

#Selalu ada bekas untuk perempuan

#Jagalah baik-baik

#Untuk seluruh perempuan yang menghargai dirinya sendiri

#1109 2nd click

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun