Mohon tunggu...
Citra Permatasari
Citra Permatasari Mohon Tunggu... Administrasi - ikuti kata hatimu tapi gunakan juga otakmu

Saya menyukai hal apapun yang menarik dan baru, senang bertemu dan diskusi dengan orang baru juga. Hidup itu unik, Tuhan menciptakan seseorang manusia bukan tanpa tujuan. Setinggi apapun sekolahmu, sopan santunmu tetap harus dijaga, dimanapun dan kapanpun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Toleransi yang Mulai Pudar

19 Desember 2018   15:47 Diperbarui: 19 Desember 2018   16:02 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak memeluk agama merupakan hak yang paling dasar dimiliki oleh setiap orang ketika terlahir di dunia. Hal ini terbukti dengan dikukuhkannya hak asasi melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Di negara Indonesia sendiri, secara tegas negara menjamin kebebasan beragama setiap warga negaranya yang tecantum dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 29 ayat 2 yang menyatakan, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Pasal tersebut berlaku bagi semua umat beragama di Indonesia dan merupakan wujud perlindungan negara terhadap penduduknya.

Sebagai negara yang plural, Indonesia juga terdiri dari beragam macam suku serta budaya. Dengan kemajemukan budaya seperti ini kemungkinan besar untuk muncul potensi konflik sangat itu tinggi, biasanya adalah konflik agama. Masing-masing agama mengklaim bahwa ajaran mereka paling benar. Pemerintah terus berupaya untuk menciptakan kerukunan beragama dengan mengeluarkan Peraturan Bersama (Perber) dua menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

Dalam kesepakatan tersebut lahir Perber Nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Namun sangat disayangkan Perber tersebut kurang disosialisasikan ke tengah masyarakat sehingga terkadang tidak dijadikan pijakan dalam kerukunan umat beragama di tengah masyarakat.

Banyak penolakan ketika kaum minoritas ingin mendirikan rumah ibadah di tengah masyarakat mayoritas. Salah satu pemicunya diterbitkannya SKB Menag-Mendagri No.1/Ber/MDN-MAG/1969 mengenai persetujuan dari Kepala daerah untuk pembangunan rumah ibadah. Sudah beberapa kali terjadi di beberapa tempat justru SKB tersebut merugikan kaum minoritas

Setiap individu tidak bisa memilih untuk terlahir dengan latar belakang agama dan budaya seperti apa namun hal tersebut bukanlah menjadi halangan untuk tetap hidup bertoleransi satu sama lain. Perbedaan agama bukanlah suatu yang perlu disangkal di tengah masyarakat, hal itu sudah ditanamkan sejak dibangku sekolah dasar untuk bertoleransi satu sama lain.

Ketika anak-anak duduk di bangku sekolah dasar mereka bangga memiliki banyak teman dengan beragam suku dan agama yang berbeda namun kenyataan tidak demikian ketika seseorang sudah tumbuh dewasa.

Sikap fanatik terhadap kepercayaannya yang berlebihan  membuat seseorang tidak bisa bebas beraktivitas dan berekspresi, sikap semacam ini justru sangat baik untuk meningkatkan keimanan seseorang namun tidak dengan merendahkan kepercayaan selain yang dianutnya.

Berkaca dari peristiwa di beberapa tempat di Indonesia contohnya seperti  kerusuhan Ambon, dipicu masalah agama yang meluas sehingga mengakibatkan kerugian nyawa maupun harta benda melayang sia-sia. Seharusnya hal tersebut bisa menjadi tolak ukur agar ke depan tidak terulang, kita bisa bersatu membangun negeri ini lebih baik lagi tanpa membedakan latar belakang seseorang satu sama lain.

Untuk seseorang berbuat baik tidak perlu ditanyakan apa agamanya, apa sukunya, apa budayanya dan siapa Tuhannya. Negara lain sibuk membangun negeri dengan teknologi yang canggih untuk masa depan sedangkan negeri kita masih sibuk bertanya apa agamamu untuk melakukan sesuatu. Perlunya dijunjung tinggi dan ditanamkan rasa toleransi hidup dengan beragam agama sejak dini.

Berbagai macam kampanye hitam dengan mengatasnamakan agama mewarnai panggung politik menjelang pesta demokrasi (pemilihan umum). Membuka wawasan mengenai agama lain bukan berarti melunturkan keimanan seseorang namun hal ini bisa menjadi semangat toleransi untuk hidup damai di tengah masyarakat dalam membangun Indonesia.

Bukankah lebih indah ketika kita bergandengan tangan membangun negeri bila dibandingkan dengan menyelesaikannya seorang diri. Seseorang yang benar menjalankan ajaran kepercayaannya, orang tersebut pasti memiliki toleransi yang tinggi terhadap orang dengan kepercayaan lain. Tidak ada keyakinan yang mengajarkan pengikutnya untuk berbuat jahat dan menganggap musuhi saudaranya meskipun berbeda kepercayaan.

Belakangan ini berbagai surat kabar dalam bentuk cetak maupun elektronik memuat berita mengenai survei akan kota di Indonesia yang toleran, Setara Institute melakukan survei dengan menggunakan empat variabel yang digunakan sebagai alat ukur yaitu regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial dan demografi agama.

Hasilnya seperti diketahui bersama yaitu Singkawang dinobatkan sebagai kota paling toleran di tahun 2018, sedangkan kota yang menduduki peringkat terbawah dari 94 kota yaitu Tanjung Balai. Jakata sebagai ibukota negara berada di peringkat ketiga dari bawah. Tentunya Setara Institute mendapatkan data survei tidak dengan sembarangan, adanya pertemuan dengan para ahli dan teknik triangulasi sumber.

Hasil survei tersebut tidak bermaksud untuk merendahkan kota satu sama lain namun menjadi pemantik untuk kota lain supaya merefleksi diri sehingga kejadian-kejadian intoleransi tidak terulang kembali dan jangan sampai berkembang di tengah kehidupan bermasyarakat.

Dengan merujuk berbagai sumber yang telah disebutkan diatas maka para pembaca tentunya bijak dalam mengambil sikap dalam menghadapi permasalahan di negri ini dengan kepala dingin. Zaman perjuangan mengusir penjajah, seluruh rakyat Indonesia bersatu padu untuk memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia tanpa memandang saudara seperjuangan berasal dari agama, suku, dan budaya apa.

Hal seperti inilah yang kita inginkan agar toleransi tidak memudar seiring berjalannya waktu. Budaya asing yang masuk serta mengarah ke unsur negatif jangan sampai mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari sehingga kita melupakan perjuangan para pahlawan yang dahulu mengusir penjajah.

Budaya toleransi dan santun merupakan budaya ketimuran yang harus selalu dijunjung tinggi karena hal ini merupakan warisan nenek moyang yang tidak boleh digantikan dengan apapun.   

Tidak ada salahnya memupuk kembali rasa toleransi tersebut di dalam hubungan bermasyarakat. Menanamkan kembali norma-norma yang sesuai dengan adat ketimuran melalui pembelajaran agama dan juga kehidupan sosial seperti zaman berakhirnya orde baru.

Tentunya kita semua tidak mau sesama warga negara satu sama lain saling serang dan menyalahkan tanpa sebab yang jelas. Sampai kapanpun budaya toleransi akan tetap ada sampai anak cucu kita penerus bangsa, jangan sampai pudar termakan budaya dan teknologi kekinian. Peradaban zaman dan teknologi canggih boleh maju namun toleransi akan tetap menjadi budaya bangsa Indonesia.

Referensi :

https://republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/02/12/ol9ec0408-toleransi-dalam-bingkai-nkri

http://sp.beritasatu.com/politikdanhukum/relevansi-uu-kerukunan-umat-beragama/5

https://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_beragama_di_Indonesia

https://properti.kompas.com/read/2018/12/07/200000721/inilah-sepuluh-kota-paling-toleran-di-indonesia

https://nasional.kompas.com/read/2018/12/07/18523011/jakarta-masih-masuk-dalam-10-kota-dengan-nilai-toleransi-rendah-versi-setara

sumber gambar :

bigsta.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun