Seperti yang kita ketahui pada umumnya sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa) seorang filsuf Inggris pada abad ke-17 bernama John Locke merumuskan hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.Â
Di Indonesia Pemikiran modern tentang HAM baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini.Â
Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan. RA Kartini dianggap sebagai pahlawan yang berani memperjuangkan hak-hak perempuan yang pada saat itu masih dipandang sebelah mata, meskipun beliau ini seorang bangsawan namun beliau tetap gigih berjuang untuk para kaum perempuan.
Di zaman orde baru Negara Indonesia memiliki Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993, namun komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik saat itu.Â
Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi berbagai pelanggaran HAM berat di banyak lokasi yang belum pernah terekspose sampai sekarang. Hal inilah yang mendorong munculnya gerakan reformasi bukan hanya di ibu kota Jakarta saja tetapi juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, dilakukan untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
HAM merupakan satu bentuk penghormatan kemuliaan manusia (human dignity), yang kemudian muncul nilai kesetaraan dan kebebasan. Setara karena tidak ada satu kelompok manusia yang lebih mulia dari kelompok lain, semua sama rata.Â
Kebebasan, tidak adanya pemaksaan kehendak satu kelompok terhadap kelompok lain tanpa alasan yang sah pada dasarnya saling menghargai kemuliaan manusia.Â
Prof. Bielefeldt menegaskan bahwa HAM di zaman modern memerlukan pemahaman yang lebih luas karena problem keragaman manusia makin kompleks akibat urbanisasi, globalisasi, dan hal-hal lain yang membuat kerjasama antarkelompok dengan latar kebudayaan yang berbeda makin massiv.
Dalam BAB XV UUD 1945 pasal 35 sampai 36B menyebutkan bahwa bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, bahasa negara ialah Bahasa Indonesia, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya.Â
Simbol negara itu diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan.Â
Di dalam pertimbangan UU Nomor 24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.Â
Tujuan dari UU ini adalah untuk menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan NKRI, maka pidana yang diterapkan adalah delik biasa. Aparat negara yang melihat penyalahgunaan simbol-simbol negara tersebut bisa langsung ditindak.
Memang tidak ada disebutkan dalam konstitusi jika presiden atau wakil presiden adalah bagian dari simbol negara, namun di Indonesia Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Karena kita budaya ketimuran yang masih menjunjung tinggi norma dan perilaku maka dari sudut manapun kita harus sopan dan segan terhadap yang lebih tua secara umur, yang dituakan, yang dihormati serta yang lebih tinggi jabatannya. Kita menghormati bukan berarti kita tunduk dan menjadikan raja namun hal tersebut sebagai ungkapan rasa hormat kita terhadap yang kita hormati dan segani.
Setelah jaman orde baru berakhir HAM mulai gentar lagi diperjuangkan di masyarakat kita. Hak-hak asasi manusia lebih dihargai dan dihormati, apapun kedudukan dan pangkat orang tersebut.Â
Seiring berkembangnya teknologi yang canggih, media sosial menjadi trending utama di media komunikasi global. Setiap orang memiliki akun sosial di berbagai media sosial tersebut.Â
Massivnya pengguna media sosial maka medsos juga digunakan sebagai alat kontrol sosial apabila ada hal yang kurang sesuai dengan etika dan juga kurang pantas di mata masyarakat.Â
Berita di berbagai belahan dunia bisa tersebar dengan begitu kilatnya melalui medsos. Pengguna medsos mencakup semua kalangan, tidak mengenal umur dan golongan. Namun yang sangat disayangkan, canggihnya teknologi digital dimanfaatkan salah oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab dengan menyebar berita hoax, mengedit foto kepala negara dengan gambar yang kurang beretika, memutarbalikkan berita disisipi isu sara, dan masih banyak lagi. Dengan kekuatan jempol tangan, begitu mudahnya orang mensharing berita melalui medsos tanpa terlebih dahulu memverifikasi akan asal dan kebenaran berita tersebut.
Negara kita punya UU ITE yang mengharuskan kita untuk tetap bersopan santun dalam dunia media sosial. Tidak sedikit orang yang dengan sengaja melakukan hal tersebut dan sudah mendapatkan ganjarannya sesuai dengan yang telah diperbuat.Â
Kebebasan berpendapat di dunia nyata dan media sosial merupakan hak setiap insan namun semua tetap ada norma kesopanan yang harus kita jaga dan dipertahankan, sesuai dengan adat ketimuran yang kita miliki.Â
Menjunjung tinggi HAM bukan berarti boleh seenaknya merendahkan individu maupun kelompok lain yang tidak sepaham dengan kita. Hukuman kurungan penjara sudah menanti bagi orang-orang yang tetap bersikeras menyebarkan berita hoax.
SUMBER INFO :
- Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
- Undang Undang Dasar Negara 1945 (UUD 1945)
- ciputrauceo.net
- crcs.ugm.ac.id
- guruppkn.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H