Pembicaraannya itu sangat menyentuh hati. Ia benar ketika mengatakan bahwa aku adalah orang yang telah dewasa di mata semua orang. Namun, aku tetap merasa perlu bimbingan ayahku setiap saat dalam hidupku.
Aku perlu kekuatan moral seorang yang bijak dan baik. Namun, ayahku kelihatannya tak punya waktu untukku.
Demikianlah, menjadi orangtua yang berangsur-angsur satu persatu anaknya pergi meninggalkannya. Untuk mengusir sepi terpaksa melakukan kegiatan yang tanpa disadari kadang merupakan kegiatan yang dianggap salah oleh anaknya.
Anak yang mulai dewasa mampu memberikan penilaian atas apa yang dilakukan orangtua.
Berbeda dengan cerita yang disampaikan oleh siswaku yang lain. Katanya, suatu malam, ayahku pulang dan memberikan teka teki kepadaku. Ia juga mengatakan bahwa teman-teman di kantornya tak dapat memecahkan masalah tersebut.
Saat itu semua orang di rumah telah tertidur, saat aku mencoba memecahkan teka teki itu. Aku lama memikirkannya, hingga aku akhirnya menemukan jawabannya.
Aku sangat gembira, sehingga membangunkan ayahku untuk memberitahunya. Ia pun merasa senang atas upayaku memecahkan teka teki itu.
Ia selalu mendorongku menajamkan daya intelektualitasku. Ia telah mempersiapkanku dengan baik untuk menghadapii persoalan hidup secara bijaksana.
Apa pun yang telah dilakukan oleh orangtua akan begitu melekat pada benak anak hingga usianya beranjak dewasa.
Tak sedikit yang kemudian menjadikan apa yang telah dilakukan orangtua jadi pembelajaran anak selama hidupnya. Dan turun temurun disampaikan kepada anaknya lagi.
Memberikan warisan berupa budi pekerti dan perilaku terbaik, baik dalam bentuk kasih sayang. perhatian, perbuatan yang dapat dijadikan teladan tentu saja lebih baik daripada warisan harta benda yang mungkin saja akan menjadi perebutan antar saudara.
Jadi, pada saat menjadi orangtua, melakukan yang terbaik demi anak-anaknya adalah sebuah kewajiban yang harus diemban