Di sebuah desa yang klasik, dataran tinggi penuh pepohonan yang menghijau, surga duniawi.
Kampung nan asri dan damai layaknya negeri dongeng yang tak pernah dijamah oleh mesin dan teknologi.
Tradisi yang mengakar sedari nenek moyang masih lestari hingga saat saat ini.
Seorang ibu paruh baya bernama Ibu Maemunah berjalan terseok seok membawa 2 ekor ayam jantan berjalan menanjak menaiki anak tangga dari bongkahan batu dan pijakan tanah yang menggumpal karna berkali kali diinjak orang.
Tanjakan sejauh 100 meter membuatnya menghabiskan banyak tenaga dan nafasnya tersengal sengal.Â
" Andai saja rumah pak Kayim ngga sejauh ini, mau menyembelih ayam saja kaya mau menyembelih diri sendiri " Keluhnya dalam perjalanannya
Memang sudah menjadi tradisi setempat untuk menyembelihkan ayam jantan di hari Nyadran, hari ini Bu Mun - sapaan akrabnya - hendak mengadakan kenduri di kediamannya dan berangkat ke rumah pak Kayim dengan ayam jago yang gagah untuk segera di antarkan ke malaikat maut.
Di Suatu rumah tak jauh dari tujuan bu Mun, nampak sosok pak Paijo ikon penyayang hewan yang memiliki lusinan ayam ternak nan semok semok aduhai. Rumahnya cukup sederhana dengan kandang kandang ayam yang terawat dengan baik saat itu dirinya sedang memberi makan ayam jago kesayangannya yang bahkan tidak bisa dia hafalkan satu satu.
Dirinya bukanlah sosok yang berkecukupan namun dia selalu memberikan pakan yang cukup bagi ayam ayamnya sehingga mereka tumbuh sehat dan bernilai jual tinggi.
" Kerkerkerker geh geh ker geh ker " Begitulah caranya memanggil kesayangannya untuk berkumpul.
Tak selang lama para gerombolan ayam jantan dan betina berkerumun mengelilinginya, menunggu sang majikan membagikan pakan mereka.