Untuk menciptakan hasil sosial yang efektif, content creator perlu berhati-hati dalam memilih media sosial yang sesuai dengan tujuan politik yang ingin disampaikan. Setiap platform media sosial memiliki karakteristik serta budaya pengguna media social itu sendiri. Oleh karena itu, fokus pada platform media sosial sangat dibutuhkan untuk membagikan konten dan memantau efektivitas. Mayoritas Gen Z mengakses media sosial seperti TikTok dan Instagram secara daring. Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sangat mahir dalam teknologi informasi karena keterlibatan mereka yang intens dalam aktivitas digital. Partisipasi aktif generasi muda dalam pembuatan materi kampanye memberikan nuansa kreatif, menciptakan kampanye yang menarik, keren, dan terkadang humoris.
Tinjauan Pustaka
Media social memudahkan kita berinteraksi dengan teman, keluarga, hingga khalayak luas yang berjauhan dan sulit berkomunikasi dengan langsung. Media social dapat mengirim dan mengakses informasi secara cepat. Sehingga hal ini dapat digunakan oleh para peserta pemilu sebagai ajang kampanye pilpres 2024 mendatang. Para peserta pilpres dapat meyakinkan masyarakat dengan visi misinya melalui konten yang di upload di media social yang didasarkan dengan aspek social masyarakat Indonesia.
Metode PenulisanÂ
Pada artikel ini menggunakan metode deskriptif yang menggunakan data sekunder. Data Sekunder adalah data-data pendukung yang dikumpulkan dari sumber-sumber terdahulu yang membahas kampanye politik melalui media sosial. Lalu, dibahas ulang terkait hal yang sama yaitu "media social menjadi sasaran kampanye politik pada pemilu 2024". Sumber tertulis topik "social media sebagai media kampanye partai politik 2014 di Indonesia" dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil dan Pembahasan
Saat ini, sulit untuk memisahkan media dan politik. Perkembangan teknologi di era globalisasi telah membawa perubahan yang relevan, dengan munculnya platform sosial seperti Instagram, Twitter, Tiktok, dan portal lainnya. Kemajuan ini dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama dalam strategi kampanye politik. Pentingnya hubungan ini dapat dijelaskan berdasarkan efektivitas dan efisiensinya.
Dibandingkan dengan media tradisional, jejaring sosial dapat menjangkau kelompok sasaran dengan lebih efektif dan meminimalkan biaya. Politisi, calon legislatif, gubernur, wakil gubernur, bahkan calon presiden semuanya menggunakan media sosial sebagai alat kampanye. Keberadaan media sosial dan internet diharapkan membuat jarak antara pemilih dengan partai politik dan politisi menjadi lebih dekat.
Setiap orang dapat dengan mudah mengakses informasi tentang partai politik, pernyataan, website, dan alat komunikasi politik. Komunikasi  lebih singkat dan  dukungan lebih mudah didapat.  Peran media sosial penting bukan hanya karena dapat meningkatkan jumlah suara secara signifikan, namun juga karena dapat membentuk opini publik. Pendapat baru dapat dengan cepat membentuk citra masing-masing kandidat. Kampanye pemilu dapat memicu peristiwa terkait pergerakan partai politik dalam waktu singkat, dan banyak pernyataan yang dapat mempengaruhi keputusan politik pemilih.
Menurut  Statista pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan pengguna internet terbanyak di dunia dengan basis pengguna  212,9 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 275 juta jiwa pada tahun 2022, yang berarti  sekitar 77% dari total penduduk Indonesia memiliki akses terhadap internet. Argumen ini mencerminkan bahwa pengguna media sosial yang berpengetahuan luas dan berpendidikan cenderung tidak tertipu, namun lebih rentan terhadap pengaruh dan  simpati terhadap hal-hal yang menyentuh emosi mereka. Di bidang media sosial, hanya informasi faktual yang dianggap berharga. Proses penentuan keakuratan informasi seringkali melibatkan teorema dan argumen tandingan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Keajaiban sering terjadi ketika kesepakatan tercapai  antara pendebat dan pendengar. Media sosial, tempat mendiskusikan visi, misi, ide, dan ideologi, memakan waktu dan oleh karena itu kurang berpengaruh dalam kampanye  mobilisasi. Media sosial  cocok untuk politisi yang aktif secara berkelanjutan, tidak hanya pada pemilu lima tahun sekali. Siapapun yang menyebarkan gagasan secara intensif  dan berdebat secara intensif akan mendapatkan hasil dalam kampanye pemilu.