Mohon tunggu...
Cicik Fauziyah
Cicik Fauziyah Mohon Tunggu... Guru - Guru Taman Kanak-Kanak

Sebagai pendidik, saya fokus pada pengembangan keterampilan sosial, emosional, kognitif, dan motorik anak-anak, serta mendorong mereka untuk mengeksplorasi dunia di sekitar mereka dengan rasa ingin tahu yang besar. Melalui pendekatan pembelajaran yang interaktif dan kreatif, saya berusaha membantu anak-anak membangun fondasi yang kuat untuk perjalanan pendidikan mereka di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Alam dengan Forest School: Peluang Baru untuk Anak Indonesia

27 Desember 2024   17:30 Diperbarui: 27 Desember 2024   17:27 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan Alam dengan Forest School: Peluang Baru untuk Anak Indonesia

Cicik Fauziyah (24011545012)

Di tengah perkembangan pesat dunia pendidikan, banyak metode baru bermunculan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik, efektif, dan sesuai dengan perkembangan anak. Salah satu konsep pendidikan yang mulai mendapatkan perhatian di berbagai belahan dunia adalah Forest School. Konsep ini, yang berakar dari pendidikan di alam terbuka, membawa pendekatan baru dalam mengajarkan anak-anak tentang dunia di sekitar mereka melalui eksplorasi dan pengalaman langsung di alam. Meski sudah diterapkan dengan sukses di banyak negara, Forest School masih terbilang asing di Indonesia. Namun, dengan beragam manfaat yang ditawarkan, metode ini memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan pendidikan yang relevan bagi generasi masa depan Indonesia. Forest School adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pembelajaran di luar ruangan, di mana anak-anak diajak untuk belajar melalui pengalaman langsung dengan alam (Dilek & Atasoy, 2020). Program ini tidak hanya mengutamakan pelajaran teori di kelas, tetapi lebih banyak melibatkan aktivitas praktis, seperti bermain, eksplorasi, berkebun, hingga memecahkan masalah yang ada di alam sekitar. Di Forest School, anak-anak belajar melalui aktivitas yang merangsang kreativitas, kerjasama, dan keterampilan berpikir kritis. Konsep Forest School pertama kali berkembang di negara-negara Nordik, seperti Swedia dan Finlandia, pada akhir abad ke-20 dan sejak itu menyebar ke berbagai negara di Eropa, serta Asia dan Amerika. Di Indonesia, meski pendidikan berbasis alam masih dalam tahap pengenalan, semakin banyak orang tua yang tertarik untuk memberi anak-anak mereka pengalaman belajar yang lebih holistik dan menyentuh alam.

Pendidikan di alam melalui Forest School memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk merasakan dunia secara langsung, bukan hanya dari buku teks atau layar digital. Sekolah alam atau konsep Forest School ini adalah bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai tempat belajar, bahan mengajar, dan objek pembelajaran (Zalzabila et al., 2024). Anak-anak tidak hanya sekadar mendengarkan teori, tetapi mereka aktif terlibat dalam pembelajaran yang aplikatif dan kontekstual. Pendekatan ini dapat menjadi alternatif yang baik di Indonesia, mengingat banyaknya kekhawatiran tentang meningkatnya ketergantungan anak-anak pada teknologi, serta kurangnya aktivitas fisik dan keterhubungan mereka dengan alam. Selain itu, Forest School dapat mengatasi beberapa tantangan dalam pendidikan Indonesia, seperti masalah kurangnya minat belajar dan ketidaksesuaian antara metode pengajaran dengan kebutuhan perkembangan anak . Dengan pengalaman belajar yang lebih praktis dan berbasis eksplorasi, anak-anak dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang lingkungan mereka, serta mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang penting dalam kehidupan sehari-hari (Sagala, 2019).

Penting untuk melihat bagaimana pendekatan Forest School sejalan dengan teori-teori pendidikan yang sudah ada. Salah satunya adalah teori belajar sosial dari Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia yang berpendapat bahwa perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dan  kolaborasi  dengan  orang  lain  untuk  membangun pengetahuan dan pemahaman (Salsabila & Muqowim, 2024). Dalam perspektif Vygotsky, pembelajaran bukanlah proses yang terjadi hanya dalam diri individu, tetapi juga melalui interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Vygotsky mengemukakan konsep "Zona Perkembangan Proksimal" (ZPD), yang menggambarkan jarak antara kemampuan yang dapat dikerjakan seorang anak secara mandiri dan kemampuan yang bisa dicapai dengan bantuan orang lain. Dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih terampil, anak-anak dapat mengembangkan kemampuan mereka secara lebih maksimal. Dalam konteks Forest School, ZPD dapat diwujudkan melalui interaksi anak dengan pendidik atau teman sebayanya di luar ruangan, yang memberikan mereka bimbingan saat melakukan aktivitas eksplorasi alam. Contohnya, saat anak-anak di Forest School bekerja sama untuk membangun tempat berlindung dari bahan alam, mereka saling berinteraksi, berbagi ide, dan memecahkan masalah secara bersama-sama. Proses ini menggambarkan bagaimana pembelajaran sosial berjalan melalui kerjasama dan bantuan yang diberikan antara anak-anak, serta antara anak dan pendidik. Melalui pengalaman ini, anak-anak tidak hanya belajar tentang keterampilan praktis, tetapi juga mengembangkan kemampuan sosial, komunikasi, dan resolusi konflik.

Selain ZPD, Vygotsky juga menekankan pentingnya budaya dan konteks sosial dalam pembelajaran. Di Forest School, anak-anak tidak hanya belajar hal-hal yang bersifat akademis, tetapi juga mengenai nilai-nilai sosial dan budaya yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya, dengan terlibat dalam kegiatan berkebun atau merawat alam, anak-anak belajar untuk menghargai keberlanjutan, kerjasama, dan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan mereka. Kegiatan di luar ruangan ini juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk melatih keterampilan kognitif mereka. Ketika mereka menghadapi tantangan, seperti merancang alat atau menyelesaikan masalah dalam aktivitas bermain, mereka dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif, serta mengasah kemampuan pemecahan masalah mereka. Melalui interaksi langsung dengan alam, anak-anak dapat mengembangkan keterampilan berpikir yang lebih mendalam, yang tidak hanya bergantung pada hafalan, tetapi juga pada pemahaman dan penerapan konsep dalam kehidupan nyata. Meski konsep Forest School menjanjikan banyak manfaat, tantangan terbesar dalam implementasinya di Indonesia adalah keterbatasan sarana dan prasarana, serta perbedaan budaya dan kebiasaan dalam sistem pendidikan. Di Indonesia, sistem pendidikan masih didominasi oleh pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran konvensional dengan menerapkan pendekatan seperti itu akan kurang mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya (Primayana et al., 2019). Oleh karena itu, untuk mewujudkan Forest School di Indonesia, diperlukan perubahan dalam paradigma pendidikan, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Namun, peluang untuk menerapkan Forest School di Indonesia juga sangat besar, terutama dengan kekayaan alam yang dimiliki negara ini. Dengan adanya lebih banyak ruang terbuka dan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pendidikan berbasis alam yang lebih berkelanjutan dan mendalam. Selain itu, kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan yang lebih holistik dan terhubung dengan alam semakin meningkat, yang membuka peluang bagi berkembangnya Forest School di berbagai daerah.

Forest School menawarkan pendekatan pendidikan yang menghubungkan anak-anak dengan alam, sekaligus mengembangkan keterampilan sosial dan kognitif mereka. Pendekatan ini sangat relevan dengan teori sosial Vygotsky, yang menekankan pentingnya interaksi sosial dan konteks budaya dalam pembelajaran. Dengan manfaat yang begitu besar, Forest School berpotensi menjadi pilihan pendidikan baru yang dapat membawa perubahan positif bagi masa depan anak-anak Indonesia. Dengan dukungan yang tepat, konsep pendidikan ini bisa menjadi inovasi yang bermanfaat dan membawa generasi muda Indonesia lebih dekat dengan alam, sekaligus menumbuhkan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di masa depan. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, terdapat berbagai teori sosial yang dapat mendukung implementasi Forest School. Salah satunya adalah Teori Pendidikan Holistik yang dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan nasional, menyampaikan bahwa masa anak usia dini adalah periode krusial dalam kehidupan anak (Anggi et al., 2023). Beliau menekankan pentingnya pendidikan yang mencakup aspek f  isik, emosional, sosial, dan spiritual anak. Dengan pendekatan ini, pendidikan diharapkan dapat membentuk karakter dan kepribadian anak secara utuh. Ki Hajar Dewantara juga memperkenalkan konsep "mendikan," yang berarti mendidik dengan cara yang sesuai dengan alam dan budaya anak. Dalam konteks Forest School, aktivitas di luar ruangan dan pembelajaran berbasis alam sejalan dengan prinsip ini, karena mengajak anak-anak untuk belajar langsung dari lingkungan mereka. Ini tidak hanya mengajarkan mereka tentang alam tetapi juga memperkuat identitas budaya dan nilai-nilai lokal.

 

Daftar Pustaka

Anggi, I. A. C. A. I., Asari, C., Susanti, M. S. M., & Gera, I. G. G. I. G. (2023). Analisis Peran Permainan Edukatif Dalam Pengembangan Keterampilan Kognitif Anak Usia Dini Berdasarkan Sudut Pandang Ki Hajar Dewantara. Journal of Global Research Education, 1(1), 53–65.

Dilek, Ö., & Atasoy, V. (2020). Forest school applications in pre-school period: A case study. International Electronic Journal of Environmental Education, 10(2), 195–215.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun