Mohon tunggu...
Cici Cartika
Cici Cartika Mohon Tunggu... Lainnya - Fatayat Tangsel

Aktivis perempuan NU, suka menyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Arus Wacana Digitalisasi Pemilu 2024

24 November 2022   06:52 Diperbarui: 24 November 2022   06:55 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era sudah bergeser, jaman tentu sudah berkembang. Ibarat kata, dunia dapat digapai dengan menjentikkan jari di layar canggih yang kita genggam saat ini. Tentu ini menjadi kemajuan yang harus kita maknai bahwa semua ada keterkaitan dengan proses politik yang melekat di negara kita. Hari ini, apapun sangat dengan mudah di akses, dapat dikatakan bahwa reformasi menjadi satu langkah progres dalam mengimbangi dunia dan zaman.

Terkait akan hal tersebut, tentu selain teknologi ada hal yang lebih dekat dengan proses demokrasi yang kian terbuka. Setelah kita ketahui, tentu di tahun sebelum 2009 tidak terjadi proses pemilihan secara demokrasi , puluhan tahun terkerangkeng dalam sistem yang disebut orde baru. Lantas bagaimana dengan pemilu 2024? Akan selalu ada saja, dari setiap proses untuk berjaga dan berkaca pada pengalaman sebelumnya yang kita tahu bahwa di pemilu 2019 dan pemilukada 2020 adalah proses yang meninggalkan catatan duka secara mendalam.  Pertama, banyaknya pahlawan demokrasi yang gugur lalu kedua negara kita dilanda bencana covid yang mengubah seluruh tatanan negeri ini. Tentu, menjadi sebuah keharusan dan menjadi harapan semua pihak bahwa proses pemilu 2024 kali ini harus menjadi pemilu yang kuat, sehat , inovatif dan berdaya.

Dengan latar belakang persoalan tersebut, maka banyak wacana bahwa pemilu Indonesia sudah saatnya beralih pada ruang digitalisasi. Namun bagaimana kiranya kesiapan negara Indonesia ? Mengingat beberapa waktu terakhir seperti kita ketahui, data penduduknya saja tidak mampu untuk dilindungi karena berhasil diretas oleh hacker yang mengaku bernama bjorka , lalu persoalan krusial lainnya terkait data penduduk yang selalu hadir saat pemilu. Disisi lain tentu menjadi tantangan lainnya pemilu 2024 ini masih menggunakan regulasi yang sama dengan sebelumnya yaitu UU 7 tahun 2017. Disebutkan pula, bahwa pemilu 2024 kali ini adalah masa peralihan dari manual ke digital. Meski perlahan sudah banyak dilakukan, dari mulai Sipol, Sidalih, Siwaslu, bahkan proses penyelesaian sengketa yang sudah digitalisasi dengan sebutan SIPS.

Hal ini juga berkaitan, apabila 2024 nanti kita menggunakan sistem e voting atau i voting. Apa bedanya e voting dengan i voting? E voting adalah Electronic voting dan i voting adalah internet voting, keduanya berbeda tapi basisnya tentu saja digitalisasi. Maka bukan hal yang tidak mungkin akan dilakukan pemilihan dengan cara tersebut tetapi tentu yang harus dipikirkan adalah mengenai cara mengedukasi 200 juta orang yang tentu tidak memiliki keseragaman dalam hal memahami teknologi. Meski penyelenggara juga belum menentukan, nantinya akan menggunakan e voting atau e voting. Apabila kita lihat, e voting ini akan lebih memakan banyak waktu karena tentu banyak aspek yang harus diedukasi yaitu petugas TPS dalam hal ini sebagai komando penuh penggunaan atas proses digitalisasi di hari H,  juga keseluruhan masyarakat sebagai pemilih. Lalu, apabila menggunakan i voting ini berkaitan dengan jaringan dan sistem yang kita miliki, juga kesiapan jaringan dan teknologi yang dimiliki masyarakat di seluruh negeri. Infrastruktur yang dimiliki di beberapa kota atau kabupaten yang juga belum memadai. Sementara itu, disisi regulasi kita tidak memiliki perubahan dan masih belum spesifik bagaimana penanganannya terkait hal digitalisasi pemilu tersebut.

Maka, hal yang sifatnya transaksional atau manipulasi tentu masih rentan terjadi apalagi di ruang digitalisasi. Akan menyebabkan rasa under trusted di kalangan masyarakat terhadap penyelenggara tentunya dengan mengkorelasikan banyak kejadian yang terjadi di ruang digital. Ini artinya penguatan regulasi di ruang digital harus dilakukan.

Sehingga, proses pelaksanaan pemilu yang dapat dilakukan yang paling penting tentunya adalah yang sesuai regulasi dan sesuai kebutuhan. E voting maupun i voting mungkin dapat dilakukan dengan banyak persiapan, akan tetapi proses pemilu ini merupakan proses demokrasi untuk seluruh masyarakat maka bukan tidak mungkin dengan bagaimana dinamika yang terjadi digitalisasi pemilihan ini akan berakibat pada rasa skeptis di masyarakat. Juga berakibat pada ruang pengawasan yang dimiliki oleh seluruh masyarakat, karena proses teknologi yang berjalan tentu tidak keseluruhan dapat mengaksesnya karena berkaitan dengan keamanan siber dan jaringan. Dengan pandangan tersebut mengenai e voting ataupun i voting, keduanya tentu bukanlah hal yang buruk dan merupakan sebagai kemajuan peradaban, akan tetapi apabila banyak hal yang menjadi kontraproduktif dengan hal tersebut mungkin bisa juga dilakukan proses digitalisasi dalam proses penghitungan atau rekap sehingga dalam hal ini ruang pengawasan masih terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dari proses yang ada tentu poin penting dalam proses demokrasi ini adalah, sesuai dengan asas pemilu yang tercantum dalam UU pemilu, bahwa proses pemilu ini harus berdasar pada kehendak dan kesiapan seluruh rakyat Indonesia.

Cici Cartika

Aktivis Perempuan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun