Mohon tunggu...
Rama Nuansa
Rama Nuansa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Wa: 082137191548, (civil, cakap, jurnalism, terpercaya, independent)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Teruntukmu, Ku Rindu Kasihmu dalam Nostalgi Jogja

10 Februari 2021   23:01 Diperbarui: 10 Februari 2021   23:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hei....., sudah lama yaa kita tak pernah menjelajahi jogja. Jogja yang terbuat dari rindu katamu itu, apa itu masih ada?

atau jangan-jangan hanyalah ingatan terdalamku saja. Jogja masih seperti dulu tak banyak yang berubah. Sama hal nya hati ini yang masih tetap menunggu kehadiranmu. Memulangkan waktu, memang tak bisa. Namun kau tau aku berdoa kepada sang Agung. Agar roman kisahku dengan mu masih berlanjut. Berlanjut tanpa ada kisah sedih di antaraku. Aku disini baik-baik saja, hanya saja ada hal yang perlu ku sematkan untukmu.

Mungkin kali itu aku tak menghargai waktu bersamamu, sajak terurai begitu nikmat untuk menarasikan pertualangan. Aaaah semakin jauh narasi ini semakin jauh pula waktu itu terlintas. hanya saja terukir begitu saja dengan sendirinya. Seiring melangkah nan jauh disana, aku sering menjumpai sesosok wanita yang hadir mirip dengan mu, atau itu hanya delusi belaka. Saat ini kau sudah bahagiakah? siapa yang sering membuat mu tertawa. Siapa yang sering. Hampir menyentuh dalam sakmana nya dengan aksara aksara memutar akan hadirmu.

Apa yang kau ketahui, saat aku jauh darimu. Dan apa yang dapat ku ketahui dengan malam yang dilewati. Seiring bermain main dengan waktu menjadikan seruni nya tersendiri. Apalah mengenai diary ini, tapi yang ku ketahui ialah gemerlap saat itu. Melintasi tugu sampai nol km dengan alun-alun kidul menjadi pembertian terakhir. Kidung terakhir kita nyanyikan bersama saat itu, iringan saat menarasikan sangat sulit ku tuliskan. Hanya selembar kertas tua menjadi narasi tersimpan di bawah meja. 

Tak berani lagi ku bacakan, hanya jejak air mata yang terhapus dalam waktu. Seiring berjalan ntah mengapa sulit tuk ku melupakan. kenangan, hanya sebatas pelita dalam saraf-saraf romansa melunturkan pikiran nan jauh. Secarik kertas tak sempat lagi kuluruskan. Hanya sebatas mimpi dalam melanturkan nya. Memuat tersendiri dalam lautan terluas.

cukupkan surat ini tak perlu kau balas lagi, hanya menari-nari dalam pujian. Ah...... Lupakan sajalah yang terpenting kau sudah bahagia dengan jalan mu sendiri. Narasikan untuk dia, jangan terhenti narasimu. Diriku hanya menjadi penghambat untuk dirimu sendiri. Untuk menarikkan kertas berisi goresan memuat mu berpulang tak lagi mampu ku buatkan. Hanya saja keyakinan menjadi kan semangat tersendiri untuk bersama-sama

sekian, surat ini ku tuliskan dalam kerinduan kasih. Semoga narasi lama terurai dengan seksamanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun