Disclaimer: Konten ini hanya bermaksud Hiburan bagi para penulis yang lelah mengirim naskah karena merasa dipermainkan para tim Redaktur.
Pernah terbelisit mengapa Redaktur media yang anggap saja dari suatu media M melakukan tebang pilih terhadap konten yang diambil dari sudut dan latar belakang Harus Lah Sama dari penulis dengan redaktur media.Â
Ini yang dirasakan beberapa penulis yang berbeda latar belakangnya dengan redaktur, mencoba mengirimkan naskah yang menurut penulis sendiri dirasakan cukup, bahkan teman disamping penulis sebagai editor khayalan sesuai dengan kaidah yang ditentukan dari tim redaktur M tapi malah ditolak.Â
Dikarenakan berbeda prespektif serta latar belakang yang beda dari Tim Redaktur nya sendiri. Yaa begitu lah ironi yang begitu nyata nampak pada konten di media tersebut.Â
Bagaimana tidak hal tersebut nyata?, begitulah ketika penulis sendiri melihat konten yang terhadap pada media M. Isinya seperti melakukan tebang pilih bukan dilihat dari segi kaedah jurnalistik media dalam mempublikasikan konten di media tersebut.Â
Nampaknya redaktur media M lebih suka memilih konten yang menyinggung terhadap suatu kelompok. Dibandingkan fakta secara lapangan yang secara tidak langsung membakar suasana dan menggiring opini terhadap apa yang dikhendaki dari penulis.
Pernah melihat anak kecil saat bermain dan tiba-tiba nangis dia lebih memilih teman dekatnya dibanding terduga yang membuat nangis. Padahal belum tentu yang dimaksudkan terduga sesama anak kecil bermaksud membuat anak kecil tersebut menangis. Seperti ini lah analogi terhadap redaktur media m dalam memilih m. Menuduh secara sembarangan tanpa melihat secara langsung bahkan di lapangan dengan jernih.Â
Permainan media dalam menggiring opini tentunya sudah lazim dilakukan, lihat saja dalam suatu kondisi politik kita sendiri dapat melihat mana media yang berpihak terhadap pelaku politik dan mana yang bisa memilih untuk melakukan Independensi dan lebih memilih fakta secara lapangan.
Â
Dampak dari media yang bermainan menggiring opini terhadap publik, membuat masyrakat bersifat radikalis bahkan memiliki prespektif yang melawan secara keras terhadap pemerintah.Â
Tentunya kritisasi dari publik diperlukan namun sangat disayangkan jikalau sebagian publik lebih bertingkah agresif serta destruktif terhadap kebijakan pemerintah.Â
Kemunculan gerakan anak muda yang melawan secara  radikalis baik dengan garis keras maupun garis lucu terjadi pada tahun saat ini. Sebut saja kelompok HTI, Anarko, yang menjadi fenomena tersendiri dalam berkehidupan bermasyarakat.
 Kemunculan gerakan seperti ini akan menganggu kenyamanan serta keharmonisan tersendiri di tengah masyarakat. Yang seharusnya keharmonisan dalam menjalankan masyarkat sedikit bergesek karena publik yang sudah tergiring opini dalam bertindak.Â
Seharusnya kedewasaan dari serta kejernihan dalam memilih konten dapat di lakukan lebih maksimal. Kalaupun ingin menarik konten yang diinginkan tentunya juga dapat menerima konten dari berbagai prespektif yang berlawanan. Agar publik juga dapat melihat dari berbagai prespektif.
seorang tokoh pernah mengatakan "seseorang atau suatu kelompok yang bersifat radikalis tentunnya hanya melihat dari satu prespektif saja".Â
satu prespektif yang secara terus menerus dilakukan media dalam menggiring opini akan menutup mata dunia publik dalam melihat prespektif suatu hal. Akan dianggap itu sebuah kebenaran yang dipercayai publik dalam melihat suatu hal.Â
Tak heran ketika situasi politik berlangsung suasana keos terhadap suatu kelompok ditengah masyarakat akan sering terjadi. Kedewasaan media lah yang menjadikan peran penting dalam keharmonisan kehidupan ditengah masyarakat.Â
Perkataan dari seseorang tokoh bahkan mengatakan "kebohongan yang ditampilkan di publik secara terus menerus akan di anggap suatu kebenaran".Â
bukankah artikel, tajuk, serta tulisan yang dipublikasikan membuat masyarakat lebih membuka mata dalam melihat suatu hal. Tapi untuk redaktur media M lebih suka memilih melihat prespektif hanya dengan satu mata.Â
Seakan-akan membuat publik tidak suka akan suatu kelompok tersebut. Toh tujuan dari Kelompok tersebut mulia, jikalau ada kesalahan yang didepan mata sendiri. Seharusnya bisa ditanyakan lebih jelas bahkan membuka pandangan yang lebih luas.Â
Dengan permintaan maaf dari Pak Jakoeb Oetama menurut penulis sendiri lebih dewasa bahkan sudah benar-benar dewasa dari media itu sendiri.Â
Pelajaran dari sosok ini lah yang perlu kita ambil diserap bagi kalangan muda dalam media. sekian dari penulis, sebenarnya penulis malas membahas dalam penggiringan opini tetapi karena tulisan yang telah dipublikasikan terlihat pola yang sama. sehingga penulis merasa perlu untuk disampaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H