12 Oktober 2021
Oleh : Yulita Dyah Kusumasari
Narasumber : Willian Bradley HortonÂ
  Senin 11 Oktober 2021 Departemen ilmu sejarah Unair mengundang Prof. William Bradley Horton untuk memberikan kuliah tamu. Dalam acara tersebut Prof. Horton tersambung dengan zoom meeting untuk memberikan materinyaa. "Penulisan Sejarah yang Tidak Dapat Ditulis pada dasarnya mungkin mencerminkan pikiran prof. William tentng Indonesia setelah 20 tahun tenggelam dalam sejarah Indonesia mulai terlihat jelas bagi profesor William." Prof. Horton saat memulai materinya lewat zoom. Dalam kuliah tamu ini Prof. Horton menjelaskan bahwa ia bukan ahli sejarah zaman Jepang, ia hanya memulai dengan sejarah sosial dan melihat novel daril pada zaman kolonial yang populer.Â
   "Saya tertarik pada pengarang seperti Mas Marko, juga kalau lebih dekat dengan perang dunia kedua yang namanya Abdul Karim M.S yang menulis momen itu." Prof. Horton bercerita disela-sela acara bahwa ia menyukai novel novel populer. Prof. Horton menunjukan sharescreen powerpoint yang menunjukan 3 tahun Jepang menduduki Indonesia, yang menarik pada powerpoint itu hanya menunjukan layar hitam yang menjelaskan bahwa Jepang menduduki Indonesia tidak terjadi apa-apa. Ia juga menyebut hanya sedikit sumber yang menggambarkan kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang, yang ada hanya foto-foto tentara Jepang dengan pekerja romusha. Ia juga mengatakan bahwa bukti-bukti sejarah Indonesia pada tahun 1942-1945 sangat sulit ditemukan yang ada hanya tahun 1945 dst.
   "Orang Indonesia menjadi sasaran Jepang tetapi detailnya tidak banyak" kata Prof. Horton menjelaskan bahwa sangat sedikit bukti yang ditemukan. Ia juga menunjukan 2 foto yang pertama menjelaskan gambaran  wanita Jepang dan wanita Indonesia bersalaman dengan cara Jepang, memberitahu bahawa wanita Jepang itu bekerja di angkatan laut di Jakarta. Gambar yang kedua Ia menjelaskan foto- foto gadis Jepang yang tinggal di Jakarta. Prof. Horton mendapatkan 2 gambar tersebut dari majalah yang sangat terkenal bernama "Djawa Baroe". Ia mengatakan bahwa 2 gambaran tersebut tidak masuk kedalam sejarah Indonesia. Ia juga megatakan bahwa salah satu foto tersebut ia dapatkan dari salah satu mahasiswanya.Â
  Prof. Horton juga menunjukan video yang berisi anak-anak SD menari diiringi musik Indonesia sambil menbawa bendera Jepang, ia mengatakan bahwa Ia menyukai lagu tersebut " saya sangat Suka sebenarnya lagu ini gamapang dilihat, kalo melihat ini rasanya senang ini anak-anak SD di Jakarta.". Zaman Jepang jelas sekali sumbernya kurang kotak hitam yang Ia tunjukan diawal tadi menjadi begitu karena ada alasanya bukan karena sejarahwan itu malas memang ada alasan melakukan itu. Masalah itupun Prof. Horton juga jabarkan Ia menyebut yang pertama masalah bahasa, tetapi ada satu alasan lainnya yang lebih penting lagi yaitu, mitos bahwa setelah perang orang Jepang membakar semua sumber karena takut akan diadili. Ia juga menjelaskan peraturan yang menyebutkan bahwa sebelum meninggalkan tempat semua dokumen harus dihancurkan.
   Setelah zaman Jepang terjadi revolusi karena ada revolusi orang Indonesia mau menghancurkan dokumen-dokumen tentang perang dunia kedua. Salah satu sebabnya adalah slogan "Made in Jepang"  slogan tersebut dilemparkan pemerintah Indonesia oleh Belanda supaya bisa kembali sebagai penjajah. Jadi tokoh-tokoh Indonesia harus membela diri dengan menutupi kerjasama dengan Jepang, segala sesuatu yang lembuktikan bahwa mereka kenal dengan Jepang, berteman dengan Jepang itu semua harus dihapus. Prof. Horton juga menejelaskan disamping masalah politik juga terdapat masalah lain yaitu wanita. Kembali ke mitos sebenarnya kita bisa mencarinya diberbagai tempat dan itu sebenarnya ada, sayangnya di ANRI (arsip nasional repupblik Indonesia) tidak terlalu banyak dokumenya sebabnya karena Belanda membawa pulang. Prof. Horton mengira kenapa kita tidak bisa membus kotak hitam tadi karena sejarah yang dilajari Sampai sekarang tidak bisa dipelajari untuk zaman Jepang. Ia juga menjelaskan kalau kita ingin mempelajari zaman Jepang memasuki zaman Jepang dalam sejarah Indonesia yang lebih luas kita harus mempelajari sejarah Jepang itu terlebih dahulu.Â
  Prof. William juga menceritakan secara singkat profil penulis  buku yang Ia sukai yaitu Abdul Karim, Abdul Karim orang yang mulai dari zaman NIP(Netherlands Indische partie). Pada saat NIP ditutup Abdul Karim menjadi BKI menjadi komisaris untuk Sumatra Utara. Baru saat mengenai gunanya sastra cukup ramai. Pada suatu saat ada yang mengirimkan naskah Mukhtar Nasution menenai Tan Malaka dikota Medan dan itu dikritik cukup tajam oleh surat kabar. Baru setelah Jepang masuk Ia dilepaskan oleh Belanda dan kembali ke Medan mulai bekerja macam-macam "Dia mulai sebagai tokoh BOMPA suatu organisasi masa disana yang sangat penting pada zaman Jepang dan mulai dikenal raja" Prof. Horton saat menjelaskan profil Abdul Karim.Â
  Demikian juga ada beberapa sejarah dilihat Prof. Horton mengatakan bahwa hobinya adalah Peter Aberweel. "Peter Aberweel punya sejarah yang cukup menarik bagi yang belum tahu Peter Aberweel adalah seorang pemberontak pada Belanda pada tahun 1720 tetapi, saya menemukan dia pada suatu novel pada tahun 1926 kalau tidak salah" Prof. William saat menjelaskan tentang Peter Aberweel. Setelah itu Prof. Horton juga membicarakan tentang wanita Jepang. Tentara Jepang datang ke Indonesia tidak membawa wanita bersama mereka maka dari itu terjadi berbagai masalah, masalah wanita penghibur, pemerkosaan dan lain-lain. Pembahasan Prof. Horton Pun berpindah Ia menceritakan kondisi wanita Jepang saat di Indonesia.  Ada beberapa cerita mengenai sejumlah wanita Jepang yang menunjukan bahwa bukan tidak ada akan tetapi sangat terbatas dan hanya ada di beberapa tempat tetapi sejauh mana mereka berinteraksi dengan orang Indonesia itu yang sedikit kabur. Prof. Horton juga baru mengetahui bahwa pada tahun 1946 bulan Juni atau Juli 800 orang dokter,perawat kembali ke Jepang di antara  itu masih ada perawat wanita yang ada dalam militer dan juga diluar militer. Tetapi menurut daftar orang sipil Jepang per bulan April orang orang itu tidak ada. Konon ada orang Jepang yang mencintai petinggi Jepang di Jakarta dan itu rahasia.Â
   Prof. Horton juga membahas eksistensi wanita penghibur pada zaman Jepang, ia mengatakan bahwa wanita penghibur khusus untuk Jepang. Jika dilihat dari sejarah hukum Jepang ada prostitusi dan pelacuran yang diatur oleh pemerintah mulai dari suku Jawa pada abad ke-17 tetapi semakin lama Jepang semakin coba mengaturnya dianggap sebagai macam-macam sumber masalah yang mengancam masyarakat dan negara. Ada masalah kesehatan, masalah moril karena menghancurkan pernikahan, bisa juga menjadi masalah politik dsb. Prof . Horton juga menceritakan perlakuan Jepang kepada wanita-wanita Indonesia yang terkena penyakit. Kedepanya Prof. William Horton berharap mahasiswa Unair ada yang tertarik melanjutkan penelitian ini dan hasilnya dapat digunakan untuk kedepanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H