Pendahuluan
Membaca berita di koran beberapa hari ini membuat saya prihatin dengan masa depan anak-anak Indonesia. Banyak sekali kasus tindak kekerasan dan kejahatan seksual yang terjadi pada anak. Kasus tindak kekerasan dan kejahatan seksual yang terungkap saat ini seperti efek bola salju yang semakin membesar. Diawali dengan terungkapnya kasus kejahatan seksual terhadap anak di salah satu international school di Jakarta, hingga terungkapnya kasus yang sama, yang memakan korban ratusan anak di Sukabumi. Selain kasus kejahatan seksual terhadap anak, muncul juga kasus kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak yang menyebabkan kematian.
Sebagai seorang ibu, tentunya saya sangat khawatir dengan phenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini dan berusaha untuk mencari solusi agar kejadian ini tidak semakin nenyebar dan kalau mungkin tidak terjadi sama sekali. Apa yang terjadi pada anak- anak saat ini sangat memprihatinkan dan tentunya akan mempengaruhi masa depan anak yang akan menjadi penerus bangsa kelak. Kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak harus segera dihilangkan dan diselesaikan dengan cepat agar tidak menjadi masalah yang turun temurun.
Dalam bukunya ‘ The Absorbent Mind’, Dr. Montessori mengatakan bahwa anak adalah agen perubahan dan perdamaian di dunia ini karena anak adalah calon orang-orang dewasa kelak yang akan menjadi penerus dan pemimpin bangsa.
Bayangkan jika saat anak-anak mereka sudah menunjukkan sifat kekerasan yang dapat mencelakakan orang lain atau mendapatkan pengalaman pahit ketika masih anak-anak karena menjadi korban kekerasan seksual. Apa yang kan terjadi dengan anak-anak tersebut, ketika mereka menjadi dewasa?
Dari pengakuan beberapa pelaku kejahatan seksual terhadap anak, beberapa diantaranya mengaku bahwa mereka pernah mengalami kekerasan seksual diwaktu kecil. Mungkinkan ini akan menjadi putaran yang sama yang terjadi pada mereka? Mudah-mudahan tidak, dengan penangangan yg tepat, disertai cinta dan dorongan dari orang tua dan keluarga, insyaallah anak akan dapat melupakan kenangan pahit dan dapat menjalani kehidupannya dengan baik.
Begitu juga dengan anak-anak yang sudah menunjukkan sifat kekerasan diwaktu kecil. Apa yang akan terjadi pada mereka, ketika dewasa kelak? Ketika berumur 13 tahun, yang secara fisik masih bisa tumbuh menjadi orang dewasa yang kuat. Mungkinkah anak-anak ini akan mampu melukai lebih banyak orang lagi, karena tidak mampu mengontrol emosinya?
Banyak sekali kasus kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa saat ini. Salah satu solusi yang dilakukan oleh pihak yang berwajib adalah dengan memberikan hukuman yang berat kepada pelaku. Selain memberikan hukuman berat kepada pelaku, mungkinkah hal ini dapat dikurangi jika pelaku mendapatkan pendidikan yang benar pada usia dini?
Dr. Montessori mengatakan bahwa “Pendidikan anak dimulai dari sejak dini. Karakter anak mudah terbentuk ketika berusia dibawah usia 6 tahun. Akan lebih sulit untuk mengubah karakter buruk akan jika anak sudah berumur diatas 6 tahun.” Montessori adalah salah satu metode pendidikan anak usia dini yang sudah dipraktekan diseluruh dunia dan terbukti selama 100 tahun lebih menghasilkan anak-anak yang mandiri, sopan, disiplin, tanggungjawab, berpikir kreatif dan penyayang.
Latar Belakang Metode Montessori
Dr. Maria Montessori adalah dokter wanita pertama di Italy. Beliau mengelola sebuah rumah anak-anak yang bernama Casa dei Bambini atau Children’s House. Casa dei Bambini adalah sebuah sekolah untuk anak-anak kurang mampu yang meresahkan masyarakat di Italy pada waktu itu. Seiring berjalannya waktu, dr. Montessori mampu merubah karakter anak-anak ini menjadi karakter yang positif, sehingga anak-anak ini tidak lagi menjadi anak-anak yang meresahkan masyarakat malah mereka menjadi anak-anak yang baik yang perlu di jadikan contoh. Sejak keberhasilan doktek Montessori membina anak-anak di Casa Dei Bambini, maka nama Dokter Montessori menjadi terkenal didunia dan mulai menyebarkan metode Montessori ke penjuru dunia.
Pembentukan Karakter Anak
Karakter anak terbentuk melalui beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah keketika mereka berusia 0 – 6 tahun. Pada tahapan ini anak memiliki kemampuan untuk menyerap informasi yang ada di lingkungannya. Kemampuan ini disebut Absorbent Mind. Pada tahapan ini anak masih belum mengerti tentang konsep benar atau salah. Pada tahapan ini sangat mudah sekali membentuk karakter anak berdasarkan nilai-nilai positif yang kita inginkan melalui contoh-contoh yang kita tunjukan atau kegiatan-kegiatan yang kita lakukan. Pada usia ini, anak masih belum mengerti dan tidak akan menolak atau menanyakan apa yang merekal lakukan karena mereka tidak tau apa yang lebih baik untuk mereka. Ketika orang tua, mencontohkan kegiatan dan sifat-sifat yang positif diusia ini, maka secara alami anak akan mengikutinya dan akan membuat kegiatan ini sebagai kegiatan normal dan rutin yang dilakukan sehari-hari bukan merupakan suatu paksaan untuk melakukan hal-hal yang baik. Contohnya: ketika anak dibiasakan berdoa sebelum makan, makan dia agak mengingat dan selalu berdoa sebelum makan hingga dia besar kelak. Karena itu adalah nilai-nilai yang diajarkan kepadanya.
Tahapan kedua, adalah ketika anak berusia 6-12 tahun. Pada tahapan ini anak sudah mulai membedakan benar dan salah. Mereka sudah mulai mempertanyakan segala sesuatu yang dilakukannya dan sudah dapat menemukan alasan-alasan yang sesuai dengan logika mereka. Pada tahapan ini, anak-anak suah mulai agak jauh dari keluarga karena sudah mulai mencari temannya sendiri sehingg agak sulit untuk mengontrol anak karena sudah dapat di pengaruhui oleh teman dan lingkungannya.
Tahapan yang ke tiga adalah usia 12 – 18 tahun. Pada tahapan ini, karakter anak sudah mulai terbentuk secara utuh sehingga sangat sulit untuk diubah. Pada tahapan ini anak-anak juga sangat rentan terhadap masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat karena jika pada usia ini, anak tidak mendapatkan pondasi yang kuat dari keluarga maka pada usia ini anak mudah dipengaruhi dan mengikuti hal-hal negatif yang terjadi di lingkungannya.
Cara Metode Montessori Membentuk Karakter Anak
Montessori membentuk karakatek anak melalui kegiatan yang dilakukan sehari-hari yang mengutamakan disiplin namun memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan pilihannya. Metode Montessori berlandaskan akan 3 hal yaitu : persiapan lingkungan, kebebasan individu dan Guru/orang tua.
Persiapan Lingkungan:
Sebagai guru/orang tua kita wajib menyediakan ruangan dan kegiatan untuk anak-anak bermain atau melakukan sesuatu. Dengan menyiapan ruangan dan kegiatan maka anak-anak akan leluasa untuk bermain dan mengexpresiakan dirinya. Anak juga mempunyai ruangan atau kegiatan untuk menyalurkan energinya sehingga energy yang dikeluarkan oleh anak, di tuangkan melalui kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Kebebasan Individu
Dalam metode Montessori, anak diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan yang akan dilakukannya. Namun kebebasan yang diberikan bukanlah kebebebasan yang mutlak yang mengijinkan anak-anak untuk melakukan sesuatu sesuka hati. Kebebasan disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab, dimana mereka harus berbicara dengan suara pelan, merapikan mainan setelah selesai bermain, bergiliran, menghormati peralatan dan teman-teman yang lain.
Guru/Orang tua
Peran guru dan orang tua disini adalah sebagai orang yang mengawasi berjalannya kegiatan yang dilakukan dirumah atau disekolah. Selain mengawasi, orang tua juga membantu menyediakan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Guru atau orang tua sebaiknya memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan segala kegiatan yang dilakukan anak sendiri. Membiasakan hal ini dapat membantu anak dalam mengatasi masalahnya dan juga membuat anak lebih mandiri. Guru atau orang tua juga perlu memberikan perhatian kepada setiap anak, sehingga mereka dapat mengetahui perbedaan perilaku anak setiap waktu. Kalau perlu guru atau orang tua perlu membuat buku catatan tentang perkembangan anak-anak tersebut. Guru atau orang tua wajib memberikan contoh yang baik kepada anak-anak, karena anak-anak adalah peniru ulung.
Melalui 3 landasan diatas, Dr. Montessori membuat anak-anak menyukai kegiatan yang dilakukannya sehingga secara tidak langsung konsentrasi anak terbentuk. Konsentrasi adalah kunci dari kedisiplinan. Jika anak-anak sudah dapat berkonsentrasi, maka secara tidak langsung anak-anak akan mampu mengikuti perintah dari guru atau orang tua sehingga mereka bisa menjadi anak yang disiplin.
Kedisiplinan dan kepatuhan terbentuk dari kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari, sehingga anak-anak tidak merasa dipaksakan atau terbebani menjalankan kegiatan yang mereka sukai setiap hari.
Kesimpulan
Membentuk Karakter Positif Anak adalah tugas orang tua dan masyarakat disekitarnya. Kita bisa memulai dengan membentuk karaktek positif anak dari lingkungan keluarga kita sendiri. Mulai dengan melakukan kegiatan positif yang rutin setiap hari hingga menanamkan nilai-nilai moral dan agama kepada anak-anak.
Mulai meluangkan waktu untuk memberi perhatian kepada anak-anak, karena perhatian dari orang tua merupakan bukti nyata kasih sayang yang kita bisa tunjukkan kepada anak. Meningkatkan kemampuan kita dalam mendidik anak melalui pelatihan parenting atau pelatihan Montessori sangat membantu menambah keahlian kita dalam mendidik anak yang nantinya dapat dibanggakan dan berguna bagi masyarakat dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H