Tapi buat apa? Semakin menulis, semakin ribut di hati dan pikiran. Sekarang pun, untuk terus lanjut terasa sangat berat. Buku yang kelar dibaca tadi, pun tidak cukup membantu. Ah, sudahlah. Saya menyerah!
Dalam keadaan seperti ini, saya teringat dengan guru Meditasi saya, Guruji Gede Prama. Kata Guruji, sebaik-baik bermeditasi adalah beristirahat. Berdamai dengan semua perang jiwa.
"Istirahat, istirahat, istirahat..."
Saat-saat anda menemui mental block saat menulis, apa yang anda lakukan? Kata seorang penulis senior, membaca dan kemudian tulislah. Saya juga percaya dengan prinsip ini.Â
Bagi saya, membaca adalah pencair kebuntuan menulis. Membaca adalah obat kuatnya agar mampu terus menulis. Tapi jika hati dan pikiran kosong begini, bagaimana bisa menulis sesuatu yang hebat dan membawa manfaat? Ah, sungguh berat!
"Tuhan alam, jiwa ini lelah. Tuntunlah. Bawalah pada alam kedamaian.
Peluklah dengan ketenangan walau sebentar saja..." Â
Malam ini, mari untuk santai sejenak. Teruslah menulis tanpa memaksakan. Biarlah jiwa menutur apa saja yang diinginkannya. Biar jemari bekerja tanpa desakan.Â
Tetaplah menulis dengan menerima unsur-unsur positif alam, dan lepaskan unsur-unsur negatif. Dengan kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh semesta, semaikan lagi ke semesta raya. Hingga damai memenuhi jiwa.
Ah, kalau hati terasa damai begini, atau jika jiwa sedang bermeditasi menulis seperti ini, rasa-rasanya menulis lima halaman dalam sepuluh menit, tidak pernah cukup rasanya.
"O, tubuh. Biarlah kalian hening sejenak. Kalian sudah begitu lelahnya.
Terimakasih sudah banyak membantu pekerjaan saya. Kalian begitu baik."
"Saya sangat menghargai pengorbanan kalian, dan selalu butuh pertolongan kalian.
Saya mencintai kalian. Terimakasih. Terimakasih.."