Mohon tunggu...
Chyntia Bella
Chyntia Bella Mohon Tunggu... Akuntan - Kemenkeu

Pengamat kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Coretax : Kunci Efektivitas Earmarking Pendidikan

30 Juni 2024   20:35 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:27 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, masyarakat dikagetkan dengan pernyataan seorang tokoh publik yang menyebutkan bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier. Terlepas dari perbedaan jenis kebutuhan untuk setiap orang, kita tentu berharap uang yang kita bayarkan ke negara mampu mewujudkan pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Berdasarkan data Human  Development  Index (2019), Indonesia berada  pada  peringkat 107  dari  189 negara yang menyiratkan belum optimalnya ouput pendidikan. Padahal, alokasi anggaran (2012 – 2018) mencapai lebih dari 2.581,7 Triliun. Kini pertanyaannya, sudahkah pajak secara efektif digunakan untuk mewujudkan SDM yang berkualitas ?

Komitmen pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa sejatinya telah diwujudkan melalui belanja yang sudah diatur oleh undang-undang (mandatory spending). Pemerintah mengalokasikan setidaknya 20% dari total belanja setiap tahun untuk mendukung program terkait pendidikan seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunjangan guru, Program Keluarga Harapan (PKH) komponen pendidikan, DAK  fisik  bidang  pendidikan,  dan lainnya. Hasil kajian Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu (2023) menunjukkan bahwa belanja (2018-2021) berdampak positif pada indikator APM (Angka Partisipasi Murni), RLS (Rata-rata Lama Sekolah), dan HLS (Harapan Lama Sekolah). Dua dari tiga indikator ini merupakan komponen utama pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menunjukkan peningkatan kualitas hidup masyarakat pada dimensi pendidikan.

Sayangnya, hasil analisis dampak belanja belum memanfaatkan data penerimaan pajak sektoral. Hal ini disebabkan salah satunya oleh sistem pengeluaran dan penerimaan yang belum dapat diinterintegrasikan. Saat ini data pajak yang dipublikasi kepada masyarakat belum terklasifikasi berdasarkan bidang pendidikan. Selain itu, hubungan sebab akibat antara komponen penerimaan dan pengeluaran dalam proses penentuan target pendapatan dan alokasi belanja setiap tahun perlu diperjelas. Apabila terlaksana, hubungan ekonomis pendapatan dan belanja dapat ditingkatkan dan peluang mendefinisikan kemanfaatan setiap rupiah APBN kepada masyarakat akan lebih besar.

Kebijakan earmarking menjawab kebutuhan kerangka hubungan langsung antara penerimaan dan pengeluaran pendidikan. Dengan adanya earmarking, masyarakat tahu seberapa besar porsi dari pajak yang digunakan untuk pendidikan sehingga pelaksanaannya lebih akuntabel. Selain itu, kebijakan ini juga mengurangi risiko penyalahgunaan atau alokasi yang tidak efisien. Berkaca dari praktik earmarking pendidikan di berbagai negara, penerimaan umum seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan sumber ideal digunakan untuk belanja sektor pendidikan secara spesifik. Selama ini, implementasi earmarking di Indonesia baru dilakukan untuk cukai tembakau, pajak kendaraan bermotor, dan pajak rokok. Praktik earmarking pada sektor tersebut dapat menjadi contoh bagaimana earmarking pendidikan diimplementasikan.

Di samping manfaat, implementasi earmarking pendidikan masih menyisakan tantangan.  Berdasarkan Kajian Kelayakan Penerapan Earmarking Tax di Indonesia (BKF, 2013), earmarking berpotensi mengalami kegagalan karena pengawasan yang lemah dan nihilnya peningkatan penerimaan. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan kekakuan dalam alokasi belanja jika tidak dilakukan dengan pengawasan dan evaluasi yang ketat. Beberapa daerah mungkin berlimpah untuk alokasi pendidikan dan yang lainnya berkekurangan. Akan tetapi, hal ini dapat diatasi menggunakan skema transfer ke daerah yang memasukkan aspek lokalitas dalam pengalokasian belanja.

Modernisasi sistem administrasi perpajakan melalui pengembangan coretax system menjadi kunci untuk mengatasi kendala earmarking pendidikan. Tujuan utama proyek ini adalah integrasi seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan seperti pendaftaran, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak. Dengan adanya digitalisasi ini, proses pemeriksaan pajak berbasis teknologi dan kepatuhan dapat dilakukan sehingga pengawasan lebih efektif. Selain membenahi basis pajak, coretax system juga dapat membantu  mengurangi kesalahan dan penipuan dalam pelaporan sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat dan berpotensi meningkatkan penerimaan pajak.

Akselerasi pengembangan coretax sangat penting dilakukan untuk mendukung earmarking pendidikan. Meskipun Peraturan Pemerintah tentang Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) baru diterbitkan di 2018, inisiasi proyek ini telah masuk dalam Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan sejak 2014. Pengalaman pengembangan sistem inti belanja yakni SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) dan SAKTI (Sistem Akuntansi Keuangan Tingkat Instansi) dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan. Beberapa lesson learned pengembangan sistem belanja ialah implementasi bertahap dan modular sehingga memudahkan identifikasi dan perbaikan masalah, pelaksanaan uji coba yang komprehensif, dan penyediaan dukungan manajemen perubahan yang baik untuk membantu dalam transisi sehingga peningkatan penerimaan dapat tercapai. Di samping itu, pengalaman pengembangan sistem belanja sebelum sistem pendapatan dari negara lain seperti Korea Selatan, Brasil, dan Afrika Selatan juga perlu dikaji lebih jauh.

Dalam jangka panjang, kombinasi kebijakan earmarking pendidikan dan modernisasi perpajakan melalui coretax system diharapkan dapat mendukung pembangunan manusia yang berkelanjutan. Pembayar pajak berhak mendapatkan manfaat pendidikan yang lebih maksimal dan pembuat kebijakan berkewajiban melanjutkan peningkatan akuntabilitas. Dengan data yang lebih akurat dan transparan, pemerintah dapat merencanakan anggaran bidang pendidikan dengan lebih baik dan memastikan dana publik digunakan secara efektif untuk mewujudkan visi Indonesia emas 2045.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun