Oleh: Chyintia Ratna Sari dan M. Ginanjar Eka Arli
Betapa miris kita melihat kapasitas sumber daya manusia Indonesia saat ini. Seperti dilansir oleh UNSECO pada tahun 2012, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1000 penduduk hanya satu orang yang tertarik membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di urutan 69 dari 127 negara. Sementara data UNDP menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. (Republika, 27 Februari 2015). Padahal, indikator suatu negara dikategorikan maju atau tidaknya bisa dilihat dari budaya membacanya. Ironis, tetapi memang demikian kenyataannya saat ini.
Menghadapi masalah tersebut, tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Memasuki kurikulum 2013, pemerintah mulai mencanangkan gebrakan dalam rangka menanamkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada anak-anak sejak usia dini. Jika dahulu anak-anak wajib bisa membaca di tingkat SD, khususnya kelas satu atau dua, maka sekarang kewajiban tersebut menurun hingga tingkat TK atau Taman Kanak-kanak. Kebijakan ini memang menuai kontroversi, ada kelebihan dan kekurangan yang bisa kita lihat dari masing-masing pihak.
Terlepas dari kontroversial tersebut, langkah yang diambil pemerintah pada dasarnya memang bertujuan untuk memberantas buta huruf di Indonesia. Senada dengan hal tersebut, pihak-pihak kampus pun sudah mulai gencar membentuk berbagai program untuk mendukung pemerintah. Salah satu program andalan yang sering menjadi ujung tombak universitas adalah KKN atau Kuliah Kerja Nyata.
Program KKN ini biasanya diadakan oleh mahasiswa tingkat tiga (semester lima atau enam). Oleh pihak kampus, para mahasiswa dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan sepuluh sampai sebelas orang, lalu mereka disebar ke seluruh desa maupun dusun yang berada di daerah cakupan kampusnya. Sebut saja untuk wilayah Jawa Barat, tempat-tempat yang biasa digunakan sebagai daerah KKN diantaranya Garut, Sumedang, Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Sukabumi, Subang, dan sebagainya. Dari daerah tersebut yang perlu diperhatikan adalah daerah kabupaten Subang.
Subang terkenal sebagai salah satu daerah yang memiliki jumlah masyarakat buta huruf terbanyak di daerah Jawa Barat. Tidak hanya membaca, bahkan orang dewasa dan lansia masih tidak bisa menulis dan berhitung. Bayangkan, betapa jauhnya kemampuan yang mereka miliki ketimbang anak-anak saat ini yang hidup berlimpah harta dan dimanja oleh buaian teknologi.
Untuk itulah, mahasiswa yang KKN biasanya mencanangkan beberapa program seperti rumah belajar, rumah pintar, pelatihan membaca, menulis, dan berhitung, serta kegiatan lainnya yang mendukung proses pembelajaran dan pemberantasan buta huruf di daerah tersebut. Sekilas terlihat simple, namun pada praktiknya sebenarnya cukup sulit juga dan susah untuk dijelaskan melalui kata-kata.
Jika kita ingin merubah kebiasaan masyarakat, khususnya para orang tua dan lansia, tentu sangat sulit sekali. Pertama dari segi daya tangkap mereka sudah berkurang, dan kedua bagi mereka pribadi terkadang apa yang kita lakukan dianggap sudah tidak terlalu berguna. “Untuk apa masih belajar membaca, menulis, dan berhitung sementara usia sudah tua renta?” Begitu pikir sebagian besar dari masyarakat tersebut.
Oleh karena itulah, penanaman kebiasaan membaca dari sejak dini menjadi hal prioritas yang penting untuk kita lakukan secara bersama. Dalam ranah ini beberapa pihak turut terlibat dalam menyukseskannya, diantaranya peranan orang tua di rumah, guru di sekolah, dan teman-teman di lingkungan bermainnya. Namun sebelum membahas kesana, marilah kita ulas sedikit tentang membaca.
Selayang Pandang Membaca.
Membaca, beradasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki beberapa arti. Yang pertama ia termasuk kata kerja (verb) yang berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankannya atau hanya di dalam hati). Membaca juga berarti mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Membaca artinya mengucapkan, mengetahui, meramalkan, memperhitungkan, dan memahami.
Membaca disebut sebagai jendela dunia, khususnya ketika kita membaca buku. Dari buku banyak hal yang bisa kita dapat, baik berupa ilmu, pengetahuan, maupun informasi lainnya. Adapun hal-hal yang bisa kita baca sebenarnya banyak sekali, mulai dari media cetak seperti koran, majalah, dan buku, hingga media daring (dalam jaringan atau online) seperti facebook, twitter, blog, website, dan lain sebagainya.
Membaca dapat membuka wawasan kita. Membaca dapat merubah kita dari tidak tahu menjadi tahu. Faktanya, banyak orang-orang besar, orang-orang sukses, dan orang-orang yang pintar berawal dari kecintaannya dalam membaca. Sebut saja Napoleon Bonaparte sang kaisar Prancis, Aristoteles dan Plato sang ilmuan Yunani, dan Stephen King sang raja misteri dunia. Bahkan bagi seorang muslim, membaca menjadi salah satu hal penting yang patut kita ketahui.
Empat belas abad silam, di suatu gua di negeri jazirah Arab sana, turun sebuah wahyu pertama yang mengguncang dunia. Kita semua tahu, ketika itu malaikat pembaca wahyu yang disebut malaikat Jibril, tengah menyampaikan hidayah dan inayahnya kepada nabi besar kita, Nabi Muhammad Saw. Allah ketika itu menurunkan lima ayat pertama dari Al-Qur’an yakni Q.S. Al-Alaq: 1-5 yang memiliki arti sebagai berikut.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Kata pertama dari wahyu pertama yang turun adalah: Iqra! Bacalah! Tentu setiap wahyu dan setiap kata yang ada di dalamnya tidak semata-mata diturunkan Allah tanpa tujuan yang jelas. Bahkan jika kita sebagai orang awam melihatnya, untuk apa perintah membaca diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. yang saat itu buta huruf?
Ternyata, ada makna terpendam yang berlapis-lapis disini. Salah satunya yakni perintah untuk membaca. Bukan hanya secara harfiah yakni membaca suatu teks secara tertulis, akan tetapi kita dapat membaca keadaan, membaca situasi, membaca peristiwa, hingga membaca tipikal karakter seseorang yang sedang kita temui. Membaca memiliki definisi yang luas dan membaca erat kaitannya dengan orang-orang yang berilmu.
Bukankah lagi-lagi dalam Al-Qur’an juga Allah selalu menyebutkan, “Aku akan meninggikan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” Artinya, kebiasaan atau budaya membaca memang erat kaitannya dengan orang intelektual. Membaca dapat membuat kita pintar dan kritis. Membaca membuat kita paham akan sesuatu hal. Dan membaca itulah hal yang wajib kita kuasai untuk mengarungi bahtera kehidupan yang panjang ini.
Kita belum mengaitkan kebiasaan membaca dengan menulis. Meskipun memang membaca dan menulis seperti suami istri yang tidak bisa dipisahkan, akan tetapi mari kita fokus terlebih dahulu dengan aktivitas membaca. Kembali pada permasalahan pertama bahwa kebiasaan membaca harus kita tekankan sejak dini. Dari sini kita akan coba mengulik kembali peranan orang tua, guru, dan lingkungan terhadap kebiasaan membaca seseorang.
Membiasakan Membaca Sejak Dini
Lingkaran pertama yang paling dekat dengan seseorang adalah keluarga. Khususnya ketika kita membicarakan seseorang yang dapat membimbing kita, tentu dalam konteks ini yang dimaksud adalah para orang tua. Sebelum mengajarkan membaca, kita bisa mengenalkan dan membiasakan dahulu kebersamaan anak dengan buku. Buatlah ia cinta dan sayang dengan bukunya, hingga akhirnya ia penasaran dan ingin membaca isinya. Di saat itulah, kita sebagai orang tua bisa beraksi dan mulai mengajarkan cara membaca huruf demi huruf yang tertera disana.
Tidak hanya itu, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan orang tua untuk mengajarkan membaca kepada anaknya. Salah satu diantaranya yaitu dimulai dari membiasakan membacakan buku sebelum tidur. Sewaktu kecil, orang tua biasanya mendongengi anak-anak sebelum tidur. Hal itu telah pertama-tama untuk menanamkan kedekatan dengan cerita dan buku terlebih dahulu – tentu karena anak-anak belum bisa membaca.
Beranjak dewasa dan telah mengenal buku, anak biasanya akan menagih sendiri buku-buku yang ingin mereka baca. Di saat ini, peran orang tua sangatlah penitng. Pertama jangan membatasi keinginan anak. Dalam arti, fasilitasilah ia dan berikan bacaan-bacaan yang baik sesuai dengan yang ia perlukan. Konon, pembentukan akhlak dan karakter anak bisa dimulai sejak masa golden age tersebut.
Lingkaran kedua yang tak kalah penting dari orang tua adalah sekolah. Keseharian hidup anak-anak, pelajar, ataupun mahasiswa dominan berkecimpung dengan kegiatan di sekolah dan kampus. Meski begitu, peranan sekolah dalam membiasakan membaca kepada siswa masih terbilang sangat rendah. Sistem pembelajaran di Indonesia belum mengharuskan siswa atau mahasiswa membaca buku lebih banyak dari apa yang diajarkan.
Di samping itu, kita juga dapat melihat bahwa banyak sekolah dan lembaga pendidikan formal lainnya belum memiliki perpustakaan yang fasilitasnya memadai dan tidak berkembang karena kesulitan dana. Padahal, jika fasilitas ini lebih dioptimalkan, kita dapat membentuk pribadi anak yang gemar membaca sebagai suatu kebutuhan dan bukan sekedar hobi. Terlebih jika ditambahkan juga program khusus membaca setiap harinya, misalkan guru menyediakan tiga puluh menit untuk “Tadarus Buku” setiap paginya, maka sebuah kebiasaan yang berulang-ulang akan membentuk suatu “Habit” yang baru dan juga sebuah karakter yang kuat.
Membaca tidak harus terbatas hanya pada buku pelajaran ataupun novel. Pada hari jumat atau hari-hari lainnya, siswa atau mahasiswa dapat disarankan secara khusus membaca kitab suci sesuai agama dan kepercayaan masing-masing seperti Al-Quran, Al-Kitab, dan sebagainya. Setidaknya melafalkan beberapa ayat selama lima belas sampai tiga puluh menit tentu dapat bermanfaat dan mengambil hikmah tersendiri bagi tiap individunya.
Adapun peranan yang tidak kalah penting dalam memajukan minat baca masyarakat adalah dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kedua lembaga yang memiliki peranan kuat tersebut dapat mensponsori pendirian perpustakaan-perpustakaan kecil dilingkungan masyarakat seperti desa atau kampung. Sebut saja salah satu Taman Baca Masyarakat (TBM) yang terletak di Desa Teluk Betung pada Provinsi Bandarlampung. Di daerah pegunungan bertanah merah itu, kondisi TBM begitu miris. Tempatnya kurang terawat, koleksi buku terbatas, bahkan tidak sedikit yang sudah usang dan tidak layak pakai.
Semestinya, pemerintah dapat melakukan survey dan mendukung tempat-tempat tersebut dengan lebih optimal lagi. Jikalau sulit, sebenarnya pemerintah dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, baik lembaga formal maupun nonformal. Lembaga formal dapat berupa sekolah, media massa, dan TBM yang diakui masyarakat, sementara lembaga nonformal dapat berupa komunitas pecinta buku dan komunitas penulis yang terletak di daerah tersebut.
Harapannya, setiap TBM pun kelak akan memiliki fasilitas berupa sarana dan prasana yang layak pakai. Selain itu buku-buku yang tersedia pun dapat lebih diseimbangkan antara buku-buku pelajaran, buku-buku umum, dan buku-buku populer seperti novel, cerpen, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Baca
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Jadi, minat baca adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap membaca.
Adapun faktor-faktornya yang mempengaruhinya antara lain :
Motivasi
Motivasi berbeda dengan minat, ia adalah daya pendorong untuk melakukan sesuatu. Salah satu faktor penyebab masyarakat kurang minat baca adalah kurang adanya motivasi, baik dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari orang lain (faktor eksternal). Umumnya, masyarakat kurang memahami manfaat membaca. Mereka cenderung lebih suka mendengar cerita dan menonton flim daripada membaca novel.
Tontonan Televisi
Masyarakat lebih suka menonton televisi dari pada membaca. Banyaknya menonton TV membuat anak-anak atau oarang dewasa menjauhi buku mereka akan lebih suka mengapresiasi pengetahuan dari aktor TV ketimbang mengapresiasi sesuatu yang didapat dari sebuah buku.
Sistem Pembelajaran Sekolah
Sistem pembelajaran sekolah di Indonesia belum mengharuskan siswa atau mahasiswa membaca buku lebih banyak dari apa yang diajarkan. Sebenarnya jika diadakan kegiatan membaca buku atau membaca surat-surat Al-Quran selama lima belas menit sebelum memulai pelajaran akan mengasah imajinasi dan ide-ide siswa.
Tempat Hiburan
Banyaknya tempat-tempat hiburan seperti karaoke, supermarket, taman rekreasi, dan lain-lain dapat menghambat minat baca masyarakat. Tempat-tempat tersebut dapat merebut perhatian anak-anak dan orang dewasa untuk menjauhi buku.
Penyalahgunaan Internet
Dengan berkembangnya teknologi internet bisa membawa dampak terhadap peningkatan minat baca masyarakat kita. Internet memang merupakan sebuah sarana dengan sumber informasi yang berlimpah. Tapi kenyataannya masyarakat banyak menyalahgunakan internet karena yang dicari di internet kebanyakan adalah sesuatu yang kurang tepat untuk dikonsumsi seperti pornografi dan sebagainya. Hal ini kemudian menjadi pengalihan perhatian seseorang yang, lagi-lagi, membuat minat baca kita berkurang karena efek samping dari tontonan maupun bacaan tersebut.
Memupuk Kembali Minat Baca
Dari segala permasalahan di atas, tentu kita membutuhkan suatu solusi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat umum untuk memupuk kembali minat baca masyarakat khususnya anak-anak. Adapun beberapa solusi yang dapat kita lakukan, khususnya oleh pemerintah, adalah sebagai berikut.
Menggerakkan Perindustrian Buku
Buku merupakan suatu media ilmu yang harus dibaca. Namun, di Indonesia sendiri buku dan penulis buku terkena pajak yang tinggi. Ditambah dengan mahalnya harga kertas membuat harga buku melambung tinggi. Hal ini kemudian menjadi salah satu penyebab bertambahnya penulis yang enggan menerbitkan tulisan-tulisannya untuk dibukukan. Dengan begitu, yang kemudian akan terjadi adalah berkurangnya jenis buku di Indonesia
Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting. Dengan mengendalikan harga kertas, mengurangi pajak buku dan pajak penulis buku, serta mengurangi biaya industri buku, maka penulis tidak akan merasa keberatan untuk mencetak buku-buku yang beragam dengan harga murah. Efek dominonya, masyarakat relatif tidak keberatan untuk membeli dan mengoleksi buku di rumahnya masing-masing. Lambat laun, hal ini diharapkan dapat menumbuhkan minat baca pada masyarakat pada akhirnya.
Membangun Taman Bacaan Masyarakat
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam minat baca masyarakat. Dengan adanya sarana dan prasarana yang mumpuni, masyarakat tidak akan merasa kesulitan mencari sebuah buku yang diinginkan. Salah satu yang bisa dilakukan yakni dengan membangun taman baca masyarakat secara nyaman dan kondusif. Tentunya masyarakat yang merasa betah dengan kehadiran TBM pada akhirnya menumbuhkan minat baca dalam diri mereka masing-masing
Membuka Perpustakaan Keliling
Selain TBM, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pembuatan sarana berupa perpustakaan keliling. Hal ini didasari oleh banyaknya ibu-ibu yang tidak bisa meninggalkan rumah karena tuntutan tertentu. Jadi, dengan adanya perpustakaan keliling Ibu-Ibu yang mempunyai anak kecil atau balita dapat membaca buku sembari mengurus anak-anaknya. Biasanya, ibu-ibu daerah pedesaan lebih suka berkerumun dari rumah ke rumah tetangganya. Hal itu bisa dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya membaca buku melalui perpustakaan keliling tersebut. Dengan begitu, cepat atau lambat mudah-mudahan akan menumbuhkan minat baca pada masyarakat sekitar.
Berkerjasama Dengan Penulis
Penulis adalah aktor penting dalam bacaan buku. Dengan adanya penulis, kita sebagai masyarakat dapat menikmati bacaan yang bermanfaat. Karena itu, pemerintah harus dapat merangkul penulis-penulis pemula ataupun yang sudah berkecimpung lama dalam dunia tulis menulis. Salah satunya yaitu dengan mengadakan seminar, penyuluhan, atau arahan-arahan kepada masyarakat agar masyarakat mengerti dan memahami pentingnya membaca.
Dengan melakukan pendekatan secara personal tersebut, diharapkan dapat meningkatkan minat baca masyarakat. khususnya anak-anak. Merujuk pada pandangan tentang manfaat membaca, sesungguhnya tidak lepas pula dengan aktivitas kepenulisan. Karena itu, disini akan ada sinergitas antara penulis dan masyarakat Penulis akan lebih memahami kebutuhan bacaan masyarakat, dan pembaca pun dapat menyampaikan aspirasinya tentang buku-buku yang ingin dibacanya. Dengan begitu, semoga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan hasil yang positif juga bagi kedua belah pihak.
Membuka Perpustakaan Pribadi di Rumah
Kenapa harus membuka perpustakaan pribadi? Agar kita tidak kecanduan pada elektronik seperti handphone, televisi dan lain-lain. Dengan adanya perpustakaan pribadi di rumah akan mendidik anak dan membiasakan anak untuk membaca.
Pada akhirnya, rendahnya minat baca masyarakat sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Kurangnya minat membaca akan berdampak pada ketertinggalan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi.
Sesungguhnya peradaban suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan, dan kecerdasan tersebut dihasilkan dari pengetahuan. Di sisi lain, ilmu pengetahuan dihasilkan dari lisan maupun tulisan. Oleh karena, itu kita perlu membudayakan membaca, terutama pada anak-anak penerus bangsa agar tercipta suatu kecerdasan yang dapat membangun peradaban di negeri kita tercinta: Indonesia.
Bumi Siliwangi – Taipei, 27 Juni 2016.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI