2020 memang tahun yang sangat luar biasa. Di awal tahun tepatnya di 1 Januari 2020 bencana alam banjir melanda Ibukota Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Rumah-rumah tergenang, harta benda hanyut, dan disertai dengan korban jiwa. Di bulan Maret 2020 Indonesia kedatangan Covid-19 sampai artikel ini dibuat dan diterbitkan.
Untuk mencegah terjadinya penularan virus dari orang ke orang, pemerintah menetapkan aturan Physical Distancing. Hal tersebut mengharuskan individu menjaga jarak antara sesama individu lainnya minimal 1 meter, memakai masker jika keluar rumah dan selalu rajin menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan.Â
Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut mengakibatkan karyawan diharuskan bekerja di rumah atau work from home (WFH) untuk pekerjaan yang masih bisa dikerjakan di rumah. Ada yang menggilir pekerjanya untuk sebagian masuk untuk bekerja dan sebagian di rumah untuk mencegah terjadinya penularan virus tersebut. Juga ada perkantoran, tempat usaha, hingga pabrik yang harus sampai berhenti beroperasi atas perintah pemerintah.
Mewabahnya virus tersebut membuat perekonomian di berbagai negara menjadi lesu bahkan sampai terpuruk karena harus berdiam diri di rumah dan tidak berpenghasilan. Di Indonesia sendiri menetapkan untuk beberapa bentuk usaha yang masih boleh beroperasi dan yang tidak boleh beroperasi.Â
Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 mengenai Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terdapat beberapa industri yang dikecualikan yang masih tetap diijinkan beroperasi antara lain perusahaan yang memproduksi barang yang dibutuhkan saat ini seperti obat-obatan, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya.
Selain itu juga unit produksi, yang membutuhkan proses berkelanjutan, setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian. Lalu, produksi minyak dan gas bumi, batubara dan mineral dan kegiatan yang terkait dengan operasi penambangan. Berikutnya, unit manufaktur bahan kemasan untuk makanan, obat-obatan, farmasi dan alat kesehatan; kegiatan pertanian bahan pokok dan holtikultura; unit produksi barang ekspor, serta unit produksi barang pertanian, perkebunan, serta produksi usaha mikro kecil menengah. Industri dan kawasan industri dapat beroperasi dengan izin Kementerian Perindustrian dengan tetap menjalankan protokol Kesehatan. Kebijakan tersebut dilakukan agar roda perekonomian di Indonesia tetap berjalan dan memiliki penghasilan.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam bidang perpajakan yaitu dengan memberikan kelonggaran kepada badan usaha dalam pembayaran PPh 25 dan 29. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013, dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang realistis sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah, dan untuk meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendukung program pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, perlu diberikan kebijakan Pajak Penghasilan untuk meringankan dan menjaga likuiditas bagi WP industri tertentu.
WP badan industri tertentu diberikan pengurangan PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak September 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember 2013 dan/atau penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 untuk Tahun Pajak 2013. WP badan industri tertentu sebagaimana dimaksud adalah yang melakukan kegiatan usaha pada bidang industri pakaian jadi, industri tekstil ,industri furnitur , industri mainan anak-anak dan industri alas kaki.
Pengurangan PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 dapat diberikan kepada Wajib Pajak berdasarkan rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Besarnya pengurangan PPh Pasal 25 dapat diberikan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013 bagi Wajib Pajak badan industri tertentu yang tidak berorientasi ekspor. Wajib Pajak badan industri tertentu yang berorientasi ekspor diberikan 50% (lima puluh persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013.
Untuk mendapatkan pengurangan tarif pajak tersebut, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis tentang besarnya pengurangan PPh Pasal 25 yang diminta, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Keputusan pemberian pengurangan besaran PPh 25 paling lama 5 hari kerja sejak tanggal pengajuan asalkan dokumen yang sudah disubmit sudah benar dan lengkap.
Sedangkan untuk penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 WP harus menyampaikan permohonan tertulis secara langsung yang ditujukkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan status domisili/pusat. Permohonan tersebut paling lambat diajukan 20 (dua puluh) hari kerja sebelum terutangnya PPh Pasal 29. Keputusan pemberian penundaan pembayaran PPh 29 paling lama 5 hari kerja sejak tanggal pengajuan asalkan dokumen yang sudah disubmit sudah benar dan lengkap.
- Industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia
- Industri alat angkutan lainnya
- Industri makanan
- Industri logam dasar
- industri kertas dan barang dari kertas
- Industri minuman
- Industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
- Industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer
- Industri karet, barang dari karet dan plastik
- Industri barang galian bukan logam
- Industri pakaian jadi
- Industri peralatan listrik
- Industri tekstil
- Industri mesin dan perlengkapan ytdl
- Industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya
- Industri pencetakan dan reproduksi media rekaman
- Industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki
- Industri furnitur
- Industri komputer, barang elektronik dan optik
Perusahaan dengan industri yang telah disebutkan diatas dapat menyampaikan permohonan secara online melalui laman Pajak.go.id. Masa Pajak yang mendapatkan pengurangan tarif yaitu masa April sampai dengan Juni 2020 disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli 2020 dan masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat disampaikan pada tanggal 20 Oktober 2020.
Tujuan utama pemerintah kembali menerapkan PMK tersebut yaitu memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost pemindahan negara asal impor dan ekspansi negara tujuan ekspor diharapkan dapat meningkat agar Stabilitas ekonomi dalam negeri tetap terjaga. Memberikan ruang bagi industri untuk relaksasi administrasi perpajakannya dengan pengurangan PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh 29 tersebut.
Meskipun sudah mendapatkan kelonggoran dalam bidang perpajakan, hendaknya dalam menghadapi ketidakpastian akan wabah pandemi Covid-19 ini, perusahaan perlu membuat skema penanggulangan dampak risiko yang akan terjadi tertutama dari sisi perpajakannya antara lain:
- Perusahaan secara proaktif mengevaluasi perubahan kebijakan selama pandemi Covid-19 dan dampak secara potensial atas bisnis yang dijalankan.
- Menambah tingkat kenyamanan kepada semua pemangku kepentingan bahwa risiko dapat dijaga dan ditoleransi, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan perpajakan perusahaan. Dari sisi pemerintah hal ini sangat membantu peningkatan kepatuhan wajib pajak.
- Memastikan strategi perpajakan selama pandemi Covid-19 dipahami dan dapat dilaksanakan selama 6 bulan ke depan mulai April 2020 dan saling terintegrasi antara DJP dan wajib pajak. Bagi perusahaan, manajemen risiko perpajakan ini dapat dituangkan dalam laporan keuangan tahunan.
- Perusaahaan mampu membuat suatu sistem untuk mengidentifikasi risiko perpajakan yang mungkin terjadi selama pandemi Covid-19 ini, kemudian melakukan penilaian atas risiko sehingga dengan cepat mengeluarkan kebijakan internal atas beban pajak yang dikeluarkan.
- Manajemen risiko perpajakan diperlukan untuk ketidakpastian seperti saat ini. Pengertian manajemen risiko perpajakan adalah memitigasi risiko yang dapat terjadi ketika tidak mampu melapor atau membayar pajak kepada DJP yang berakibat pada pemberian sanksi administrasi atau sengketa pajak.
Pada intinya sebagai pelaku perpajakan di Indonesia hendaknya mengupayakan sebisa mungkin untuk tetap memenuhi kewajiban perpajakan yg telah ditetapkan oleh pemerintah. Memang pendapatan negara Indonesia lebih dari 80 % nya berasal dari pajak. Kepada pemerintah juga hendaknya atas keputusan pengurangan tarif dan penundaan pembayaran pajak tersebut diterapkan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai mengurangi beban rakyat dalam masa pandemi covid-19 ini malah bisa jadi menambah kesulitas rakyat dalam penerapannya. Semoga pandemi ini segera berlalu dan kita semua dapat beraktivitas kembali secara normal.
Daftar Referensi:
1. Permenkes Nomor 9 Tahun 2020Â
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2013
4. Konferensi Pers Stimulus Kedua Penangan Dampak Covid-19 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia tanggal 13 Maret 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H