Mohon tunggu...
Chusnulia Aryandhita
Chusnulia Aryandhita Mohon Tunggu... Akuntan - Student

Worker

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Mata Kuliah Pajak Kontemporer, Prof Apollo (Daito): Transformasi Faktur Pajak di Indonesia

14 April 2020   19:20 Diperbarui: 14 April 2020   19:23 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sih faktur pajak itu? Bagi sebagian pelaku bisnis istilah faktur pajak tidak asing lagi di telinga. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Mengutip dari liputanbanten.co.id "Sebenarnya sejak zaman Mesir Kuno pun faktur pajak sudah ada. Faktur yang dibuat dari bahan tembikar itu menunjukkan biaya pajak warga Amerika yaitu senilai 100 kilogram koin emas. 

Temuan faktur pajak ini disimpan di perpustakaan dan penyimpanan arsip Universitas McGill di Montreal." Amazing sekali pada zaman sebelum masehi saja sudah terfikirkan untuk membuat faktur pajak.

Di Indonesia sendiri, faktur pajak pertama kali diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 432/KMK.04/1984. Pada tahun 1984 hanya terdapat satu jenis faktur pajak yang diisi secara manual. Sayang sekali saya tidak berhasil menemukan contoh faktur pajak yang dibuat tahun 1984 di Indonesia. 

Untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan berupa barang secara eceran, pada tahun 1985 diterbitkan faktur pajak sederhana. Faktur pajak sederhana tersebut terus mengalami perbaikan dan digunakan sampai dengan tahun 2012 berdasarkan PER-24/PJ/2012, hingga peraturan tersebut dicabut. 

Saat ini pajak telah menjadi tulang punggung pembangunan nasional di Indonesia. Dapat dilihat dari persentase penerimaan pajak dalam APBN yang mencapai lebih dari 80 persen. Banyak sekali infrastruktur dan fasilitas yang dibangun dari pajak. Kontributor terbesar penerimaan perpajakan di Indonesia berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) menurut APBN KITA Edisi Maret 2019.

Dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk pajak tersebut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak tidak selalu mulus. 

Salah satu penyebab bocornya penerimaan pajak jenis PPN dikarenakan penggunaan faktur pajak fiktif. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak tahun 2008-2013 faktur pajak fiktif merugikan negara sekitar Rp 1,5 triliun dengan 100 kasus. 

Dari jumlah keseluruhan faktur pajak yang dibuat selama tahun 2009 terdapat 58% kasus penyalahgunaan faktur pajak, tahun 2010 sebanyak 51%, tahun 2011 menempati rangking tertinggi yakni sebesar 65,30%, tahun 2012 sebesar 32% dan penggelapan faktur sebesar 42,60% di tahun 2013. Bisa dikatakan, sebanyak 50 persen kasus pengemplangan pajak bermodus laporan faktur pajak fiktif.

Guna mencegah terjadinya praktek faktur pajak fiktif, di tahun 2013 Direktur Jenderal Pajak membuat aplikasi elektronik faktur atau E-tax Invoice yaitu sebuah aplikasi elektronik yang digunakan untuk membuat faktur pajak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun