Mohon tunggu...
Chusnul C
Chusnul C Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti dan penulis lepas

Seorang peneliti dan penulis lepas, menyukai isu lifestyle, budaya, agama, sastra, media, dan pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Masyarakat Adat Baduy dan Paradigma Berfikir Tradisional

23 Januari 2025   19:32 Diperbarui: 23 Januari 2025   19:32 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Desa Wisata Adat Baduy/ travel.kompas.com)

Karakter lain dari paradigma tradisional yakni konsep hidup komunal dalam sebuah komunitas besar dengan menekankan nilai-nilai berbagi. Upacara adat sepeerti yang dilakukan masyarakat Toraja misalnya, yang menurut masyarakat modern sering disebut pemborosan, bagi mereka adalah bentuk saling berbagi. Dari uraian penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa terdapat dua paradigma brfikir yakni paradigma umum 'world paradigm' dan paradigma tradisional atau 'traditional paradigm' yang masing-masing memiliki nilai dan orientasi yang berbeda dan tentu hal ini tidak mudah dipahami.  

Masyarakat adat yang sangat kuat berpegang teguh pada landasan moral dan etika bukannya tidak berdinamika. Sebagai sebuah kelompok, mereka dinamis tetapi di sisi lain juga statis. Pada contoh Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Bulukumba, yang membagi wilayahnya menjadi Dua; sebagaimana Masyarakat Adat Baduy, menjadikan pembagian tersebut sebagai sebuah dialektika. Budaya luar termasuk yang berkaitan dengan modernisme yang masuk tidak serta merta langsung ditolak, namun mereka saring di Kawasan Luar. Jika budaya luar tidak kompatibel dengan ajaran mereka, maka mereka akan menolaknya atau membolehkan dengan catatan hanya berada di Luar dan tidak masuk ke Dalam.

Memahami paradigma berfikir masyarakat adat akan membuat kita lebih bijak dalam menilai masyarakat adat dan menghindar dari jebakan stigma negatif yang sudah terlanjur mengakar kuat di masyarakat luas. Tulisan ini ditujukan untuk membantu peembaca memahami paradigma tradisional namun meski lebih banyak mengulas paradigma tradisional, tulisan ini tidak dimakudkan untuk mengatakan salah satu paradigma berfikir lebih baik daripada satu yang lain. Alih-alih, keduanya pada dasarnya saling melengkapi dan menjadi pilihan terbaik pada konteks masyarakat masing-masing.

Referensi:

Henley, D. E. F., & Davidson, J. S. (2007). Introduction; Radical conservatism; The protean politics of adat'. Routledge Contemporary Southeast Asia series.

https://news.detik.com/berita/d-6970410/5-fakta-kawasan-baduy-dalam-resmi-jadi-blank-spot-internet, diakses pada tanggal 8/10

https://www.nusantarainstitute.com/membongkar-istilah-peyoratif-atas-masyarakat-adat-penghayat/ diakses pada tanggal 8/10

McCarter, J., Gavin, M. C., Baereleo, S., & Love, M. (2014). The challenges of maintaining indigenous ecological knowledge. Ecology and Society, 19(3).

Sangaji, A. (2007). 14 The masyarakat adat movement in Indonesia. The Revival of Tradition in Indonesian Politics, 319.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun