Baru membaca di link Facebook ; Seorang anak kelas 4 SD, berusia sekitar 10 tahun, menangis ketika menyaksikan proses hitung suara dan partainya (harap dibaca : partai ortunya) tidak meraih suara terbanyak.
Jika muatan link itu benar, aku jadi bertanya-tanya. Begitukah cara sebuah partai mengembangkan diri? Pikirku, tak mungkin seorang anak kecil menangis kalau tidak ada suatu hal yang benar-benar sudah menetap dalam pikiran atau perasaannya.
Apakah patut menanamkan dan membebani anak-anak (yang dunianya adalah dunia bermain) dengan hal-hal berat semacam partai politik dengan segala ke-hipokritan-nya? Ah, anak-anak usia sekolah sudah cukup repot dengan PR, tugas sekolah, UN dan kurikulum yang berganti-ganti. Sudah cukuplah itu. Tak usahlah para orangtua menambahi benak anak-anak dengan pikiran tentang partai dan politik. Pada masanya nanti, mereka akan matang sendiri sejalan dengan bergantinya waktu...
Sebelum aku membaca link dan menulis status ini, anakku yang kelas 6 SD bertanya kepada ayahnya :
"Yah, kata temanku, capres *sensor* itu *sensor*, ya? Yang bagus itu partai *sensor* karena *sensor*"
"Kok temanmu ngomong gitu? Dia tau dari mana?" Tanya kami yang cukup kaget, bahwa ternyata anak-anak sekarang pun sudah dititipi banyak pesan-pesan politik.
"Katanya, orangtuanya ngomong gitu....," jawab anakku dengan wajah tak bersalah.
Wahai orangtua, bijaksanalah... Biarkan anak-anak tumbuh dengan dunianya... Jangan paksakan mereka mengunyah dan menelan dunia manusia dewasa... Semua akan ada waktunya... Bersabarlah...
********
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H