Sedangkan berapakah usia batu nisan/arca tersebut, hal ini terkait kapan batuan alam tersebut mulai dimanfaatkan oleh manusia untuk aktivitasnya di masa lalu. Disinilah para Arkeolog mulai bekerja. Perlunya konteks temuan dan pengetahuan para Arkeolog untuk mengungkapnya. Bisa dilakukan dengan membandingkannya dengan situs-situs lain yang memiliki kemiripan. Bisa dilihat dari bekas pengerjaannya atau yang lebih penting adalah bentuk atau motif hias dari batuan itu sendiri.
Dari bentuknya saja, misalnya kita menemukan arca dwarapala sedangkan di sekitar tersebut merupakan area percandian pada masa Majapahit maka bisa dipastikan bahwa batuan arca tersebut adalah bagian dari arca penjaga candi di masa abad 12-14 Masehi.Â
Begitu juga apabila kita menemukan batu nisan, kita harus bandingkan ragam hias serupa dengan batu nisan tersebut, apakah memiliki gaya nisan di Aceh pada masa Samudera Pasai (sekitar abad 12-14 Masehi) ataukah seperti gaya batu-batu nisan pada masa Kesultanan Deli pada abad 18 Masehi.Â
Perlu telaah lebih dalam untuk memastikan hal-hal tersebut. Namun demikian perlu diberikan apresiasi yang amat sangat terhadap masyarakat awam karena dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut berarti menunjukkan bahwa mereka masih peduli dengan tinggalan nenek moyangnya. Upaya-upaya mereka untuk mempelajarinya perlu diacungkan jempol. Para Arkeolog lah yang seharusnya menjadi kontrol agar interpretasi masyarakat terhadap tinggalan budayanya tidak berlebihan.
Dan belum perlu juga batu-batuan tersebut dibawa ke laboratorium apalagi sampai dihancurkan. Pun yang akan kita dapatkan nanti adalah usia batuan tersebut bukan usia arca atau batu nisannya. Masak iya hasilnya akan jutaan tahun sedangkan arca atau nisan tersebut baru digunakan kurang lebih 500 tahun lalu?Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H