Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pecahan Gerabah dan Keramik Dikumpulkan? Untuk Apa? (Penelitian Arkeologi)

12 Juli 2021   06:20 Diperbarui: 12 Juli 2021   06:43 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melakukan penelitian arkeologi, terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan salah satunya adalah proses pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data tersebut terdapat dua hal yang sering bahkan selalu dilakukan oleh para arkeolog yaitu survei dan ekskavasi. 

Ketika melakukan survei dan ekskavasi biasanya selalu melibatkan masyarakat setempat sebagai penunjuk jalan atau pemilik lahan. Mereka yang awam akan ilmu arkeologi mencoba untuk memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang para arkeolog ajukan, seperti misalnya masalah lokasi situs, jarak tempuh, siapa pemilik lahannya, maupun kesejarahan yang dipercaya masyarakat setempat terkait keberadaan situs tersebut.

Pada awalnya mereka sering terheran-heran dengan kedatangan para arkeolog tersebut dan tentu itulah pentingnya pendekatan terhadap masyarakat setempat. Penjelasan maksud dan tujuan penelitian arkeologi dilakukan dan yang pasti dijelaskan se sederhana mungkin agar mereka paham dan mengerti. 

Saat para peneliti ataupun arkeolog melakukan survei, biasanya mata tidak jauh dari pandangan menunduk. Dan ketika mereka menemukan dan memungut satu atau lebih pecahan gerabah atau keramik, pertanyaan baru pasti muncul di benak para pengantar yang merupakan masyarakat setempat tersebut.

"Kok diambil pak/bu? untuk apa pecahan-pecahan itu? kalau bapak/ibu mau mencari itu banyak tu pak/bu di belakang rumah saya". Pertanyaan-pertanyaan serupa tersebut sering kali kita jumpai. Di logika mereka hal itu merupakan suatu hal yang imposible, untuk apa pecahan-pecahan itu dikumpulkan. Memang ada gunanya ya?

Begitu juga saat para peneliti atau arkeolog melakukan ekskavasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara menggali tanah, tentunya dengan prosedur atau tahapan ketat. Proses ekskavasi yang biasanya dilakukan baik dengan menggunakan teknik spit, layer, maupun lot tersebut sering kali menemukan artefak-artefak dengan berbagai jenis. Salah satu dan yang biasanya paling banyak ditemukan adalah pecahan-pecahan gerabah dan keramik. 

Bagi masyarakat lokal (atau biasanya disebut dengan tenlok/tenaga lokal) yang terlibat dalam kegiatan ekskavasi tersebut, proses menggali dengan cara arkeologi ini adalah pekerjaan yang santai. Mereka yang biasanya mencangkul di sawah atau ladang dengan kuantitas perhari mampu menggali bercenti-centi kedalaman maupun luasan, tiba-tiba harus menggali yang perharinya kadang hanya berkedalaman 20-50 cm, itupun luasannya hanya 2 x 2 meter. 

Mereka tidak berfikir bahwa para arkeolog perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam melakukan ekskavasi tersebut. Itulah yang harus dilakukan juga oleh para tenlok tersebut. Lambat laun mereka mulai pelan dan berhati-hati terutama apabila menemukan suatu benda atau artefak yang ada di dalam tanah tersebut. 

Dan masih menjadi pertanyaan ketika mereka menemukan pecahan-pecahan gerabah atau keramik. Awalnya biasanya mereka abaikan, dan bersamaan dengan tanah mereka buang begitu saja. Dengan pengawasan dari para arkeolog, mereka dihimbau. "Jangan dibuang ya pak kalau nanti jumpa pecahan-pecahan kereweng, gerabah, atau keramik. Nanti dikumpulkan di dalam plastik ini saja ya?"

(Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara, 2019)
(Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara, 2019)
Begitulah kerja para arkeolog dalam proses pengumpulan datanya. Tidak heran akan muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Bahkan pertanyaan "untuk apa pecahan itu dikumpulkan" tidak hanya datang dari masyarakat setempat saja, bahkan para mahasiswa yang bukan dari jurusan Arkeologi, para wartawan, orang dinas setempat, maupun LSM sering melontarkan pertanyaan serupa.

Dalam proses merekonstruksi budaya masa lalu perlu adanya bukti-bukti artefaktual. Biasanya anggapan masyarakat selalu tertuju pada artefak-artefak utuh seperti piring, mangkok, kuali, atau bahkan arca, candi, batu bata, dan lain sebagainya. Dengan anggapan tersebut tentunya mereka abai akan temuan-temuan yang berukuran kecil, rusak, dan sudah pecah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun