Teringat 18 tahun silam ketika harus masuk perguruan tinggi dan mulai bingung harus memilih jurusan. Dibolak-balik buku panduan SPMB untuk memilih dan memilah masa depan. Ya... seolah masa depan kita sangat ditentukan dengan pilihan yang akan diambil.
Ketika saya memutuskan untuk mengambil IPC agar peluang masuk perguruan tinggi lebih besar, kebingungan mulai melanda ketika harus memilih jurusan IPSnya. Sejujurnya, saya kurang begitu suka dengan ilmu-ilmu sosial saat itu. Dari kelas 3 SD sampai lulus SMA saya sering mengikuti les matematika karena saya sangat menyukai ilmu itu (saat itu).
Namun demi memanfaatkan peluang tersebut, saya harus segera memutuskan jurusan IPSnya. Orang tua sangat berharap saya ambil jurusan-jurusan populer seperti ekonomi, hukum, atau psikologi. Orang tua sangat berharap saya bisa menjadi guru atau bekerja di bidang kesehatan seperti dokter, bidan atau perawat. Namun ketika tiba pada halaman tertentu, saya membaca 'arkeologi'.
Apa itu arkeologi? Dan entah mengapa keinginan itu tiba-tiba menguat begitu saja. Ketika saya katakan kepada orang tua, tentu saja serta merta langsung ditentang. Apa itu? Mau jadi apa kamu? Kerja apa nanti di arkeologi? Ambil yang perawat saja! (saat itu saya sudah diterima di Akper) dan tentu saja saya hanya bisa diam karena bingung mau menjawab apa.
Ketika saya konsultasikan dengan pihak bimbel, ternyata reaksinya tidak jauh berbeda dengan orang tua. Arkeologi? Apa itu? Kenapa tidak ambil jurusan lain saja? dan akhirnya saya tetap memutuskan untuk memilih arkeologi dan ternyata justru diterima di jurusan tersebut.
Selama perkuliahan berlangsung, tentu tidak semulus jalan tol. Penyesuaian diri terhadap jurusan tersebut sangatlah sulit buat saya. Pada awal-awal perkuliahan, saya banyak dicekoki ilmu-ilmu budaya dan kesejarahan yang mengharuskan banyak menghafal. Sangat membosankan, karena memang dari dulu ketertarikan saya tertuju pada ilmu matematika. Ditambah lagi dengan kurang disukainya oleh orang tua jurusan yang saya ambil. Beberapa kali ingin mencoba SPMB lagi, namun ada keinginan lain yang membuat saya harus tetap bertahan.
Lambat laun ketika mulai banyak kegiatan kunjungan situs (dibaca: jalan-jalan) saya mulai nyaman dengan jurusan tersebut. Namun masih sempat terlintas dipikiran, mau kerja apa ya nanti? Dapat kerja apa ya kira-kira nanti?
Ketika perkuliahan mulai banyak berkurang dan waktu pembuatan skripsi tiba, saya sering bolak-balik pulang kampung. Melihat saya yang lontang-lantung tersebut, kembali menguat komentar orang tua, 'coba kalau dulu kamu ambil perawat kan tidak lontang-lantung seperti ini, pasti kamu sudah lulus dan bekerja'. Kembali saya hanya bisa terdiam tanpa melakukan pembelaan.
Tidak hanya orang tua, pihak keluarga besar pun mulai bercandai saya dengan guyonan 'itu sumur dibelakang, digali sana, mana tau jumpa harta karun'. Bercandaan itu selalu saya tanggapi juga dengan senyuman dan tertawaan karena memang tidak tahu apa yang mesti saya jawab.
Sampai pada kelulusan pun, saya masih bingung dan sepertinya terhipnotis juga dengan kata-kata keluarga. Mau jadi apa ya saya? Kerja dimana nanti ya?
Namun tidak sampai setahun setelah kelulusan, ternyata nasib membawa saya ke medan berkat seorang kenalan (teman). Akhirnya saya mengikuti tes CPNS yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dan berakhirlah status pengangguran saya berubah menjadi PNS.
Kembali ketika saya pulang kampung, tidak pernah lagi mendengar guyonan 'itu sumur dibelakang, digali sana, mana tau jumpa harta karun'. Sepertinya mereka mulai terdiam dan berfikir, 'ternyata jurusan arkeologi bisa kerja juga to, ada ya ternyata pekerjaan yang memiliki spesifik jurusan arkeologi'.
Baiklah pemirsa. Akhirnya saya masih bisa cari makan di arkeologi. Bagaimana dengan nasib teman-teman saya satu jurusan. Sebagian ada yang menjadi arkeologi plat merah seperti saya (baca: PNS), namun tidak sedikit yang bekerja di sektor lain seperti bisnis, marketing, wartawan, ataupun komunitas-komunitas budaya, sama halnya dengan lulusan-lulusan dari jurusan lain.
Intinya kita semua masih bisa berkarya kok dengan bermodal arkeologi. Tentunya untuk menambah skill harus diiringi dengan penguasaan bidang ilmu lain seperti komputer, desain grafis, bahasa Inggris, jurnalistik, atau ilmu lainnya.
Sok... untuk kalian yang masih bingung mau ambil jurusan apa, sedikit out of the box pun gak papa lho. Jangan takut akan masa depan kita. Jalani saja semua yang ada dan biarkan Tuhan yang mengatur segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H