Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Arkeologi Melalui Ekskavasi

26 Maret 2018   23:42 Diperbarui: 26 Maret 2018   23:57 2571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Balai Arkeologi Sumatera Utara, 2016

Mungkin sebagian kita sudah mengenal apa itu arkeologi. Atau mungkin justru ada yang merasa masih awam dengan istilah itu. Terkadang jika mendengar kata 'Arkeologi' dipikiran sebagian orang justru yang terlintas adalah bidang ilmu meteorologi atau astrologi, atau bisa jadi geologi. Sah-sah saja semua orang memiliki pandangan dan pemikiran seperti itu. Tidak heran jika para arkeolog bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru, lalu menanyakan basic ilmunya dan selalu pertanyaan awal yang akan muncul adalah, apa itu arkeologi? 

Ya... arkeologi adalah satu bidang ilmu yang mempelajari tentang budaya masa lalu melalui tinggalan-tinggalannya yang berupa artefak atau benda (material). Jadi dari sisa artefak lah arkeologi dapat bercerita, atau biasa disebut dengan tangible. Atau lebih mudahnya sering dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sejarah masa lalu, misalnya tentang Candi Borobudur, makam-makam kuno, benteng kolonial atau bahkan manusia purba. Semua itu dipelajari dalam bidang ilmu arkeologi dan tentunya masing-masing arkeolog memiliki bidang kepakarannya sendiri. Bahkan di arkeologi juga mempelajari tentang tulisan-tulisan kuno atau sering disebut dengan epigrafi. 

Pernah lihat dong film India Jones? atau film The Mummy? atau mungkin Davinci Code? atau film-film lain yang memiliki karakter film serupa. Tentunya tidak bisa kita bayangkan serupa persis dengan film-film tersebut. Namun setidaknya kita mempunyai gambaran bagaimana seorang arkeolog bekerja. Bagaimana para arkeolog mengumpulkan data di lapangan sehingga dapat menginterpretasikan hasil-hasil temuannya. Dan tahapan-tahapan tersebut tentunya memiliki kurun waktu yang tidak singkat. Selain pengumpulan data di lapangan, ada tahapan klasifikasi dan analisis terhadap hasil temuan tersebut. 

Keunikan dari ilmu arkeologi bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain adalah adanya ekskavasi atau biasa disebut dengan penggalian. Terkesan sepele jika kita mendengar istilah penggalian. Ah... semua orang juga bisa kalau cuma gali-gali. Yahh... memang semua orang bisa. Bahkan orang yang tidak bersekolah atau hanya lulusan SD pun bisa melakukannya. Hal itu terbukti dengan selalu adanya tenlok (tenaga lokal) yang selalu membantu pekerjaan para arkeolog. Mereka dibekali cetok dan scrap untuk melakukan tahapan penggalian. Dan tugas arkeolog lah yang mengamati pekerjaan para tenlok tersebut.

Dalam praktek kerja di lapangan, para arkeolog lebih ditugaskan untuk mengamati gejala-gejala yang ada tentunya dengan mencatat segala hal baik berupa narasi, gambar maupun dokumentasi melalui kamera. Pertanyaan pertama, bagaimana seorang arkeolog bisa tahu kalau didalam tanah tersebut ada benda-benda arkeologi atau artefak? Memang ada beberapa tahapan bagaimana para arkeolog itu bekerja, di antaranya:

1. Survei

Hal pertama yang harus dilakukan adalah survei permukaan. Para arkeolog mengamati gejala-gejala awal apa yang terlihat sehingga harus menentukan titik mana yang akan dilakukan ekskavasi atau penggalian. Misalnya, terlihat adanya banyak pecahan-pecahan tembikar, keramik, atau adanya gundukan-gundukan tanah. Dugaan awal tersebut bisa dijadikan indikasi dalam menentukan kotak gali.

2. Pembuatan DP

Pembuatan DP atau Datum Point ini berguna sebagai patokan utama untuk membuat grid dalam pemetaan. Biasanya yang melakukan itu adalah bagian penggambaran. Dalam menentukan DP ini harus dipilih lokasi yang mudah dilihat dari semua sisi sehingga alat pengukur Theodolite mampu mengjangkau semua area.

3. Menentukan Kotak

Setelah DP dibuat, penentukan kotak galian dilakukan disesuaikan dengan gambar sektor yang ada. Penamaan kotak gali bisa dibuat sesuai dengan nomor urutan misalnya KC 1, KC 2, dan seterusnya (misal Situs Kotacina disingkat KC) atau bisa juga penamaan kotak disesuaikan dengan urutan arah mata angin, misalnya U2T4 (U adalah utara dalam urutan ke-2 dari DP, dan T adalah Timur dalam urutan ke-4 dari DP). Setelah ditentukan nama kotak tersebut, kemudian dipasangkan tali-tali pembatas kotak, biasanya kotak dibuat dengan ukuran 2 x 2 meter atau bisa dengan ukuran yang lain sesuai dengan kebutuhan. 

4. Membuat Pendokumentasian Permukaan Kotak

Setelah kotak selesai dibuat dalam bentuk persegi 2 x 2 meter, tahap selanjutnya yaitu pemotretan kotak. Keterangan papan foto yang harus dicantumkan diantaranya nama situs, nama 'Permukaan', dan tanggal dilakukannya kegiatan tersebut. Jika ada beberapa artefak seperti pecahan tembikar, keramik ataupun yang lainnya bisa segera diambil dan dilakukan penyimpanan dengan sebuah plastik dan keterangan label. Selain pemotretan, dilakukan juga pendokumentasian secara narasi tentang bagaimana kondisi kotak sebelum digali. Penggambaran juga sangat perlu dilakukan untuk melihat kontur atau bentuk permukaan tanah.

5. Penggalian tahap 1, 2, 3 dan seterusnya

Setelah pendokumentasian permukaan selesai, tahap selanjutnya adalah penggalian. Dalam penggalian ini ada beberapa tehnik yang bisa dilakukan. Bisa menggunakan spit, layer atau lot. Spit dilakukan berdasarkan ukuran kedalaman, misal per spit 20 cm, 10 cm, atau yang lainnya. Layer dilakukan berdasarkan stratigrafi tanah, misal penggalian dilakukan pada layer 1 sampai lapisan humus habis, kemudian layer 2 lapisan dibawah humus sampai menjumpai lapisan tanah lagi dibawahnya, dan seterusnya. Lot adalah gabungan dari spit dan layer. Lot lebih fleksibel digunakan dan hampir sebagian besar arkeolog menggunakan sistem seperti itu. Masing-masing tehnik tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangannya. Semua tergantung pada individu, lebih nyaman dengan tehnik yang mana, tentunya juga disertai dengan alasan-alasan yang kuat. Setiap berakhirnya tahap 1 selalu dilakukan pendokumentasian baik berupa penggambaran (pengukuran), narasi maupun pemotretan. Artefak-artefak yang ditemukan semuanya diangkat dan diberi label atau keterangan sehingga semua artefak tidak terlepas dari konteksnya.

6. Tahap akhir penggalian

Penggalian bisa dilakukan sampai tahap-tahap yang tidak dibatasi kedalamannya. Bisa hanya sampai 50 cm, atau bahkan bisa sampai 5 meter. Tergantung jenis situs dan masa (misal prasejarah) seperti apa yang dilakukan. Hal yang pasti, penggalian atau ekskavasi akan berhenti apabila lapisan tanah bisa dinyatakan steril dari temuan atau artefak. Apabila masih ditemukan 1 atau 2 artefak, penggalian masih bisa dilanjutkan. Setelah penggalian atau ekskavasi dinyatakan berhenti, hal yang harus dilakukan adalah mengukur stratigrafi atau lapisan tanah. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa banyak lapisan tanah sebagai hunian kuno ini digunakan. Setelah dilakukan pendokumentasian secara keseluruhan, tahap selanjutnya yaitu menutup kotak galian. Tanah-tanah yang sudah digali bisa dikembalikan ke tempatnya semula namun sebelumnya perlu diberikan tanda pada masing-masing sudut kotak berupa kertas bertulis nama kotak dan dibungkus plastik. Hal ini bertujuan agar apabila suatu saat ada arkeolog yang akan menggali di kotak tersebut lagi, tahu bahwa kotak tersebut sudah pernah digali sebelumnya.

Beberapa tahapan-tahapan penggalian atau ekskavasi tersebut hanya bagian dari pengumpulan data. Tentunya masih banyak tahapan-tahapan lain yang harus dilakukan seperti misal mencuci temuan, mengklasifikasikan temuan dan kemudian tahap analisis dan tahap interpretasi. Masih belum tahu bagaimana kerja para arkeolog? Kalian bisa langsung bertanya pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta atau bila di propinsi bisa mencari tahu di Balai-balai arkeologi yang tersebar di 9 wilayah di Indonesia yaitu di Medan, Palembang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, Makasar, Ambon, dan Papua. 

Selamat berpetualang ya..... Salam Literasi!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun