Studi yang telah dilakukan oleh Badan Internasional seperti UNICEF melaporkan bahwa kualitas air yang rendah dapat menjadi sumber berkembangnya beragam penyakit. Virus yang berkembang dalam air yang tidak sehat dilaporkan berkaitan dengan berbagai penyakit seperti diare, kolera dan gangguan pencernaan lainnya. Menurut laporan United Nation of Cildern Funds (UNICEF) pada tahun 2012 secara global, rendahnya kualitas air bersih telah menyebabkan peningkatan probabilitas serta penyebab meninggalnya bayi usia dibawah lima tahun dengan jumlah hampir 1,3 juta jiwa per tahun (UNICEF 2012)
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, penyediaan  air bersih dan sanitasi telah menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah. Untuk mendukung program pemerintah daerah dalam memberikan air bersih dan sanitasi yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).Â
Keterlibatan pembangunan berkelanjutan pada bidang air bersih dan sanitasi ini sebagai suatu dasar yang sudah menjadi fokus program pemerintah dalam kesejateraan masyarakat. Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu bentuk yang sangat penting dalam keikutsertaan pembangunan serta kerjasama yang memiliki keterkaitan dengan pembangunan air bersih dan sanitasi di masyarakat, serta meningkatkan kesejateraan melalui pemberdayaan baik secara sosial, dan lingkungan hidup (Andriadi, 2018).
Pentingnya air bersih dalam menjaga kesehatan fisik dan psikologis manusia tidak bisa diabaikan. Air adalah zat utama yang menghidrasi tubuh kita, dalam hal ini dapat memungkinkan sel dan jaringan tubuh berfungsi dengan baik. Selain itu, air juga berperan penting dalam menjaga kebersihan diri kita sehari-hari. Dari mandi hingga mencuci piring dan juga kebutuhan hidup lainnya. Lebih dari itu, akses terhadap air bersih adalah kunci dalam mencegah penyebaran penyakit air-borne yang dapat mengancam kesehatan kita. Oleh karena itu, air bersih merupakan pilar utama dari kesehatan manusia.Â
Namun, keterkaitan antara air bersih dan kesejahteraan tidak hanya berkutat pada aspek fisik semata. Dalam aspek psikologis, keberadaan air bersih memberikan rasa aman dan kepuasan. Ketika kita tahu bahwa pasokan air aman dan cukup tersedia, beban pikiran akan berkurang, dengan begitu dapat memberikan ruang bagi pertumbuhan emosional dan intelektual. Oleh karena itu, air bersih bukan hanya tentang kehidupan fisik, tetapi juga mengenai kualitas hidup secara menyeluruh.
Selain berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia, air bersih juga memainkan peran kunci terpenting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Sektor-sektor vital seperti pertanian, industri, dan perikanan bergantung pada pasokan air yang memadai untuk memastikan produktivitas yang berkelanjutan. Contohnya dalam sektor pertanian, yang menyediakan berbagai macam bahan makanan bagi penduduk dunia, yang sangat bergantung pada air. Dalam sektor industri juga membutuhkan air untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan baku hingga pendingin.Â
Tanpa pasokan air yang memadai, potensi pertumbuhan ekonomi dapat terhambat, memperlambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan antara air bersih dan kesediaan pangan sangatlah erat. Air merupakan elemen utama dalam produksi makanan. Tanaman membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pertanian yang berkelanjutan dan produktif membutuhkan pasokan air yang stabil. Oleh karena itu, akses terhadap air bersih adalah hal yang tak terpisahkan dari keamanan pangan global. Dalam era tantangan perubahan iklim, memastikan pasokan air yang cukup menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan sistem pangan global.
REFERENSI
Suartini, NM, & Saleh, S. (2016). Akses Air Bersih di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan , 9 (2), 89-98.
Hulu, S., Hia, A., & Zalukhu, I. (2022). EFEKTIVITAS PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN BORONADU KABUPATEN NIAS SELATAN. JURNAL GOVERNANCE OPINION, 7(1), 16-27.
Wadu, L. B., Gultom, A. F., & Pantus, F. (2020). Penyediaan Air Bersih Dan Sanitasi: Bentuk Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 10(2), 80-88.