Aku mengamati batinku yang sangat lincah bergerak ke ingatan-ingatan masa lalu saat indra mata atau telinga berkontak dengan obyek-obyeknya, dan ingatan-ingatan itu kebanyakan adalah tentang pengalaman tak menyenangkan yang lantas saja memicu timbulnya perasaan tak nyaman: benci, marah, merasa diperlakukan tak adil, dst....Â
Misalnya, ketika mataku melihat sebuah benda yang dulunya pernah menjadi persoalan antara aku dengan seseorang, batinku dengan cepat langsung teringat pada persoalan itu yang sebenarnya sudah lama dan tak relevan lagi, namun yang ternyata masih meninggalkan bekas perasaan tak nyaman di alam bawah sadarku.Â
Aku meremugkan, andai saat itu, ketika perasaan marah itu muncul akibat teringat kenangan persoalan yang sudah basi itu dan aku mendadak meninggal dunia, ke mana lagi aku menuju selain pasti jatuh ke alam-alam bawah di mana kemarahan mendapatkan tempatnya untuk diumbar-umbar?
Lalu ketika batin bodoh berbantahan dengan orang lain, batin bodoh merasa tak puas dan mulai merancang cerita dalam dirinya tentang orang itu sebagai orang jahat, musuh yang harus dibinasakan karena ia begini dan begitu, membuat rasa benci semakin menjadi.Â
Batin bodoh juga selalu lebih sering memikirkan dunia dari sudut pandang dirinya sendiri, dari pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya sendiri yang ia yakini benar sendiri sementara yang lainnya salah semua, ego sentris. Selalu mencari dulu apa untungnya untukku, mana bagian untukku, jangan macam-macam dengan hakku...dan semua yang berakhirnya KU.
Tak heran, dengan batin bodoh yang dibiarkan menjadi bos, kita bisa melihat perwujudannya dalam bentuk ucapan dan tindakan yang mencari-cari masalah, menciptakan musuh di sana sini, tanpa malu-malu menampilkan ucapan atau tindakan yang egostik nir-simpati dan nol empati.
Batib bodoh, batin yang amat perlu dibikin cerdas dan bijaksana, demi memutus rantai yang membelenggu kita ke Samsara. Malu dong kalau ponselnya sudah pintar, masa batin sendiri dibiarkan bodoh?
Bahaya, tuh!
Chuang 051122