Dan sementara itu kita lakukan juga moratorium pembangunan wihara baru. Jika pada suatu daerah masyarakatnya ingin membangun wihara, ijin diberikan hanya ketika survei membuktikan bahwa keberadaan wihara di sana sudah tepat dan masyarakatnya mampu secara mandiri menyokong biaya operasional wihara, serta mungkin juga perlu ditambahkan harus ada bhikkhu/ni yang berdiam di sana.Â
Tidak lucu, kan, wihara di suatu daerah meminta bantuan dana operasional ke umat daerah lainnya. Rumusnya harus: berani membangun wihara berarti berani merawat dan menjalanakan wihara secara mandiri.
Bagi penganut Buddha yang kebetulan berada di daerah yang gersang Buddhis-nya, mohon jangan ngotot membangun wihara. Kasihan dana umat jika hanya menjadi kesia-siaan karena wihara terbengkalai dan berat di ongkos operasional plus perawatan. Kita Buddhis punya cara latihan spiritual yang berbeda dengan umat ajaran lain. Kita tidak mementingkan ritual, tidak memerlukan sarana khusus.Â
Cukup sediakan citra Buddha di sebuah altar kecil di ruang tengah rumah kita, sebatang lilin dan setangkup bunga indah lalu lakukan puja bakti sendiri atau bersama anggota keluarga, atau tetangga dan kerabat lain.Â
Lantunkan paritta dengan sepenuh hati dan penuh kesadaran akan makna dari paritta tersebut, lalu bermeditasi dan bertekadlah untuk paling tidak menjalankan pancasila dan memupuk kedermawanan serta mengikis sifat-sifat buruk. Cukup itu saja, kok, untuk tataran paling dasar.
Â
3. Penganut Buddha yang minoritas bisa dikatakan lebih kurang juga berarti memiliki sumber daya yang lebih terbatas. Demi mengefisienkan dan mengefektikan dana-dana umat yang telah dipakai membangun wihara, wihara-wihara di Indonesia seharusnya tidak sekadar menjadi tempat untuk kegiatan-kegiatan ritual formalistik belaka, tetapi lebih dari itu menjadi pusat kegiatan komunitas Buddhis setempat.Â
Wihara menyediakan gedung-gedungnya sebagai tempat untuk kegiatan pelatihan parenting, misalnya, bagi calon-calon pengantin Buddhis maupun umum. Semacam kursus pranikah yang kalau bisa dijadikan prasyarat bagi setiap pasangan yang ingin menikah demi mengurangi terjadinya kasus-kasus rumah tangga dan anak salah asuhan.Â
Karena berumah tangga itu tidak sederhana, kalau sederhana namanya rumah makan Padang. Selain itu juga bisa ditambahkan dengan pelatihan-pelatihan kewiharausahaan dan semacamnya, sebagai tempat pelaksanaan acara donor darah rutin, meditasi dan pariyatti+patipati Buddha sasana sebagai kegiatan utama.
Demikian tiga usul usil yang semoga bermanfaat dan tak sampai membakar jenggot siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H