Mohon tunggu...
Chuang Bali
Chuang Bali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Anggota klub JoJoBa (Jomblo-Jomblo Bahagia :D ) Pemilik toko daring serba ada Toko Ugahari di Tokopedia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jomblo: Bukan (Kisah) Cinta Biasa #3

26 Juli 2022   15:35 Diperbarui: 26 Juli 2022   15:41 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#3 Mama

Aduh!

Waktunya belanja bulanan, lagi. Rasanya malas sekali tiap kali tugas ini datang. Bukan apa-apa. Awal bulan seperti ini supermarket biasanya ramai sekali. Mau parkir saja kadang susah. Belanjanya sendiri bisa seru, tapi itulah, parkir dan ramainya itu.

Mama mengomel dalam hati.

Bagi Mama kegiatan berbelanja cukup mengasyikkan, apalagi jika membeli barang-barang yang dia gemari. Seperti misalnya membeli bahan-bahan masakan atau perkakas dapur, atau membeli buku resep kue terbaru. Tapi Mama tidak termasuk perempuan penggila belanja yang punya motto "shop till you drop" seperti beberapa ibu yang jadi kawan arisannya. Mama cukup bisa mengendalikan dirinya untuk hanya berbelanja bila memang perlu dan harus, dan membeli hanya barang-barang yang memang dibutuhkan.

Ketika sedang asyik mendorong kereta belanja menyusuri lorong demi lorong dan menemukan pamflet atau banner yang bertulisan besar-besar "Diskon" atau "Sale', Mama jadi teringat salah seorang kawannya. Suatu kali pada acara arisan, dengan bangga dan bersemangat si ibu kawan Mama ini bercerita tentang petualangan belanja yang dilakukannya di sebuah Mal besar. Dia berbelanja seperti orang kesetanan, dari pagi hingga menjelang Mal itu tutup. Begitu keluar dari Mal, di pelataran depan ketika menunggu jemputan, dia nyaris tidak kuat lagi berdiri saking lelahnya. Kedua tangannya penuh dengan tas belanja barang-barang mewah bermerk terkenal. Barang-barang yang sesungguhnya tidak penting-penting amat, yang hanya dibeli demi meninggikan ego alias untuk pamer bahwa "Inllah saya, betapa kayanya. Saya mampu membeli barang-barang ini, lho!"  

Mengenang kejadian itu, Mama hanya tersenyum kecil, tapi sesungguhnya dalam hati merasa kasihan kepada kawannya itu. Betapa tidak? Si ibu telah jadi korban dari godaan konsumtivisme. Belanja menjadi semacam pelarian diri dari kehidupannya yang gersang, keterasingan di tengah keramaian. Mama tahu itu, karena kawan lain yang dapat dipercaya pernah bercerita sedikit tentang kehidupan si ibu penggila belanja.

Brukk!!

"Oh, maaf, saya tidak melihat Anda," cepat-cepat Mama meminta maaf. Karena melamun kereta belanjanya tak sengaja menabrak seorang ibu. Untungnya ibu itu tidak marah. Untuk mengalihkan rasa malunya, Mama mengeluarkan daftar belanjaan, pura-pura memeriksa ulang. Kebutuhan dapur, bahan-bahan makanan, sabun mandi, sabun cuci khusus untuk mesin cuci, sabun tangan, shampoo, dan pembalut wanita,,,,sudah semua? Hm..masih harus mencari kopi buat Papa dan teh jahe kesukaan Jomblo, nih, batin Mama.

Hal yang tak menyenangkan dari berbelanja, terutama di supermarket besar yang koleksi barangnya amat banyak, adalah karena sebuah paradoks: kita justru bisa pusing dan bingung mencari satu jenis barang di tempat sebesar seperti supermarket ini, yang saking lengkap dan luasnya malah membuat orang jadi sulit dan perlu waktu untuk mencari suatu barang. Selain itu, untuk satu jenis sabun mandi misalnya, ada puluhan merek dan variasinya. Sebagai konsumen, terlalu banyak pilihan kadang justru membuat kita pusing. Seandainya saja hanya ada satu jenis dan satu merek sabun mandi, misalnya, maka soal memilih jadi lebih sederhana. Dan waktu pun tak terbuang sia-sia hanya untuk urusan pembersih badan.    

Nah, sepertinya sudah lengkap. Mama menarik napas, lega. Sambil mendorong troli ke kasir, Mama berusaha mengira-ngira berapa total belanjaannya kali ini. Sepertinya akan membengkak dibandingkan bulan lalu. Inflasi. Huh! Kapan ya pemerintah bisa membuat harga-harga kebutuhan pokok tidak semakin mahal dari tahun ke tahun? Bagaimana membuat sebuah bangsa menjadi kuat dan berwibawa, generasinya berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global, jika untuk memenuhi kebutuhan paling pokok pun orang-orang masih kesulitan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun