Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tentang Buku Pelajaran

22 November 2020   12:42 Diperbarui: 23 November 2020   10:22 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah hidup orang ibarat buku pelajaran dan akan selalu ada pesan tersembunyi yang bisa kamu ambil dari hal-hal yang kamu lihat, atau yang kamu dengar. | Ilustrasi: Shutterstock via Kompas.com

Semasa sekolah, kita semua pasti pernah dibekali dengan berbagai buku pelajaran. Ada buku pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, Teknologi Informasi dan Komputer, Fisika, Kimia, dan lain sebagainya. 

Di hari pertama sekolah, jadwalnya mungkin Matematika dan Fisika. Di hari selanjutnya mungkin Bahasa Indonesia dan Kimia, dan kurang lebih berganti seperti itu seterusnya. 

Tujuannya adalah untuk membuat para siswa memahami berbagai pelajaran dengan baik tanpa harus membebankan mereka memahami semuanya sekaligus dalam satu hari. 

Membahas tentang berbagai buku pelajaran, tujuan buku pelajaran Matematika tentu tidak sama dengan tujuan buku pelajaran lainnya, karena masing-masing buku memiliki tujuan dan pelajaran yang berbeda. 

Kalian percaya gak, kalau saya bilang setiap manusia itu seperti buku pelajaran? 

Pagi ini, saya bertemu dengan seorang penjual air minum di JPO yang terlihat sudah paruh baya. Ini bukan kali pertama saya melihat beliau, namun baru kali ini saja saya tidak terburu-buru dan akhirnya bisa menyempatkan waktu membeli sebotol air jualannya dan sambil mengajaknya berbincang. 

Katanya, penghasilan harian yang ia dapatkan dari menjual air minum seharga Rp. 5.000,- tidak mampu menutupi biaya hidup. Apalagi, beliau masih punya anak perempuan semata wayang yang juga ikut membantu menjual air minum dan masker di JPO lainnya. 

Tak hanya itu saja, anaknya juga terpaksa berhenti sekolah karena beratnya biaya angsuran yang dibebankan kepada mereka. "Jangankan untuk uang sekolah, Neng. Untuk makan sehari-hari saja susah, apalagi kalau ditambah uang sekolah." 

Di belahan dunia lain, ada teman lama yang sedang merayakan kelulusannya setelah 3,5 tahun duduk di bangku kuliah dengan jurusan yang sangat ia minati sejak SMA. Lepas dari perguruan tinggi, ia juga telah memiliki banyak panggilan kerja di perusahaan-perusahaan terbaik yang ada di kotanya. 

Tentu saja bukan hanya dirinya yang merasa bangga dan puas dengan pencapaian yang ia miliki di usianya yang masih belia, ada keluarga, sanak saudara, juga teman-teman lain merasakan kebahagiaan yang sama. 

Saat sedang menulis cerita ini, saya sedang bersama dengan beberapa teman penulis, kami menghabiskan ubi goreng, beberapa gelas soda, dan kopi sambil membahas lika-liku hidup. 

Ada yang masih menikmati indahnya kehidupan menjadi freelancer, ada yang berbahagia karena usahanya sedang di atas awan, ada yang masih hunting job saat susahnya mencari pekerjaan di tengah pandemi seperti ini, ada yang dikejar-kejar tagihan dan tunggakan lainnya, dan masih banyak cerita menarik lainnya yang kami bahas dengan haha-hihi. 

Source Photo: i.huffpost.com 
Source Photo: i.huffpost.com 

Saya belajar satu hal penting disini, bahwa semua orang itu seperti buku. 

Kalau hari ini saya bertemu dengan seorang penjual air minum yang harus bekerja keras demi dirinya dan anaknya, saya belajar untuk bersyukur dengan apapun yang saya miliki saat ini. Walau banyak rintangan hidup yang dijalani dan seperti tidak ada habisnya, tapi setidaknya saya masih lebih beruntung dari beliau, bukan? 

Sama halnya dengan hanya mendengarkan cerita kelulusan dari seorang teman, saya turut berbahagia dengan pencapaian yang ia miliki saat ini, juga turut merasakan kesedihan dengan kisah hidup mereka yang sepertinya belum menemukan peruntungannya. Tapi, tentu saja dari hal tersebut banyak pelajaran yang bisa didapatkan. 

Misalnya, saat bertemu dan berbincang dengan Si A yang harus menjadi tulang punggung keluarganya. Lelah, rasanya ingin berteriak, marah, dan menangis akan susahnya hidup dewasa ini. 

Tapi apa daya, melihat keluarganya yang masih sangat membutuhkan keberadaannya membuat ia harus bangkit setiap pagi, mengejar kereta di saat semua orang masih terlelap demi mencari uang halal. Ya, demi keluarga yang sangat ia cintai. 

Kalau dengan Si B, mendengar ceritanya yang penuh semangat itu, saya percaya bahwa apa yang telah ia capai hingga saat ini adalah karena ia pantang menyerah.

Walau bobot tubuhnya yang sering membuat ia di-bully, tapi ia berusaha tegar dan apa yang dimiliki saat ini adalah hasil usaha dan kerja kerasnya di masa lampau. Sekarang, ia hanya ongkang-ongkang kaki dengan uang yang masuk ke dompetnya setiap hari. 

"Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil," adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan pencapaian Si B. Meski dulu ia selalu jadi bahan olokan, tapi tekadnya yang kuat membuatnya tetap tegar berdiri dengan kakinya sendiri dan membuktikan bahwa ia bisa, ia mampu dan ia kuat. 

Beda halnya dengan Si C yang sudah mempersiapkan segalanya untuk pernikahannya tapi harus menelan pil pahit karena pasangannya mendua di belakang. 

Memang menyakitkan, tapi kalau dipikir-pikir lagi, ya begitulah hidup, dengan orang yang sangat kita cinta dan percaya pun bisa saja menyakiti kita meski telah melewati banyak suka dan duka bersama. Ya begitulah hidup. 

Wajib untuk diingat, 'dunia dimana kamu hidup ini tidak pernah adil, maka biasakan dirimu'. Terkadang memang kamu perlu melatih diri dan pikiranmu untuk tidak terlalu berekspektasi tinggi terhadap sesuatu, bahkan seseorang. Karena apapun yang ada di dunia ini punya potensi besar untuk menyakiti atau membahagiakanmu, dan kamu tidak pernah tahu kapan itu akan terjadi. Jadi, tetap lakukan yang terbaik, tetap bersiap untuk hasil yang terbaik, namun jangan pernah lupa bahwa hasil yang mengecewakan pun siap menghampirimu. 

Karena semua orang itu seperti buku pelajaran, jadi jangan anggap remeh setiap orang yang bertemu denganmu. Percayalah bahwa akan selalu ada pesan tersembunyi yang bisa kamu ambil dari hal-hal yang kamu lihat, atau yang kamu dengar. 

Mungkin hari ini kamu akan belajar Matematika, perhitungan yang tepat untuk apapun yang keluar dan masuk dari hidupmu. Mungkin besok kamu akan belajar Fisika, belajar tentang semakin banyak gaya yang kamu hasilkan maka semakin banyak pula tekanan internal dan eksternal yang akan kamu terima. 

Atau mungkin kamu akan belajar Bahasa Indonesia, atau bahasa-bahasa asing lainnya saat bertemu dengan orang baru? Menyenangkan, bukan? Ya, belajar itu tidak sulit, malah sangat menyenangkan. 

Setiap hari adalah hari yang tepat untuk belajar. Setiap sosok manusia yang kamu temui adalah manusia yang tepat untuk kamu jadikan pelajaran. Belajarlah menilik sisi lain, dalam hal ini sisi positif, dari cerita, kejadian, dan kehidupan orang yang berada disekitarmu untuk dijadikan motivasi hidup. 

Jakarta, 2020.
Christie Stephanie Kalangie.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun