Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Balada Kuliah Online

20 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   09:32 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Photo: binbiriz.com 

Manusia di era revolusi industri 4.0 ini memang serba online. Hampir segala sesuatunya dapat dilakukan dengan berselancar di internet. 

Tidak perlu menggunakan banyak perlengkapan digital, cukup dengan satu buah perangkat yang memungkinkan dapat melakukan banyak hal di dalamnya. Sebut saja handphone atau perangkat lainnya, yaitu laptop. 

Penggunaan handphone maupun laptop terbilang sangat mudah, tidak perlu kesulitan membawa keduanya disetiap aktivitas harian. 

Kemudahan adalah kata kunci yang membuat segala hal yang sifatnya online menjadi sebuah hal yang menarik untuk digunakan. Setelah ramai dengan toko, ojek, taksi online, hingga beli rumah online, kini giliran kegiatan belajar mengajar yang turun ke dunia online. 

Apalagi di saat pandemi COVID19 seperti ini, membuat kita harus melaksanakan kegiatan di rumah. Salah satunya, kuliah online yang tak mau kalah untuk menunjukkan aksinya. Tapi, apakah efektif dan efisien? Mari kita tinjau bersama. 

Sebelum kuliah online berlangsung, banyak yang berpendapat bahwa jika dilakukan di rumah secara online, mungkin akan lebih mudah. Apalagi karena tidak perlu ongkos untuk ke kampus, juga waktu yang tidak terbuang di jalan. 

Namun pada kenyataannya setelah dilaksanakan, sebagian besar orang mengeluhkan keberadaan kuliah daring atau kuliah online ini. 

Pertama, saat semua proses belajar mengajar telah berlangsung di rumah dan tidak menggunakan fasilitas kampus, seperti wifi, library, lapangan, taman belajar, tempat ibadah, aula, parkiran, seharusnya pembayaran pun turut berkurang mengingat mahasiswa/i tidak datang ke kampus dan tidak menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Tapi, masih ada saja kampus yang tidak menurunkan biaya perkuliahan tanpa alasan yang jelas. 

Kedua, kuliah online memang dianggap menghemat ongkos, tapi akibat dekatnya jarak antara tempat tidur dan laptop, mahasiswa pun kerap mendengarkan penjelasan dosen dari tempat tidur sehingga rentan tertidur akibat rayuan sang pulau kapuk alias kasur. 

Ketiga, kurangnya interaksi antara mahasiswa dan dosen pada saat kuliah online berlangsung. Bayangkan jika berada di dalam kelas, kemampuan dosen mengidentifikasi mahasiswa yang sedang berbicara sangat tajam karena ruang yang terbuka, juga suara yang tidak terputus-putus. Berbeda dengan kuliah online, saat semua mahasiswa berbicara dan tidak bisa dikendalikan, yang terjadi hanyalah kebisingan, apalagi jika ditambah dengan koneksi yang terputus. Sang dosen pun akan bingung untuk menanggapi banyaknya mahasiswa online. 

Jalan keluarnya adalah dengan cara membisukan semua speaker yang ada (mute), dan hanya dosen yang berbicara. Maka terjadilah komunikasi satu arah, dimana hanya dosen yang dapat berbicara hingga akhir jam perkuliahan online.  

Keempat, tugas yang melimpah ruah menjadi senjata utama yang ampuh untuk memberi nilai bagi para mahasiswa yang jarang bertemu dan berinteraksi ini. Dapat disimpulkan, bahwa sebagian besar mahasiswa tidak mengerti dengan materi yang diberikan saat dosen menjelaskan, namun tugas terus saja berdatangan hampir setiap harinya dengan deadline yang minim. 

Akhirnya, mahasiswa mencari jawaban dari sumber-sumber terpercaya seperti internet tanpa memahami isi soal dan jawabannya, bahkan bekerja sama via online dengan mahasiswa yang tidak mengerti lainnya, bak orang buta menuntun orang buta. 

Kelima, akibat kuliah online yang tidak siap dan terlanjur berkepanjangan ini, jadwal perkuliahan juga menjadi berantakan. Jika kuliah offline atau yang biasanya hadir di kampus dengan mata kuliah A pada pukul 13.00, saat kuliah online, tak jarang ada dosen yang mengabaikan jadwal tersebut lalu seketika menghubungi para mahasiswa untuk mengadakan pembelajaran mata kuliah A pada pukul 10.00, sesuai dengan kehendaknya saja. 

Yang terjadi selanjutnya adalah jadwal yang bentrok akibat jadwal tetap yang diubah. Hingga pada akhirnya, ada beberapa mahasiswa yang tidak bisa mengikuti perubahan dadakan tersebut. Miris, bukan? 

Keenam, memang ada beberapa dosen yang mewajibkan mahasiswanya untuk mengaktifkan kamera juga berlaku sopan serta berpakaian rapi saat kuliah online berlangsung. Namun ada juga dosen yang tidak mengharuskan hal tersebut. Akibatnya, saat kamera dinonaktifkan, mahasiwa tidak memfokuskan diri dan pikirannya pada materi pelajaran, mereka malah makan, ngobrol dengan orang yang ada di rumah, nonton drama pada perangkat lain, bahkan ada yang masih dalam perjalanan entah hendak kemana. 

Jadi, apakah kuliah online berlangsung efektif dan efisien? Sepertinya tidak juga, ya. 

Walau kuliah daring memang membuat darah tinggi, tapi percayalah bahwa dalam hal ini penulis tidak ingin menyalahkan apapun dan siapa pun. Karena dalam keadaan terjebak pandemi seperti ini, memang yang paling dibutuhkan sesama manusia adalah saling mengerti satu sama lain saja. 

Tak ingin menyalahkan siapa pun, semata-mata hanya ingin berbagi duka kuliah online dan pengalaman berbagai menarik saat menjalaninya. 

Jakarta, 2020.
Christie Stephanie Kalangie. 

Note: Artikel ini juga telah ditayangkan di Secangkir Kopi Bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun