Berdasarkan survey kecil-kecilan yang dilakukan dengan teman-teman seperjuangan yang berstatus anak kost, saat yang paling menyedihkan adalah ketika anak kost tengah berada di antara mereka yang merasa lebih "lebih mampu" dan menjadi bahan gurauan karena berstatus anak kost. Misalnya, "Bungkus makanan, ya. Lumayan, bisa dimakan sampai besok sebelum mubazir. Kasihan anak kost, nanti kelaparan tengah malam gak bisa beli makan,"disertai dengan haha-hihi di belakang kalimat.Â
Menanggapi kalimat baik nan menusuk tersebut, sebenarnya bukan ingin menolak pemberian, karena bagaimana pun anak kost memang butuh makanan. Tapi, di dunia ini, siapa yang tidak membutuhkan makanan demi bertahan hidup? Tidak hanya anak kost saja, kan? Perkara bungkus-membungkus pun, semua orang pasti akan menerima dengan senang hati jika memang sedang ada kelebihan makanan.Â
Teruntuk mereka yang bukan berstatus anak kost, bisakah kalian tidak memandang anak kost sebelah mata dengan perlakuan maupun kalimat yang lebih manusiawi?Â
Memang benar, makanan yang kami bungkus akan sangat membantu mengurangi biaya konsumsi untuk beberapa saat atau bahkan beberapa hari ke depan, tergantung jenis makanan yang diterima. Namun sekali lagi, anak kost bukan orang miskin. Anak kost adalah kaum yang mendapat kesempatan berharga untuk belajar lebih menghargai apa yang ada, dan belajar hidup sederhana dengan gaya-gaya yang kreatif tetapi tetap murah.Â
Jakarta, 2020.
Christie Stephanie Kalangie.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H